3 Aturan Upah Minimum: UMR, UMK dan UMSK

Aturan Upah Minimum

Seseorang bekerja untuk memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Imbalan yang diperoleh oleh pekerja adalah upah, yaitu hak pekerja dalam bentuk uang yang diberikan pemberi kerja terhadap pekerjanya.

Untuk memberikan jaminan kesejahteraan kepada para pekerja dan menghindari kesewenang-wenangan dari pemberi kerja yang tentunya memiliki kuasa lebih besar dalam perekonomian, maka negara telah mengatur nilai minimum upah yang harus dibayarkan kepada pekerja. Pasal 88C Ayat (4) dalam Pasal 81 angka 28 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undanga berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (selanjutnya disebut “UU Cipta Kerja”) menyatakan:

Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan Ketenagakerjaan.

Berdasar ketentuan tersebut, maka penetapan upah minimum ditujukan agar pekerja yang telah melaksanakan kewajibannya dapat memperoleh imbalan yang layak dan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Jenis Upah Minimum dapat dilihat pada Pasal 89 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan:

Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas :

  1. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
  2. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.

Namun pasal tersebut kemudian dihapus oleh UU Cipta Kerja, dan macam-macam upah minimum dalam UU Cipta Kerja hanya terdiri atas Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Upah Minimum Provinsi. Perubahan demikian lalu diajukan permohonan pengujian kepada Mahkamah Konstitusi, sehingga berdasar Putusan Mahkamah Konstitusi Register Nomor 168/PUU/, memberikan putusan terhadap pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja yang berkaitan dengan upah sebagai berikut:

9. Menyatakan Pasal 88 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 27 Lampiran Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) yang menyatakan “Setiap Pekerja/Buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “termasuk penghasilan yang memenuhi penghidupan yang merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua”;

  1. Menyatakan Pasal 88 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 27 Lampiran Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) yang menyatakan, “Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai, “dengan melibatkan dewan pengupahan daerah yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan yang menjadi bahan bagi pemerintah pusat untuk penetapan kebijakan pengupahan”;
  2. Menyatakan frasa “struktur dan skala upah” dalam Pasal 88 ayat (3) huruf b dalam Pasal 81 angka 27 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “struktur dan skala upah yang proporsional”;
  3. Menyatakan Pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “termasuk gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota”;
  4. Menyatakan frasa “indeks tertentu” dalam Pasal 88D ayat (2) dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “indeks tertentu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh”;
  5. Menyatakan frasa “dalam keadaan tertentu” dalam Pasal 88F dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Yang dimaksud dengan “dalam keadaan tertentu” mencakup antara lain bencana alam atau non-alam, termasuk kondisi luar biasa perekonomian global dan/atau nasional yang ditetapkan oleh Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”;
  6. Menyatakan Pasal 90A dalam Pasal 81 angka 31 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) yang menyatakan “Upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dan Pekerja/Buruh di Perusahaan”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Upah di atas Upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di perusahaan”;
  7. Menyatakan Pasal 92 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 33 Lampiran Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) yang menyatakan, “Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di Perusahaan dengan memperhatikan kemampuan Perusahaan dan produktivitas”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala Upah di Perusahaan dengan memperhatikan kemampuan Perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi”;

Berdasar amar putusan tersebut di atas, khususnya amar nomor 12, maka jelas bahwasanya Upah Minimum Sektoral juga tetap berlaku dan harus diperhitungkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, jika melihat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2024 Tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025 (selanjutnya disebut “Permenaker 16/2024”), terlihat bahwasanya Upah Minimum Sektoral juga diatur dalam ketentuan tersebut.

 

Upah Minimum Kabupaten

Upah Minimum Kota/Kabupaten ditetapkan oleh Walikota/Bupati wilayah tersebut. Namun demikian, berdasar Pasal 88 C dalam Pasal 81 angka 28 UU Cipta Kerja menyatakan bahwa upah minimum kota/kabupaten dapat ditetapkan oleh gubernur apabila nilai Upah Minimum Kota/Kabupaten lebih tinggi daripada nilai upah minimum provinsi.

 

Upah Minimum Provinsi

Upah Minimum Provinsi ditetapkan oleh Gubernur. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, apabila upah minimum kota/kabupaten lebih tinggi daripada upah minimum provinsi, maka perusahaan/pemberi kerja memiliki kewenangan untuk menetapkan upah berdasar upah minimum provinsi.

 

Upah Minimum Sektoral

Pasal 7 Permenaker 16/2024 mengatur bahwasanya upah minimum sektoral baik provinsi maupun kabupaten ditetapkan oleh gubernur. Adapun upah minimum sektoral diperuntukkan bagi pekerjaan dengan karakteristik sebagai berikut:

a. karakteristik dan risiko kerja yang berbeda dari sektor lainnya; dan

b. tuntutan pekerjaan yang lebih berat atau spesialisasi yang diperlukan.

Dengan demikian, upah minimum sektoral memang diperuntukkan bagi pekerjaan yang memiliki resiko serta keahlian dan muatan yang lebih dari yang lainnya. Oleh karena itu, upah minimum sektoral lebih tinggi daripada upah minimum lainnya.

Sebagai contoh penetapan upah minimum sektoral di Jawa Timur yang ditetapkan oleh Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 100.3.3.1/776/Kpts/013/2024 Tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota Di Jawa Timur Tahun 2025 (selanjutnya disebut “Kepgub Jatim 776/2024”). Ketentuan tersebut menggolongkan upah minimum sektoral dari KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) dan jenis atau skala usahanya.

Manakala suatu perusahaan/pemberi kerja di Wilayah Jawa Timur telah memenuhi skala usaha dan KBLI yang disebutkan dalam aturan upah minimum sektoral yaitu Kepgub Jatim 776/2024, maka yang bersangkutan harus memberikan upah dengan nilai minimum seperti yang telah diatur dalam ketentuan tersebut. Artinya, nilai upah pekerja yang bekerja di perusahaan/pemberi kerja dengan skala dan KBLI yang ada dalam Kepgub 776/2024 tersebut tidak boleh memberikan upah di bawah nilai upah minimum sektoral, meski upah tersebut berada di atas upah minimum kabupaten/provinsi. Hal tersebut dikarenakan perusahaan/pemberi kerja dimaksud hanya tunduk pada Kepgub 776/2024 tersebut.

 

Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.

 

Baca juga:

2 Jenis Upah Minimum dan Perbedaannya

Pemotongan Gaji/Upah Pekerja

Upah Pekerja

1 Hari Libur Untuk 6 Hari Kerja Dinyatakan Inkonstitusional Oleh MK? Ini Penjelasannya

Tapera 2024 Dibandingkan Dengan Tapera 2016

Perjanjian Pelatih Asing Untuk Tim Olahraga Indonesia

Tunjangan Hari Raya (THR): Perhitungan Bagi Pekerja Swasta, PNS, dan PPPK

Tenaga Kerja Migran Indonesia dan 3 Bentuk Perlindungannya

Pekerja Outsourcing dan Pertanggungjawabannya Kepada Perusahaan

Pekerja Anak dan 7 Syaratnya

 

Tonton juga:

aturan upah minimum| aturan upah minimum| aturan upah minimum| aturan upah minimum| aturan upah minimum| aturan upah minimum| aturan upah minimum| aturan upah minimum| aturan upah minimum| aturan upah minimum| aturan upah minimum| aturan upah minimum| aturan upah minimum| aturan upah minimum|

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.