Persetubuhan Anak di Luar Kawin dan Perzinahan
Berkaitan dengan pertanyaan Saudara, yaitu terkait dengan persetubuhan anak di luar kawin, kami akan terlebih dahulu menjelaskan ketentuan persetubuhan di luar kawin berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut “KUH Pidana”) baik yang saat ini berlaku maupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut “UU 1/2023”) yang akan berlaku pada tahun 2026.
Diancam Ganti Rugi 2juta, Anak Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas Haruskah Dipenjara?
Dalam hal teman Saudara masih berusia 16 tahun sebagaimana Saudara sampaikan, maka pastinya teman Saudara mengendarai sepeda motor tanpa memiliki SIM, ia dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 281 UU LLAJ yang berbunyi: “setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp1 juta”.
Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
Dengan demikian dapat diketahui bahwa perbuatan anak usia 16 tahun tersebut dapat dipidana. Namun, Saudara diwajibkan untuk melaksanakan diversi terlebih dahulu. Hal tersebut dikarenakan sebagai bentuk upaya perlindungan terhadap tumbuh dan berkembangnya anak, meskipun anak usia 16 tahun tersebut telah diduga melakukan tindak pidana, namun ia tetap memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang. Demikian jawaban yang kami berikan, semoga dapat menjawab permasalahan hukum Saudara.
Prosedur Penahanan Anak yang Berkonflik Dengan Hukum
Dilihat dari pertanyaan Saudara, maka anak Saudara dapat dikategorikan sebagai anak yang menjadi korban tindak pidana. Berkaitan dengan pertanyaan Saudara yang menyatakan bahwa anak yang bersangkutan dilepas, perlu dikonfirmasi terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan “dilepas” tersebut berarti sudah dihentikan penyidikannya atau ditangguhkan penahanannya. Terkait batas usia anak, memang dikenal dalam UU SPPA, dimana anak yang berkonflik dengan hukum harus telah berusia 12 tahun dan belum berusia 18 tahun. Oleh karena itu, anak usia 16 tahun dapat dikategorikan sebagai Anak yang berkonflik dengan hukum, sehingga penyidikan sudah sepatutnya terus dijalankan.
Proses Diversi Dalam Perkara Pidana Anak
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 Ayat (2) UU SPPA yang mengisyaratkan bahwa Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya. Adapun proses untuk mendapatkan hasil kesepakatan diversi, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU SPPA. Apabila diversi tidak berhasil atau tidak mencapai kesepakatan diversi, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 13 UU SPPA.
Hukuman Bagi Anak Dibawah Umur Dalam Tindak Pidana Asusila
Pada dasarnya seseorang yang berumur 16 tahun masih dikategorikan sebagai anak-anak atau di bawah umur, baik dalam hukum perdata maupun hukum pidana. korban dari dugaan tindak pidana tersebut pun juga termasuk di bawah umur dan belum memasuki umur untuk menikah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Menjadi penting bagi pihak korban untuk mengetahui bahwa berdasar pasal 287 ayat (2) KUHP, tindak pidana demikian adalah tindak pidana yang hanya dapat diproses dengan pengaduan. Arti dari pengaduan tersebut, tidak lain adalah laporan adanya tindak pidana langsung dari korban sendiri.
Sanksi Pidana Bagi Pelaku Sodomi
Perbuatan cabul, adalah semua perbuatan yang melanggar kesopanan atau perbuatan yang keji, yang semua itu dalam lingkungan nafsu berahi kelamin, misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya. tindak pidana sodomi yang diancam maksimal 15 tahun penjara, maka hukuman bagi anak hanya dapat dikenakan maksimal 7 tahun 6 bulan penjara. Kendati pelakunya adalah anak, maka terduga pelaku tersebut tetap dapat dijatuhi pidana berapa penjara, sepanjang dapat dibuktikan bahwa penyakit disabilitas yang dideritanya tidak berkaitan dengan akalnya.
Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
Pada dasarnya, keluarga korban memiliki hak untuk melaporkan anak Saudara ke pihak yang berwajib meski pihak Saudara telah berdamai atau tidak dengan keluarga korban, namun nantinya di tingkat kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan pasti akan dilakukan mediasi yang dimediatori oleh pihak yang menangani perkara tersebut, dan perdamaian tersebut akan menghentikan laporan pihak keluarga korban.. Pelaksanaan dari keadilan restorative sendiri, diwujudkan dalam diversi, yang artinya pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Pasal 7 UU SPPA mengatur terkait syarat diversi.
Penyelesaian Perkara Pidana Anak Dengan Diversi
Berdasar ketentuan tersebut, maka teman adik Saudara dapat dilaporkan dengan dugaan telah melanggar pasal sebagaimana tersebut di atas, dan dikategorikan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum, apabila belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Penyelesaian perkara pidana anak yang berkonflik dengan hukum diselesaiakan dengan pendekatan keadilan restoratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1) UU SPPA, yang dikenal dengan Diversi. Dalam diversi ini diselesaikan dengan cara musyawarah (perdamaian) yang melibatkan salah satunya keluarga anak yang berkonflik dengan hukum tersebut dalam hal ini kelurga dari teman adik Saudara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (1) UU SPPA.
Proses Peradilan Pidana Anak yang Melakukan Penganiayaan
Apabila seorang anak melakukan suatu tindak pidana, merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), disebut sebagai anak yang berkonflik dengan hukum. Berkaitan dengan pertanyaan saudara terkait dengan hukuman yang diberikan kepada anak yang berumur 16 tahun, perlu diperhatikan keberadaan UU SPPA mengedepankan penyelesaian secara restorative justice atau keadilan restoratif. Keadilan restorative adalah adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan