Tindak Pidana Korporasi

Korporasi sebagai suatu badan hukum hasil ciptaan hukum tentunya mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana halnya manusia.[1] Hal yang serupa dinyatakan oleh Sudikno Mertokusuma bahwa tatanan yang diciptakan oleh hukum itu baru menjadi kenyataan apabila kepada subjek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban.[2] Dalam perkembangannya, korporasi ternyata tidak hanya melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai tujuannya, tapi dalam kasus-kasus tertentu juga sudah ada korporasi yang melakukan kejahatan. Karakteristik kejahatan korporasi berbeda dengan kejahatan konvensional lainnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, istilah tindak pidana korporasi berawal dari pendapat Edwin Sutherland yang mengemukakan jenis-jenis kejahatan yang dikenal dengan White Collar Crime. Menurut Sutherland, white collar crime sebagai a violation of criminal law by the person of the upper socio-economic class in the course of his accupational activities (suatu pelanggaran ketentuan hukum pidana oleh orang/person yang mempunyai kedudukan sosio-ekonomi atas dalam bidang aktivitas pekerjaannya). Terkait dengan white collar crime itu sendiri Hazel Croal memberikan definisi yaitu white collar crime sering diasosiasikan dengan berbagai skandal dunia keuangan dan bisnis (financial and bussines world) dan penipuan canggih oleh para eksekutif senior (the sophisticated frauds of senior executives) yang di dalamnya termasuk apa yang secara populer dikenal sebagai tindak pidana korporasi (corporate crime).[3]

Mengenai corporate crime atau kejahatan korporasi ini, Steven Box mengemukakan ruang lingkup tindak pidana korporasi antara lain sebagai berikut:

  1. Crimes for corporation, yakni kejahatan atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh korporasi dalam mencapai usaha dan tujuan tertentu guna memperoleh keuntungan.
  2. Criminal corporation, yaitu korporasi yang bertujuan untuk melakukan kejahatan. (dalam hal ini korporasi hanya sebagai kedok dari suatu organisasi kejahatan).
  3. Crimes against corporation, yaitu kejahatan-kejahatan terhadap korporasi seperti pencurian atau penggelapan milik korporasi, dalam hal ini korporasi sebagai korban.[4]

Berbicara tindak pidana tentu berkaitan pula dengan pertanggungjawaban pidananya. Dalam pertanggungjawaban pidana ada hal yang penting untuk dibuktikan yaitu kesalahan pada diri orang yang melakukan perbuatan atau tindak pidana. Namun dalam hukum pidana di Indonesia yang mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terjemahan Belanda tidak memuat ketentuan terkait tindak pidana korporasi. Hal ini disebabkan KUHP terjemahan Belanda hanya mengakui subyek hukum dalam tindak pidana adalah manusia/orang perorangan saja, sehingga korporasi tidak dapat dikenakan ketentuan tindak pidana dalam KUHP terjemahan Belanda. Namun demikian beberapa peraturan perundang-undangan yang berada di luar KUHP antara lain Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan perundang-undangan lainnya mengakui korporasi sebagai subyek hukum tindak pidana.

Indonesia saat ini telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP) sebagai pengganti KUHP terjemahan Belanda. Meskipun penerapannya secara efektif baru dimulai pada tahun 2026 tetapi UU KUHP mengatur beberapa rumusan tindak pidana yang tidak diatur dalam KUHP terjemahan Belanda salah satunya adalah tindak pidana korporasi. Merujuk ketentuan Pasal 46 UU KUHP menyatakan bahwa:

Tindak Pidana oleh Korporasi merupakan Tindak Pidana yang dilakukan oleh pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi Korporasi atau orang yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi atau bertindak demi kepentingan Korporasi, dalam lingkup usaha atau kegiatan Korporasi tersebut, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana korporasi adalah pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi, Orang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi. Bahkan orang yang berada di luar Korporasi dapat dikenakan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 47 UU KUHP yang berbunyi:

Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Tindak Pidana oleh Korporasi dapat dilakukan oleh pemberi perintah, pemegang kendali, atau pemilik manfaat Korporasi yang berada di luar struktur organisasi, tetapi dapat mengendalikan Korporasi.

Selain itu, menurut ketentuan Pasal 48 UU KUHP, Korporasi, pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, dan/ atau pemilik manfaat Korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban tindak pidana korporasi, apabila:

  1. Termasuk dalam lingkup usaha atau kegiatan sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi Korporasi;
  2. Menguntungkan Korporasi secara melawan hukum;
  3. Diterima sebagai kebijakan Korporasi;
  4. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana; dan/ atau
  5. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana.

Berdasarkan beberapa ketentuan dalam UU KUHP terkait dengan tindak pidana korporasi menunjukkan bahwa korporasi sudah secara tegas dinyatakan sebagai subjek hukum pidana, sehingga terdapat batasan yang harus diperhatikan bagi Korporasi dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Adapun hukuman pidana bagi korporasi yang melakukan tindak pidana sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 46, 47, 48 dan 49 UU KUHP dapat dikenakan hukuman pidana pokok dan pidana tambahan sebagaimana dimaksud Pasal 118 UU KUHP. Pidana pokok bagi koporasi adalah berupa denda sementara pidana tambahan bagi korporasi adalah sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 120 UU KUHP yang berbunyi:

  1. pembayaran ganti nrgi;
  2. perbaikan akibat Tindak Pidana;
  3. pelaksanaan kewajiban yang telah dilalaikan;
  4. pemenuhan kewajiban adat;
  5. pembiayaan pelatihan kerja;
  6. perampasan Barang atau keuntungan yang diperoleh dari Tindak Pidana;
  7. pengumuman putusan pengadilan;
  8. pencabutan izin tertentu;
  9. pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;
  10. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/ atau kegiatan Korporasi;
  11. pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan usaha Korporasi; dan
  12. pembubaran Korporasi

Dengan demikian, pengaturan terkait dengan tindak pidana korporasi di Indonesia saat ini mengalami perkembangan. Sebelumnya dalam KUHP terjemahan Belanda tidak mengartikan korporasi sebagai subjek hukum pidana sehingga pengenaan hukuman pidana kepada korporasi tidak dapat dilakukan. Semakin berkembangnya tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, sehingga dibuatlah beberapa perundang-undangan yang mengatur terkait tindak pidana korporasi. Saat ini dengan adanya UU KUHP yang mengatur tindak pidana korporasi, diharapkan ke depannya dapat mengatur korporasi agar tertib dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: R. Putri J., S.H., M.H., & Mirna R., S.H., M.H.

 

 

 

[1] Sahuri Lasmadi, Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Persfektif Kebijakan Hukum Pidana Indonesia, Disertasi Doktor Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2003, halaman 18.

[2] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Ed. Kelima, Cet. IV, Liberty, Yogyakarta, 2007, halaman 41.

[3] Yusuf Shofie, Pelaku Usaha, Konsumen dan Tindak Pidana Korporasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, halaman 44.

[4] Hamzah Hatrik, Asas Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia (Strict Liability dan Vicarious Liability), Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1995, halalaman 41.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.