Pengadilan Pajak Sebagai Pengadilan Khusus di Indonesia

Pengadilan Pajak

Pajak merupakan topik pembicaraan umum yang sering dibahas. Pajak sendiri merupakan salah satu sumber pemasukan negara. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) mendefinisikan pajak sebagai berikut:

kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Sektor perpajakan memiliki peran signifikan dalam mengurangi volume dan rasio defisit anggaran, pajak juga sebagai sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang sangat penting.

Selain itu, penting untuk memahami bahwa pengelolaan pajak di Indonesia dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat dan yang dikelola oleh daerah. Pajak yang dikelolah oleh pemerintah pusat diantaranya Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Bumi dan Bangunan atas Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan. Di sisi lain, pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah juga dibagi lagi antara Kepala Daerah Tingkat I dan Kepala Daerah Tingkat II.[1]

Sengketa Pajak

Namun, dalam upaya meraih target pendapatan pajak, sering kali ketetapan pajak yang diterbitkan oleh pejabat pajak yang berwenang tidak selalu dapat diterima dengan baik oleh wajib pajak yang bersangkutan. Perbedaan pendapat tersebut pada akhirnya dapat memunculkan sengketa pajak yang memerlukan penyelesaian.

Sengketa pajak didefinisikan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) sebagai sengketa yang muncul dalam konteks perpajakan antara wajib pajak dan penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai hasil dari keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan ke pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan terkait penagihan pajak berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa.

Definisi Pengadilan Pajak

Pasal 2 UU Pengadilan Pajak menjelaskan bahwa Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Berdasar pengertian tersebut, maka pengadilan pajak memiliki tugas menyelesaikan sengketa pajak.

Pengadilan pajak merupakan tingkat pertama dan atau terakhir dalam hal memeriksa dan memutuskan sengketa pajak. Oleh karena itu terhadap putusannya tidak dapat diajukan gugatan ke Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara atau Badan peradilan lain, kecuali putusan berupa “tidak dapat diterima” yang menyangkut kewenangan kompetensi berdasarkan Pasal 33 ayat 1 UU Pengadilan Pajak.

Kedudukan Pengadilan Pajak ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 9A Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Maksud dari ”pengkhususan” adalah spesialisasi di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, misalnya Pengadilan Pajak dan juga ditegaskan dalam Pasal 27 Ayat (2) UU KUP, yaitu putusan Pengadilan Pajak yang merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.

Peradilan pajak di Indonesia merupakan peradilan administrasi yang bersifat khusus dibidang perpajakan. Suatu peradilan dikatakan sebagai peradilan administrasi jika memenuhi beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut yaitu salah satu pihak yang berselisih harus administrator (pejabat administrasi), yang menjadi terikat karena perbuatan salah seorang pejabat dalam batas wewenangnya, dan terhadap persoalan yang diajukan diberlakukan hukum publik atau hukum administrasi.

Penyelesaian sengketa pajak di indonesia melibatkan beberapa jalur dan lembaga, yakni proses keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali. Regulasi terkait dengan lembaga-lembaga yang mengurus penyelesaian sengketa pajak tersebut dijelaskan secara jelas dalam peraturan formal dalam hukum pajak. Resolusi sengketa pajak melalui jalur keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali dilakukan oleh badan-badan tertentu yang ditetapkan oleh perundang-undangan pajak.[2]

Gugatan Melalui Pengadilan Pajak

Upaya hukum melakukan gugatan dapat dilakukan oleh wajib pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang diajukan gugatan. Hal ini berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan pada pasal 23 ayat 2 UU KUP menjelaskan bahwa gugatan bukan hanya terhadap penagihan pajak tetapi juga terhadap beberapa hal sebagai berikut:

  1. Pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan atau pengumuman lelang;
  2. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan;
  3. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak;
  4. Keputusan menurut Pasal 36 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak.

Terhadap putusan gugatan tingkat pertama dapat diajukan banding dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya keputusan banding. Permohonan banding dapat diajukan oleh wajib pajak, ahli warisnya, pengurus, atau kuasa hukumnya.[3] Sedangkan dalam proses Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) pada Pasal 91 UU Pengadilan Pajak, permohonan Peninjauan kembali hanya dapat dilakukan berdasarkan 5 sebab yaitu:

  1. Apabila Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
  2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusn yang berbeda;
  3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
  4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
  5. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan perturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Penulis: Hasna M. Asshofri, S.H.

Editor: Mirna R., S.H., M.H., CCD., & Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA

 

[1] Ismiani Aulia, Upaya Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak pada Pengadilan Pajak: Suatu Perspektif Keadilan, Sinomika Jurnal, Vol. 2 (3), 2023, 604

[2] Winahyu Erwiningsih, Implementasi Penyelesaian Sengketa Pajak pada Pengadilan Pajak Indonesia, Justicia Sains: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 06 (2), 2022, 258

[3] Pasal 37 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

 

Baca juga:

Macam-Macam Pajak Daerah

Ketentuan Pajak bagi Tenaga Kerja Indonesia

 

Tonton juga:

UU Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU Nomor 5 Tahun 1986 Tentang PTUN

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.