Noodweer Atau Pembelaan Terpaksa

Noodweer memiliki arti pembelaan terpaksa. Istilah noodweer digunakan dalam hukum pidana, dimana seseorang terpaksa melakukan tindak pidana karena adanya serangan dari pihak lain, yang kemudian membuatnya tidak memiliki pilihan selain (terpaksa) melakukan tindak pidana. Noodweer atau pembelaan terpaksa merupakan salah satu alasan penghapus pidana.

Terdapat 3 (tiga) unsur yang harus dipenuhi dalam noodweer, yaitu:

  1. Harus ada serangan atau ancaman serangan;
  2. Harus ada jalan lain untuk menghalaukan serangan atau ancaman serangan pada saat itu; dan
  3. Perbuatan pembelaan harus seimbang dengan sifatnya serangan ancaman serangan.

Berdasarkan unsur-unsur di atas, maka perlu digaris bawahi bahwasanya suatu tindakan dapat dikatakan pembelaan terpaksa manakala apa yang dilakukannya seimbang dengan ancaman atau serangan yang diterimanya. Tidak jarang pula suatu kejadian dikatakan sebagai noodweer hanya apabila tindakan pembelaan tersebut dilakukan dengan menggunakan senjata atau alat yang dibawa oleh penyerang. Namun demikian, pada dasarnya pembelaan terpaksa harus seimbang, sehingga jika penyerang membawa pisau maka pembelaan terpaksa menjadi tidak seimbang ketika orang yang membela diri menggunakan samurai.

Disamping itu, pembelaan juga dapat dilakukan terhadap:

  1. Diri sendiri atau badan orang lain;
  2. Kehormatan, kesusilaan (eerbaarheid);
  3. Harta benda orang.

Dengan demikian, pembelaan terpaksa juga dapat dilakukan manakala terdapat serangan terhadap orang lain atau harta orang lain.

Sebagai contoh noodweer adalah kasus seorang berinisial AS yang menjadi tersangka setelah membunuh begal yang menghadang jalannya di wilayah Lombok. Dalam kejadian tersebut, AS yang sedang melintasi jalan, dihadang oleh 4 (empat) orang yang tidak dikenal dan AS pun menusuk 2 (dua) diantara 4 (empat) orang tersebut. Pada akhirnya, AS dilepaskan setelah terbukti bahwa AS melakukan penusukan untuk membela dirinya.

Dalam KUHP yang saat ini berlaku, noodweer tertuang dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP. Adapun Pasal 49 ayat (2) KUHP mengatur mengenai pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang mana pembelaan tersebut tidak memenuhi unsur seimbang. KUHP Nasional mengatur noodweer sebagai alasan pembenar, namun pembelaan yang melampaui batas dianggap sebagai alasan pemaaf.

 

Penulis: R. Putri J., S.H., M.H.

 

Sumber:

  1. Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.