Mobile Banking dan Pengaturannya Serta Jika Terjadi Pembobolan

Mobile Baning merupakan salah satuyang banyak digunakan oleh masyarakat saat ini. Budaya hp dan cashless membuat banyak orang baik muda maupun tua menggunakan mobile banking dengan sangat mudah.

Undang-Undang mengenai perbankan diawali dengan adanya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan yang kemudian mengalami beberapa kali perubahan yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, Perpu Nomor 2 Tahun 2022, dan yang terakhir melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 (UU Perbankan). Perbankan sendiri memiliki arti sebagai segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Bank semdiri adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.[1] Ketentuan pendirian bank umum lebih diperinci dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), yang menyatakan bahwa bank umum dapat didirikan oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia, atau warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.[2]

 

Dasar Hukum dan Syarat Bank Dapat Menggunakan Mobile Banking

Perubahan ekspektasi masyarakat terhadap layanan bank serta perkembangan layanan berbasis digital mendorong bank untuk terus mengembangkan dan berinovasi dalam memberikan layanan digital. Diperlukan ruang inovasi agar bank dapat memberikan layanan yang komprehensif kepada nasabah, namun tetap memperhatikan aspek manajemen risiko, keamanan data nasabah, serta perlindungan konsumen. Untuk itu Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan peraturan Nomor 12/POJK.03/2018 tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital oleh Bank Umum. Kemudian peraturan tersebut diubah dengan POJK Nomor 21 Tahun 2023 Tentang Layanan Digital oleh Bank Umum (POJK 21/2023).

Dalam POJK tersebut dijelaskan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dan unit usaha syariah. Sedangkan layanan digital adalah produk bank dalam bentuk layanan yang diberikan oleh Bank dengan pemanfaatan TI melalui media elektronik untuk memberikan akses bagi nasabah dan/atau calon nasabah terkait produk Bank maupun produk dan/atau layanan dari mitra Bank, serta dapat dilakukan secara mandiri oleh nasabah dan/atau calon nasabah.[3]

Layanan digital sendiri yang dapat disediakan oleh bank antara lain: saluran distribusi (delivery channel), ATM (automated teller machine), CDM (cash deposit machine), phone banking, SMS banking (short message services), EDC (electronic data capture), POS (point of sales), internet banking, dan mobile banking.[4] Selanjutnya terkait syarat bank dapat menggunakan layanan digital mobile banking (m-banking), tata cara perizinan layanan digital tersebut diatur dalam Pasal 12 dan Pasal 13 POJK 21/2023.

Bank yang akan menggunakan layanan digital atau dalam hal ini m-banking harus mengajukan permohonan izin atas penyelenggaraan layanan digital yang memenuhi kriteria produk dan diajukan kepada Lembaga Otoritas Jasa Keuangan. Setelah permohonan diajukan OJK akan memeriksa dan memberikan hasil pemeriksaan dari pihak independen (luar bank/intern bank).[5]

Adapun persyaratan utama bank untuk dapat melakukan layanan digital termasuk mobile banking sebagaimana Pasal 3 POJK 21/2023 harus memiliki infrastruktur teknologi informasi (TI) dan manajemen pengelolaan infrastruktur TI yang mampu mendukung penyelenggaraan layanan digital secara optimal. Dalam penyelenggaraan layanan digital, bank juga wajib melakukan identifikasi nasabah atau calon nasabah dan verifikasi kebenaran kesesuaian data, informasi, dokumen pendukung yang diberikan nasabah/calon nasabah.

Selain itu bank juga wajib melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian profil pemberi data informasi, dan dokumen pendukung dengan profil nasabah atau calon nasabah untuk memastikan bahwa pemberi data, informasi, dan dokumen merupakan nasabah atau calon nasabah yang bersangkutan.[6]

 

Tanggung Jawab Bank Jika Terdapat Pembobolan Mobile Banking

Perlindungan nasabah dan perlindungan data pribadi dengan adanya layanan digital harus menjadi perhatian utama bank dalam penyelenggaraan layanan digital. Untuk itu bank yang melakukan layanan digital selain menjalankan sesuai dengan peraturan perlindungan konsumen dan masyarakat bidang jasa keuangan juga harus sesuai dengan peraturan lembaga OJK tentang perlindungan konsumen dan masyarakat bidang jasa keuangan.

Pasal 26 POJK 21/2023 mengatur bahwa bank penyelenggara Layanan Digital wajib memiliki fungsi dan mekanisme penanganan yang mampu merespon pertanyaan dan/atau menindaklanjuti pengaduan nasabah dengan beroperasi selama 24 (dua puluh empat) jam dalam sehari.

Selain itu, Pasal 29 POJK 21/2023 mengatur bahwa:

  1. Bank penyelenggara Layanan Digital wajib menerapkan prinsip perlindungan data pribadi dalam melakukan pemrosesan data pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan data pribadi.
  2. Dalam melakukan pemrosesan data pribadi, Bank wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari nasabah dan/atau calon nasabah untuk tujuan tertentu sebagai dasar pemrosesan data pribadi, yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan data pribadi.
  3. Bank dalam menyediakan Layanan Digital wajib menyediakan fitur bagi nasabah untuk mengelola hak akses mitra Bank terhadap data dan informasi nasabah secara mandiri.

Apabila bank tidak dapat memenuhi ketentuan Pasal di atas maka dapat diberikan sanksi berupa teguran tertulis, namun apabila masih melakukan pelanggaran maka bank dapat dikenai sanksi administratif berupa pembekuan layanan digital tertentu, larangan menyelenggarakan layanan digital baru, dan/atau, penurunan tingkat kesehatan bank.[7]

Demikian apabila terjadi pembobolan layanan digital nasabah termasuk mobile banking, Bank selaku pelaku usaha juga bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan sebagaimana hal tersebut menjadi hak konsumen sesuai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

 

Penulis: Hasna M. Asshofri, S.H.

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

[1] Pasal 1 ayat 1 dan 2 UU Nomor 10 Tahun 1998

[2] Pasal 22 UU Nomor 11 Tahun 2020

[3] Pasal 1 POJK Nomor 21 Tahun 2023

[4] Pasal 3 POJK Nomor 12 Tahun 2018

[5] Pasal 13 POJK Nomor 21 Tahun 2023

[6] Pasal 5 POJK Nomor 21 Tahun 2023

[7] Pasal 30 POJK Nomor 21 Tahun 2023

 

Baca juga:

Pembubaran Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)

Penyelidikan Pidana Perbankan

Unsur Pidana dalam Undang-Undang Perbankan

 

Tonton juga:

Mobile banking| Mobile banking| Mobile banking| Mobile banking| Mobile banking| Mobile banking| Mobile banking|Mobile banking|Mobile banking| Mobile banking| Mobile banking| Mobile banking| Mobile banking|

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.