Mediasi Dalam Sengketa Pidana HKI

Mediasi Dalam Sengketa Pidana HKI adalah hal yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. HKI atau Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) sendiri adalah hak yang timbul dari hasil suatu kreativitas intelektual.

 

Objek yang dilindungi dalam Hak Kekayaan Intelektual adalah hasil karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Konsep perlindungan Hak Kekayaan Intelektual disatu sisi memberikan perlindungan atas hasil pemikiran (kreativitas) manusia yang dituangkan dalam suatu karya intelektual yang oleh negara perlindungan tersebut dibuat sebagai hak eksklusif yang diberikan kepada individu pelaku Hak Kekayaan Intelektual (investor, pencipta, pendesain, dan sebagainya).[1]

 

Hak kekayaan intelektual dibagi menjadi 2 (dua) kategori yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri yang terdiri dari paten, merek, desain industri, rahasia dagang dan desain tata letak sirkuit terpadu serta perlindungan varietas tanaman. Bentuk perlindungan atas jenis kekayaan intelektual ini termuat dalam beberapa ketentuan perundang-undangan yang terpisah di antaranya sebagai berikut:

  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta;
  2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten) sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja yang telah disahkan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja);
  3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis sebagaimana telah diubah dalam UU Cipta Kerja;
  4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
  5. Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
  6. Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
  7. Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;

Selain mengatur perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual, ketentuan-ketentuan di atas juga mengatur pula tata cara penyelesaian sengketa atau pelanggaran atas kekayaan intelektual. Untuk saat ini ketentuan pidana yang terdapat dalam beberapa aturan kekayaan intelektual seperti hak cipta dan paten mengatur secara tegas kewajiban melakukan mediasi terlebih dahulu sebelum proses penuntutan pidana dilakukan. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut:

No.Jenis Hak Kekayaan Intelektual

 

Mediasi Dalam Pelanggaran Hak

Kekayaan Intelektual

 

Dasar Hukum

WajibTidak
1.Hak CiptaüPasal 95 Ayat (4) UU Hak Cipta yang berbunyi:

Selain pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam bentuk Pembajakan, sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui keberadaannya dan/atau berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana.

 

2.Hak PatenüPasal 154 UU Paten yang berbunyi:

Dalam hal terjadi tuntutan pidana terhadap pelanggaran Paten atau Paten sederhana para pihak harus terlebih dahulu menyelesaikan melalui jalur mediasi.

3.Hak merek dan indikasi geografisü

 

4.Desain Industriü
5.Rahasia Dagangü
6.esain Tata Letak Sirkuit Terpaduü
7.Perlindungan Varietas Tanamanü

Sumber data: diolah oleh penulis berdasarkan peraturan perundang-undangan

 

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pelanggaran atau tindak pidana hak cipta dan hak paten wajib menempuh upaya mediasi terlebih dahulu sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan berikut:

Pasal 95 Ayat (4) UU Hak Cipta yang berbunyi:

  • “Selain pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam bentuk Pembajakan, sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui keberadaannya dan/atau berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana.”

Pasal 154 UU Paten yang berbunyi:

Dalam hal terjadi tuntutan pidana terhadap pelanggaran Paten atau Paten sederhana para pihak harus terlebih dahulu menyelesaikan melalui jalur mediasi.

 

Setiap orang yang dimaksud dalam pasal-pasal tersebut adalah orang perseorangan atau badan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 27 UU Hak Cipta dan Pasal 1 angka 13 UU Paten. Pengertian tersebut juga dapat ditemukan dalam ketentuan Hak Kekayaan Intelektual lainnya seperti merek dan desain industri, rahasia dagang dan desain tata letak sirkuit terpadu serta perlindungan varietas tanaman. Oleh karena itu, baik orang perorangan maupun badan hukum berpotensi melakukan pelanggaran kekayaan intelektual, sehingga keduanya dapat dilaporkan apabila diduga melanggar ketentuan pidana yang diatur dalam aturan-aturan Hak Kekayaan Intelektual.

 

Dalam setiap aturan tentang Hak Kekayaan Intelektual terdapat ketentuan mekanisme penyelesaian sengketa di bidang Hak Kekayaan Intelektual.  Pihak yang bersengketa diberikan 2 (dua) mekanisme penyelesaian sengketa yaitu pertama, menggunakan non litigasi (di luar Pengadilan) dan kedua menggunakan Litigasi (Pengadilan) di mana Penyalesaian sengketanya dilakukan di Pengadilan Niaga.

 

Berbeda dengan penyelesaian yang harus mendahulukan penyelesaian secara mediasi terlebih dahulu sebelum melaporkan adanya perbuatan pidana. Hal tersebut justru menimbulkan ketidakpastian hukum, terlebih lagi untuk sengketa paten yang lingkupnya adalah penyelesaian perdata, tetapi untuk penyelesaiannya langsung dilakukan gugatan ke Pengadilan Niaga tanpa adanya mediasi terlebih dahulu.

 

Selain itu, hukum perdata dikenal sebagai hukum privat dan membahas mengenai hak-hak privat, sedangkan hukum pidana membahas mengenai hak-hak publik. Penyelesaian sengketa pidana hak cipta dan paten dengan mediasi memiliki norma hukum yang bersifat memaksa (dwingend) karena pasal tersebut mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi sebelum pada akhirnya dilakukan gugatan ke Pengadilan Niaga.[2]

 

Penggunaan mediasi dalam hukum pidana dikenal dengan mediasi penal. Menurut Umi Rozah, mediasi penal adalah proses yang mempertemukan korban dan pelaku tindak pidana yang telah dikehendaki oleh para pihak untuk berpatisipasi dalam menyelesaikan masalah melalui bantuan mediator.[3]

 

Adanya upaya penyelesaian sengketa pidana dengan mediasi terlebih dahulu dapat memberikan manfaat bagi para pihak. Sebab penyelesaian sengketa melalui upaya hukum pidana dapat menimbulkan efek jera kepada pelanggar hak cipta dan paten.

 

Berbeda halnya dengan penyelesaian sengketa perdata, efek jera dan upaya mediasi masih kurang efektif. Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya penegasan secara jelas mengenai aturan kewajiban pelaksana mediasi terlebih dahulu terhadap penyelesaian sengketa perdata hak cipta dan paten di dalam UU Hak Cipta dan UU Paten itu sendiri, sehingga manfaat yang diberikan kepada para pihak khususnya pemegang paten pun kurang terlihat.

 

Ketentuan Pasal 95 ayat (4) UU Hak Cipta dan Pasal 154 UU Paten tidak menjelaskan akibat hukum apabila tidak dilakukannya mediasi. Oleh karena itu, apabila kasus tersebut sampai ke pengadilan, maka tetap harus diproses karena hakim dianggap mengetahui seluruh peraturan perundang-undangan (ius curia novit), dan menurut Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pengadilan/hakim dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.[4]

 

Berkaitan dengan norma keharusan dilakukan mediasi dalam sengketa pelanggaran pidana Hak Cipta dan Hak Paten yang bersifat memaksa, karena pada saat proses digelar pada persidangan di Pengadilan Negeri, untuk perkara yang mewajibkan mediasi, hakim harus menanyakan terlebih dahulu bahwa mediasi telah dilakukan. Dengan demikian apabila mediasi tidak dilakukan, perkara pidananya tetap berlanjut, bukan berhenti dengan alasan karena kewajiban tidak dilakukan berarti perkaranya selesai. Apabila ternyata perkara harus berhenti karena alasan tersebut, maka tentunya menimbulkan ketidakpastian hukum yang mencederai rasa keadilan masyarakat.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: Mirna R., S.H., M.H., CCD., & Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.

 

[1] Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, halaman 54

[2] Revita Nurahmasari, Muhamad Amirulloh & Anita Afriana, Mediasi Sebagai Kewajiban Penyelesaian Sengketa Perdata Pelanggaran Paten Di Indonesia Demi Kepastian Dan Kemanfaatan Hukum, ACTA DIURNAL Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, Volume 5, Nomor 1, Desember 2021, halaman 128.

[3] Dewa Gede Yudi Putra Wibawa & I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati, Upaya Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Hak Cipta, Jurnal Kertha Wicara, Volume 8 Nomor 10 September 2019, halaman 10

[4] R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, halaman 295.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.