2 Komponen Upah dan Perbandingannya

Komponen Upah
Upah merupakan hak yang diperoleh pekerja sebagai imbalan atas kewajiban yang telah dilaksanakannya. Pasal 1 butir 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut “UU 13/2003”) memberikan pengertian upah sebagai:
“hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”
Berdasar pengertian tersebut, maka upah tidak hanya terdiri atas upah pokok melainkan juga termasuk tunjangan. Hal tersebut juga ditegaskan dalam Pasal 16 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja (selanjutnya disebut “PP 35/2021”) yang menyatakan:
“Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang digunakan sebagai dasar perhitungan pembayaran uang kompensasi terdiri atas Upah pokok dan tunjangan tetap.”
Tunjangan sendiri terdapat tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap. Tunjangan tidak tetap dapat ditemukan dalam Pasal 32 Ayat (4) PP 35/2021 yang menyatakan:
“Dalam hal komponen Upah terdiri dari Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap, apabila Upah pokok ditambah tunjangan tetap lebih kecil dari 75% (tduh puluh lima persen) keseluruhan Upah maka dasar perhitungan Upah Kerja Lembur sama dengan 75% (tujuh puluh lima persen) dari keseluruhan Upah.”
Tunjangan tidak tetap diantaranya adalah tunjangan keagamaan/Tunjangan Hari Raya dan lain-lain yang tidak diperoleh setiap bulan. Sedangkan tunjangan tetap adalah tunjangan yang dibayarkan setiap bulannya bersama-sama dengan upah pokok, dimana tunjangan tetap tersebut bersama-sama dengan upah pokok juga akan menajdi dasar perhitungan upah lembur dan pesangon.
Perbandingan Komponen Upah
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa upah bisa terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap serta tunjangan tidak tetap. Adapun upah sendiri diatur besaran minimalnya oleh pemerintah, sebagai penjaminan oleh pemerintah atas kesejahteraan tenaga kerja.
Berkaitan dengan komposisi atau perbandingan komponen upah antara upah pokok dengan tunjangan tetap, diatur dalam Pasal 94 UU Cipta Kerja yang menyatakan:
“Dalam hal komponen Upah terdiri atas Upah pokok dan tunjangan tetap, besarnya Upah pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah Upah pokok dan tunjangan tetap.”
Berdasar ketentuan tersebut, maka upah pokok tidak boleh kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari tunjangan. Sebagai contoh nilai perbandingan upah pokok dan tunjangan tetap adalah sebagai berikut:
Upah = Upah Pokok + Tunjangan Tetap
Rp 5.000.000,00 = Rp 3.750.000,00 + Rp 1.250.000,00
Contoh tersebut menunjukkan bahwa upah pokok adalah 75% dari total upah yang diperoleh pekerja, sehingga jika total upah yang diterima oleh pekerja adalah Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah), maka upah pokok tidak boleh kurang dari Rp 3.750.000,00 (tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
Menjadi pertanyaan, apa akibat hukum manakala presentase upah pokok kurang dari 75% dari total upah yang diperoleh. Peraturan perundang-undangan memang tidak mengatur sanksi terhadap proporsi upah pokok di bawah 75% (tujuh puluh lima persen) dari total upah yang diterima. Namun demikian, perlu diingat bahwa perjanjian kerja merupakan perjanjian yang syarat sahnya tunduk pada Pasal 1320 KUH Perdata, dimana syarat sah perjanjian terdiri atas:
- Kesepakatan;
- Kecakapan;
- Obyek tertentu; dan
- Sebab yang tidak dilarang.
Berdasar persyaratan tersebut, maka perjanjian tidak boleh menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun jika tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka perjanjian adalah batal demi hukum.
Meski demikian, perjanjian kerja harus dilaporkan kepada dinas ketenagakerjaan setempat, sehingga terdapat pengawasan dari instansi. Oleh karena itu, manakala terdapat perbedaan isi perjanjian dengan peraturan perundang-undangan namun tetap diperkenankan untuk dilaporkan kepada dinas, maka dapat dianggap bahwa perjanjian tersebut adalah sah dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.
Baca juga:
2 Jenis Upah Minimum dan Perbedaannya
Pemotongan Gaji/Upah Pekerja
Upah Pekerja
1 Hari Libur Untuk 6 Hari Kerja Dinyatakan Inkonstitusional Oleh MK? Ini Penjelasannya
Tapera 2024 Dibandingkan Dengan Tapera 2016
Perjanjian Pelatih Asing Untuk Tim Olahraga Indonesia
Tunjangan Hari Raya (THR): Perhitungan Bagi Pekerja Swasta, PNS, dan PPPK
Tenaga Kerja Migran Indonesia dan 3 Bentuk Perlindungannya
Tonton juga:
komponen upah| komponen upah| komponen upah| komponen upah|
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanCara Mengurus Pembatalan Perceraian Berdasarkan Pasal 43 UU Adminduk
Penggugat Tidak Hadir Dalam Persidangan, Konsekuensinya Berdasarkan Pasal 124...

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.