Hak Menggugat Dalam Lingkungan Hidup

Hak Menggugat Dalam Lingkungan Hidup adalah salah satu hal yang perlu diketahui mengingat banyaknya permasalahan dalam lingkungan hidup saat ini, baik secara nasional maupun internasional. Permasalahan pencemaran lingkungan merupakan suatu permasalahan yang sangat sering terjadi dan menarik perhatian pemerhati lingkungan.

 

Masalah pencemaran juga merupakan masalah yang sangat perlu mendapatkan penanganan secara serius oleh semua pihak untuk dapat menanggulangi akibat buruk yang sering terjadi, bahkan sedapat mungkin dicegah.[1] Apabila terjadinya perbuatan melawan hukum karena perusakan atau pencemaran lingkungan hidup, maka upaya hukum yang tersedia adalah tiga sarana yang dijadikan dalam menuntut pelanggaran lingkungan hidup, yaitu: sarana hukum administrasi, sarana hukum perdata dan sarana hukum pidana.

 

Penyelesaian sengketa lingkungan diatur yang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja dan telah disahkan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja (UUCK) tidak mengenal sarana-sarana upaya hukum yang disebutkan di atas, akan tetapi Pasal 84 UU PPLH menyatakan bahwa:

  • “Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
  • Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa.
  • Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.”

 

UU PPLH hanya mengenal penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan. Dalam praktiknya, 3 (tiga) sarana yang dimaksud di atas sering digunakan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat adanya pencemaran dan perusakan lingkungan. Penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan bertujuan menentukan seseorang atau badan hukum yang bertanggung jawab terhadap kerugian yang diakibatkan oleh pencemaran atau perusakan lingkungan, seseorang yang merasa dirugikan dituntut untuk membuktikan adanya pencemaran atau perusakan lingkungan.[2] Dalam penyelesaian sengketa melalui pengadilan, gugatan dapat diajukan baik secara perorangan atau kelompok masyarakat berdasarkan Pasal 84 Ayat (1) UU PPLH di atas.

 

Selain itu kelompok masyarakat juga memiliki hak menggugat atau yang dikenal dengan class action yang diatur dalam Pasal 91 UU PPLH yang berbunyi:

  • Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
  • Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
  • Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

Sejak adanya perubahan terhadap UU PPLH, ketentuan mengenai gugatan administratif dihapus sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 Angka 34 UUCK. Sehingga dasar menggugat badan usaha yang berbentuk badan hukum tidak lagi diatur dalam UU PPLH. Dalam sengketa lingkungan hidup, pihak yang merasa dirugikan akibat pencemaran dan perusakan lingkungan menuntut untuk memberikan ganti rugi atas perbuatannya dengan mengajukan gugatan. Gugatan yang diajukan oleh kelompok masyarakat harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (Perma 1/2002) yang menyatakan bahwa:

“Gugatan dapat diajukan dengan mempergunakan tata cara Gugatan Perwakilan Kelompok apabila:

  1. Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam satu gugatan;
  2. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya;
  3. Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya;
  4. Hakim dapat menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan penggantian pengacara, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kewajiban membela dan melindungi kepentingan anggota kelompoknya.”

 

Selain harus memenuhi persyaratan-persyaratan formal surat gugatan sebagaimana dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, surat gugatan perwakilan kelompok harus memuat identitas lengkap dan jelas wakil kelompok, definisi kelompok secara rinci dan spesifik, keterangan tentang anggota kelompok, posita dari seluruh kelompok baik wakil maupun anggota kelompok. Penyebutan kelompok dilakukan tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu persatu. Keterangan tentang anggota kelompok diperlukan dalam kaitannya dengan kewajiban melakukan pemberitahuan. Posita dari seluruh kelompok diberikan baik yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan terinci.

 

Gugatan Perwakilan dapat dikelompokkan beberapa bagian kelompok atau sub kelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda dan Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas dan rinci memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel yang membantu memperlancar pendistribusian ganti kerugian sebagaimana dimaksud Pasal 3 Perma 1/2002.

 

Sementara jika badan hukum yang mengajukan gugatan, persyaratan mengenai pengajuan gugatan tersebut seperti halnya dalam gugatan perdata biasa, yang berisi identitas para pihak, posita/fundamentum petendi yang merupakan dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan dari tuntutan, Petitum merupakan bagian dari surat gugatan yang berisi hal-hal yang dimohonkan untuk diputuskan oleh hakim. Pengajuan gugatan legal standing harus dibuat secara tertulis dan ditujukan kepada Ketua Pegadilan Negeri diwilayah hukum tergugat. Gugatan tersebut lalu daftarkan pada Kepaniteraan Perdata (PN) agar memperoleh nomor register perkara.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: Mirna R., S.H., M.H., CCD., & Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.

 

[1] Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, PT RajaGRafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm 287.

[2] Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012, hlm 194.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.