Bahaya! Hanya Dengan PPJB Bisa Balik Nama
Sumber foto: Techa Tungateja/Getty ImagesPPJB Bisa Untuk Balik Nama Sertifikat?
Jual beli tanah atau jual beli hak atas tanah tidak dapat dilakukan secara sembarangan karena terdapat syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi baik oleh pembeli maupun penjual. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah terang dan tunai. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria yang menyebutkan bahwa hukum agraria yang berlaku adalah hukum adat, dan syarat pembelian secara terang dan tunai merupakan hukum adat yang dihormati oleh masyarakat Indonesia.
Terang artinya wajib dilakukan dihadapan PPAT, yaitu pejabat yang ditunjuk khusus oleh pemerintah yang wilayah kerjanya sesuai dengan lokasi tanah yang akan dijual. Tunai artinya penyerahan tanah dan pembayaran harga tanah terjadi bersamaan. Dengan demikian, syarat terang dan tunai artinya proses penyerahan hak atas tanah dan bangunan harus di muka pejabat yang berwenang, dalam hal ini PPAT, serta dibayar secara tunai yang dapat dibuktikan.
Pembuktian penyerahan uang atau pembayaran yang dilakukan secara tunai dapat dilakukan dengan pernyataan para pihak yang dituangkan pada perjanjian jual beli hak atas tanah, yang lebih dikenal dengan Akta Jual Beli (AJB). Apabila belum terjadi penyerahan dan/atau pembelian secara lunas, baik harga maupun pajak, maka proses peralihan hak atas tanah belum terjadi, sehingga seharusnya tidak ada penandatanganan AJB. Hal tersebut sesuai ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut “PP 24/1997”) yang menyatakan:
Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam peusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam praktek, karena harga hak atas tanah yang semakin tinggi maka banyak pihak kesulitan untuk membeli hak atas tanah dengan sistem pembayaran seketika lunas. Ada pula yang penjualan hak atas tanah itu dibarengi dengan bangunan yang masih dalam tahap pembangunan, sehingga apa yang dijual (bidang tanah dan bangunan) tidak dapat seketika diserahkan. Hal-hal tersebut membuat belum terpenuhinya syarat terang dan tunai. Akan tetapi, apabila terdapat kesepakatan di antara para pihak bahwa di kemudian hari akan dilakukan jual beli ketika barang yang dijual siap diserahkan seluruhnya dan nilai pembelian juga sudah dapat dilunasi, maka untuk mengikat kesepakatan tersebut dapat dilakukan suatu perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) terlebih dahulu sebelum dilakukan AJB.
Baca juga artikel kami berjudul “Perbedaan PPJB dan AJB”
Berbeda dengan AJB yang dilakukan di hadapan PPAT, PPJB bisa dilakukan di hadapan notaris karena belum terjadi peralihan hak atas tanah, bahkan ada juga yang membuatnya secara bawah tangan. Keberadaan sistem PPJB sendiri awalnya merupakan inovasi dalam dunia perjanjian karena PPJB sebelumnya tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (perjanjian tidak bernama). PPJB kemudian menjadi suatu konsep yang berkembang sehingga memiliki beberapa model sistem. Tentunya konsep PPJB tersebut tidak terlepas dari berbagai problematika hukum. Tidak sedikit kasus-kasus hukum yang ada adalah berkaitan dengan PPJB. Misalkan setelah dilakukan PPJB ternyata pemilik hak atas tanah menjual kembali hak atas tanahnya ke pihak lain atau terjadi kepailitan di tengah-tengah berjalannya PPJB.
Atas banyaknya permasalahan yang timbul terkait dengan PPJB, diterbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan (selanjutnya disebut ‘SEMA 4/2016’) yang mana pada ketentuan B. Rumusan Kamar Perdata, Perdata Umum, Angka 7 menyatakan, “peralihan hak atas tanah berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) secara hukum terjadi jika pembeli telah membayar lunas harga tanah serta telah menguasai objek jual beli dan dilakukan dengan itikad baik.”
SEMA 4/2016 menentukan hal yang berbeda dengan Pasal 37 PP 24/1997 yang mengatur bahwa peralihan hak atas tanah baru terjadi dengan adanya AJB. Lalu apakah artinya dengan adanya SEMA 4/2016, maka (calon) pembeli cukup dengan PPJB bisa balik nama sertifikat hak atas tanah ketika telah membayar harga jual beli secara lunas? Dan apakah artinya AJB tidak perlu dilakukan lagi?
PPJB Lunas dan PPJB belum lunas
Nyatanya konsep PPJB berkembang dengan berbagai macam sistem. Terdapat berbagai macam klasifikasi jenis-jenis PPJB di antaranya pembedaan jenis PPJB berdasarkan tahap pembayaran (calon) pembeli. Ketika (calon) pembeli telah melunasi harga pembelian, maka PPJB yang dilakukan disebut ‘PPJB lunas’ sedangkan apabila (calon) pembeli masih akan melakukan pembayaran secara bertahap, maka disebut ‘PPJB belum lunas’. PPJB lunas inilah yang disebut dalam SEMA 4/2016 telah terjadi peralihan hak atas tanah.
Meski berdasarkan SEMA 4/2016 dikatakan telah terjadi peralihan hak atas tanah, namun PPJB lunas tersebut tetap tidak semerta-merta dapat menjadi dasar balik nama kepemilikan hak atas tanah. Secara administratif tetaplah diperlukan AJB. Pun demikian dalam praktek, penandatanganan PPJB lunas umumnya dibarengi dengan penandatanganan kuasa menjual. Hal ini agar pembeli tidak perlu lagi ‘merepotkan’ penjual untuk melaksanakan proses balik nama. Dengan adanya kuasa menjual tersebut, penjual tidak perlu hadir dalam proses penandatangan AJB karena dapat dilakukan oleh pembeli selaku penerima kuasa dari penjual. Perlu diperhatikan bahwa kuasa menjual tersebut hanya dapat berlaku dalam rangka PPJB lunas atau harga jual telah dilunasi.
Baca artikel terkait:
Macam-macam Peralihan Hak atas Tanah
Hukum Agraria oleh I Ketut Oka Setiawan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Penulis: Mirna R., S.H., M.H., C.C.D.
Editor: R. Putri J., S.H., M.H., CTL. CLA.
Sumber:
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah; dan
- Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanYurisprudensi Tentang Pihak Dalam Perkara, Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor...
Dugaan Perselingkuhan Pilot dan Pramugari: Berikut Analisis Dari Sudut...
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.
