Apa itu Sans Prejudice dalam Pasal 7 Huruf a Kode Etik Advokat Indonesia

Apa itu Sans Prejudice?
Apa itu sans prejudice? Istilah “sans prejudice” secara harfiah dapat berarti “without prejudice” atau tanpa prasangka. Rekan mungkin pernah membaca dokumen yang dibubuhi label sans prejudice. Apakah kira-kira akibatnya jika suatu dokumen diberi label atau bertuliskan sans prejudice?
Istilah sans prejudice dapat ditemukan pada Pasal 7 Huruf a Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) yang menyatakan, “Surat-surat yang dikirim oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara dapat ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan “Sans Prejudice “.
Dalam hal ini artinya surat-surat yang dibubuhi catatan sans prejudice adalah surat menyurat di antara sesama advokat saja.
Umumnya surat menyurat ini dilakukan dalam rangka perdamaian maka dari itu dibubuhi catatan sans prejudice.
Apakah mengikat di pengadilan?
Setelah kita memahami apa itu sans prejudice, lalu bagaimana jika seorang advokat tetap memaksa mengajukannya sebagai bukti di pengadilan?
KEAI sendiri merupakan peraturan internal advokat dalam organisasinya, lalu apakah aturan ini mengikat di pengadilan ataukah hanya memiliki implikasi terhadap status keanggotaan dalam organisasi advokat saja?
Secara praktek dokumen-dokumen yang dibubuhi catatan sans prejudice yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud Pasal 7 Huruf a KEAI umumnya ditolak menjadi alat bukti ketika diajukan di persidangan.
Hal tersebut juga sesuai dengan asas keterpisahan proses mediasi dengan litigasi. Berdasarkan Pasal 35 Ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (Perma 1/2016):
“Jika Para Pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan Para Pihak dalam proses Mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara.”
Maka sudah sewajarnya surat-menyurat antar sesama teman sejawat advokat yang dibubuhi catatan sans prejudice tidak diterima sebagai alat bukti. Hal tersebut juga beresiko bagi advokat yang bersangkutan karena bisa dikenai sanksi oleh organisasi advokatnya.
Lebih lanjut, meski pun KEAI merupakan aturan internal organisasi advokat, kedudukanya ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat (UU Advokat).
Pasal 14 UU Advokat menyatakan, “Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15 UU Advokat menyatakan, “Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.”
Pasal 26 Ayat (1) dan (2) UU Advokat menyatakan:
(1) Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, disusun kode etik profesi Advokat oleh Organisasi Advokat.
(2) Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Sehingga KEAI memiliki kedudukan yang diakui secara undang-undang.
Perlu diingat, dokumen yang dibubuhi catatan sans prejudice dapat dijadikan alat bukti dalam hal dokumen itu bukan surat menyurat di antara teman sejawat advokat, misalnya antara advokat dengan orang yang bukan merupakan anggota organisasi advokat.
Begitu juga surat menyurat di antara sesama pihak yang bukan merupakan anggota organisasi advokat maka dapat diajukan sebagai alat bukti walau pun terdapat catatan sans prejudice. Kecuali dokumen-dokumen mediasi yang diatur larangannya untuk diajukan sebagai alat bukti berdasarkan Perma 1/2016.
Baca juga:
Dewan Kehormatan Advokat Dan Kewenangannya
Sanksi Bagi Advokat yang Menelantarkan Kepentingan Klien
Mahkamah Konstitusi Merubah Isi Pasal 28 Ayat (3) UU Advokat
Conflict of Interest Dalam Kode Etik Advokat
Sumber:
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat;
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan; dan
- Kode Etik Advokat Indonesia
Penulis: Mirna R., S.H., M.H., C.C.D.
Editor: R. Putri J., S.H., M.H., CTL. .CLA.
Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice | Apa Itu Sans Prejudice |
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanLembaga Sensor Film dan 8 Tugasnya
X Izinkan Konten Bermuatan Pornografi, Kominfo Ancam Blokir

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.