Zakat dan Pajak Penghasilan Dari Sudut Pandang Integrasinya di Indonesia

Zakat dan Pajak Penghasilan
Peraturan Zakat di Indonesia
Pada tahun 1999 lahir Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (UU 38/1999) yang mana menjadi sejarah penting bagi pengelolaan zakat di Indonesia. Undang-undang tersebut menjadi tonggak kebangkitan pengelolaan zakat di Indonesia setelah sekian puluh tahun termarjinalkan serta merupakan titik balik terpenting dunia zakat nasional.
Kemudian pada tahun 2011, dilakukan revisi terhadap Undang-Undang zakat tahun 1999. Yaitu dengan disahkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (UU 23/2011). UU 23/2011 sebagai revisi UU 38/1999 (UU Zakat). Berdasarkan UU 23/2011, pengelolaan zakat dilakukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, dari tingkat nasional sampai kecamatan. Untuk tingkat nasional dibentuk BAZNAS, tingkat provinsi dibentuk BAZNAS Provinsi, tingkat kabupaten/kota dibentuk BAZNAS Kabupaten/Kota dan tingkat kecamatan dibentuk BAZNAS Kecamatan. Guna tercapainya tujuan yang lebih optimal dalam pengelolaan zakat untuk kesejahteraan umat, maka dalam Undang-undang disebutkan bahwa Lembaga Pengelola Zakat tidak hanya mengelola zakat, tetapi juga mengelola infaq, sedekah, hibah, wasiat, waris dan kafarat.
Menurut laporan Kementerian Keuangan 2013, kontribusi sektor pajak dalam pendapatan nasional sangat minim, hal itu disebabkan karena tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak masih rendah. Jika penerimaan pajak dapat dimaksimalkan mendekati angka penerimaan ideal dan pada saat bersamaan tingkat kebocoran anggaran dapat ditekan seminimal mungkin, maka bukan tidak mungkin pemerintah tidak perlu lagi meminjam dana hutangan dari negara donor ataupun lembaga keuangan Internasional. Di sinilah sebetulnya letak urgensi gagasan dari pengurangan zakat (tax credit), terutama sebagai salah satu solusi alternatif meningkatkan penerimaan pajak.[1]
Integrasi Zakat dan Pajak Penghasilan
Mengenai proses regulasi pengelolaan zakat hingga zakat mengurangi pembayaran pajak (dalam hal ini pajak penghasilan), hal ini sudah diatur sejak adanya UU 38/1999tentang Pengelolaan Zakat, dan kemudian lebih dipertegas oleh UUU 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat.[2]
Dalam UU 38/1999 telah dicantumkan upaya mengintegrasikan zakat dan pajak penghasilan. Namun kedudukan zakat dalam Undang-Undang ini hanya sebagai insentif fiskal bagi pembayar zakat, atau zakat sebagai pengurang pendapatan kena pajak (tax deduction). Ketentuan zakat sebagai tax deduction tersebut baru dapat diimplementasikan setelah Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-163/PJ/2003 dikeluarkan (Jurnal ZISWAF Dompet Dhuafa).
Pasal 22 UU Zakat menyebutkan bahwa zakat yang diterima BAZ atau LAZ dan Mustahik, tidak termasuk sebagai objek pajak melainkan dikurangkan dari penghasilan kena pajak, serta zakat penghasilan yang dibayarkan Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki pemeluk agama Islam ke BAZ/LAZ, menjadi faktor pengurang dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak. Hal itu juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan (UU Pajak Penghasilan) memungkinkan rabat, yaitu pemotongan pajak penghasilan bagi mereka yang telah membayar zakat.
Mekanisme pengurangan pajak dapat ditemukan dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-6/PJ/2011 Tahun 2011 tentang “Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto”. Misalkan seseorang memiliki penghasilan bruto sebesar Rp. 63.000.000 dengan biaya-biaya kebutuhan Rp.3.000.000 maka zakat yang harus dikeluarkan adalah Rp.60.000.000 x 2,5% = Rp. 1.500.000.
Berdasarkan perhitungan tersebut, jumlah penghasilan bruto menjadi Rp. 58.500.000 (Rp.63.000.000-Rp.3.000.000-Rp.1.500.000). Jumlah yang telah dikurangi pembayaran zakat itulah yang kemudian terhitung sebagai wajib pajak. Misalkan dengan pajak penghasilan 5% dari Rp. 58.500.000, pajak yang harus dibayarkan adalah Rp. 2.925.000.
Oleh karena itu, jika orang tersebut tidak membayar zakat dengan penghasilan Rp. 63.000.000.00 dan dikenakan pajak penghasilan 5%. Maka, jumlah pajak yang harus dibayarkan menjadi Rp. 3.150.000.00 (Rp.63.000.000.00 x 5%). Dengan kata lain, selain melaksanakan kewajiban sebagai penganut agama Islam yang baik, menunaikan zakat sekaligus mengurangi beban pajak seseorang.
Integrasi zakat dan pajak penghasilan tersebut tentunya akan memberikan keuntungan bagi para pihak. Para Wajib Pajak tidak terlalu berat untuk mengeluarkan zakat dan/atau pajak, penerimaan negara melalui pajak pun akan lancar manakala Para Wajib Pajak diberikan keringanan berupa pembayaran pajak dari nilai yang telah dikurangkan dari zakat.
Penulis: Hasna M. Asshofri, S.H.
Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD
[1] Murtadho Ridwan, “Zakat Vs Pajak: Studi Perbandingan Di Beberapa Negara Muslim”, ZISWAF, 2014, 141-143.
[2] Moh. Abdur Rohman Wahid, “Intergrasi Pajak dan Zajat di Indonesia Pespektif Hukum Islam dan Hukum Positif,” El-JIZYA, 1 (Juni 2016), 45.
Baca juga:
Tonton juga:
Audio Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam Buku 2, 3, dan Penjelasan
zakat dan pajak penghasilan| zakat dan pajak penghasilan| zakat dan pajak penghasilan| zakat dan pajak penghasilan| zakat dan pajak penghasilan| zakat dan pajak penghasilan| zakat dan pajak penghasilan| zakat dan pajak penghasilan| zakat dan pajak penghasilan| zakat dan pajak penghasilan| zakat dan pajak penghasilan| zakat dan pajak penghasilan| zakat dan pajak penghasilan|
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanCagar Budaya di Indonesia Dan Ini 4 Syaratnya
Corporate Social Responsibility Bagi Perusahaan dan Besarannya

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.