Upaya Hukum Biasa Atas Putusan Pidana

Upaya hukum biasa atas putusan pidana menjadi hak baik bagi terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum dalam suatu perkara pidana. Disamping itu, upaya hukum merupakan salah satu sistem kontrol dalam sistem peradilan pidana, sebab putusan yang telah dijatuhkan diuji kembali oleh tingkat pengadilan yang lebih tinggi.
Berbeda dengan sistem peradilan perdata umum yang upaya hukum biasanya terdiri dari banding dan kasasi, dimana para pihak dapat menempuh jenjang setiap upaya hukum tersebut, dalam sistem peradilan pidana tidak seluruh putusan dapat diajukan upaya hukum yang sama. Upaya hukum dalam sistem peradilan pidana terdiri dari upaya hukum banding dan upaya hukum kasasi, namun banding hanya dapat diajukan terhadap putusan selain putusan bebas dan lepas, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan sebagai berikut:
“Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat”
Untuk informasi lebih lanjut terkait putusan lepas/onslag dan putusan bebas/vrijspraak silahkan membaca artikel dengan judul “Onslag dan Vrijspraak”. Dengan demikian, pada dasarnya yang dapat diajukan upaya hukum banding adalah perkara pidana biasa yang menjatuhkan putusan pidana kepada terdakwa.
Selanjutnya berkaitan dengan upaya hukum kasasi, pada dasarnya Pasal 244 KUHAP hanya memperbolehkan upaya hukum kasasi diajukan terhadap segala putusan kecuali putusan bebas. Namun demikian, praktek menyatakan lain, yaitu dapat diajukannya kasasi terhadap putusan bebas. Hal tersebut tidak lain dikarenakan pada anggal 10 Desember 1983 telah terbit Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dalam angka 19 Lampiran disebutkan bahwa:
“Tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadpa putusan bebas dapat dimintakan kasasi.”
Lebih lanjut, yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Register Nomor 275 K/Pid/1983 juga menerima kasasi terhadap putusan bebas. Dengan demikian, berdasar pada ketentuan yang ada, praktek, dan yurisprudensi yang ada, maka putusan bebas sudah dapat diajukan upaya hukum kasasi.
Tidak adanya upaya hukum banding baik bagi putusan bebas dan putusan lepas, menjadikan tidak adanya pemeriksaan terhadap fakta-fakta untuk kedua kalinya terhadap putusan yang menjatuhkan putusan lepas dan bebas tersebut, menjadikan pengadilan tingkat pertama harus sangat berhati-hati dalam memeriksa dan menilai serta menghargai bukti-bukti. Hal tersebut dikarenakan dalam tingkat kasasi tidak ada lagi pemeriksaan terkait bukti-bukti, yang artinya Majelis Hakim Tingkat Kasasi sudah tidak lagi melakukan penilaian terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta yang ada, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung yang memberikan kewenangan kepada Majelis Hakim Tingkat Kasasi untuk membatalkan putusan tingkat pertama atau tingkat banding, hanya dengan alasan putusan tersebut tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku; lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.