Tindak Pidana Persekusi dan Pemerkosaan Serta Perbedaannya

Tindak Pidana Persekusi dan Pemerkosaan
Persekusi dan pemerkosaan adalah 2 (dua) kejahatan yang berbeda. Namun kedua hal tersebut dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Kedua kejahatan tersebut dapat terjadi dalam waktu yang sama. Contohnya, seorang jaksa dapat mencoba membuktikan adanya persekusi berbasis gender, apabila ada pemerkosaan yang dilakukan dalam konteks pengingkaran berat terhadap hak-hak dasar sekelompok perempuan. Di Timor Timur, pada masa jajak pendapat pada tahun 1999, kelompok milisi dan aparat keamanan Indonesia memisahkan kaum perempuan sesudah penyerangan terhadap pengungsi di Gereja Suai, dan membawa mereka ke sebuah sekolah. Di sana banyak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Dalam kasus tersebut, dapat dibuktikan bahwa pemerkosaan yang terjadi adalah bagian dari persekusi terhadap kelompok politik tertentu (orang-orang yang dianggap pro kemerdekaan) khususnya kelompok perempuan (karena mereka perempuan, dipisahkan dan disasar untuk kekerasan seksual).
Tindak Pidana Persekusi
Black’s Law Dictionary mendefinisikan persekusi “Persecution means Violent, cruel, and oppressive treatment directed toward a person or group of persons because of their race, religion, sexual orientation, politics, or other beliefs”. Bila diterjemahkan berarti perlakuan yang kejam, dan menindas yang ditujukan kepada seseorang atau sekelompok orang karena ras, agama, orientasi seksual, politik, atau kepercayaan lain. Menurut Masyhur Effendi, persekusi adalah perampasan dengan sengaja dan kejam terhadap hak-hak dasar dan berhubungan dengan meniadakan identitas kelompok yang merupakan pelanggaran hukum internasional.
Istilah persekusi terdapat dalam rumusan Pasal 7 Ayat (1) Statuta Roma yang mendefinisikan bahwa “persecution means the intentional and severe deprivation of fundamental rights contrary to international law by reason of the identity of the group or collectivity”. Dari pengertian tersebut terdapat unsur kesengajaan melakukan perampasan terhadap hak-hak fundamental yang bertentangan dengan hukum internasional dengan identitas kelompok. Contoh perampasan hak-hak fundamental seperti pembunuhan, pemusnahan, pemindahan paksa penduduk, kejahatan apartheid, penyiksaan, penghilangan paksa. Berdasarkan ketentuan statuta roma, bentuk perbuatan melawan hukum yang diuraikan dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) seperti: pembunuhan, pemusnahan, pemindahan paksa penduduk, kejahatan apartheid, penyiksaan, penghilangan paksa, pemerkosaan dengan motif politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama dan jenis kelamin.
Sementara dalam hukum pidana yang berlaku saat ini di Indonesia yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang merupakan terjemahan dari Wetboek van Strafrecht (KUHP Wvs) tidak mengenal istilah persekusi. Akan tetapi perbuatan-perbuatan yang didefinisikan baik dalam Statuta Roma tersebut, pada praktiknya sering diancam hukuman pidana Pasal 170 KUHP WvS tentang pengeroyokan, Pasal 351 KUHP Wvs tentang penganiayaan dan Pasal 368 KUHP WvS tentang kekerasan dengan ancaman. Apabila melihat dari unsur-unsur ancaman hukuman pidana yang dimuat dalam pasal-pasal KUHP WvS tersebut, masih belum menjangkau perbuatan persekusi sebagaimana definisi-definisi yang telah diuraikan di atas.
Oleh karena itu, untuk menilai suatu kejahatan agar dapat dikategorikan sebagai persekusi, harus memenuhi 4 (empat) unsur kejahatan yaitu:
- Apabila pelaku kejahatan dengan secara nyatanya menghilangkan hak-hak dasar orang lain.
- Apabila pelaku kejahatan tersebut telah menargetkan seseorang atau sekelompok orang atas dasar bedanya identitas.
- Adanya orang maupun kelompok yang dibidik atas dasar Politik, Ras, Kewarganegaraan, Etnis, Budaya, Agama, Gender yang secara universal dilarang dalam hukum internasional.
- Untuk dikategorikan sebagai kejahatan persekusi, sebagaimana perbuataan itu diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, di antaranya yakni: pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, deportasi atau pemindahan paksa penduduk, pemenjaraan atau tekanan-tekanan kebebasan fisik yang kejam yang melanggar peraturan dasar hukum internasional, penyiksaan, penculikan/penghilangan paksa, kejahatan apartheid atau kejahatan lain yang menjadi yurisdiksi ICC.
Tindak Pidana Pemerkosaan
Memperkosa berarti menundukkan dengan kekerasan, memaksa, melanggar dengan kekerasan. Dalam Black’s Law Dictionary pemerkosaan adalah hubungan seksual yang melanggar hukum dilakukan oleh seorang pria kepada seorang wanita yang bukan istrinya dengan menggunakan cara paksaan yang bertentangan atas kehendak pihak wanita; atau perbuatan seksual yang melanggar hukum dengan seorang perempuan tanpa persetujuan dengan paksaan atau ancaman.
Secara kriminologis, pengertian pemerkosaan didasarkan tidak adanya persetujuan dari para pihak wanita. Pengertian penetrasi tidak hanya harus melalui vagina tetapi pula dimasukkan anus. Dapat pula yang dimasukkan bukan penis si pelaku tetapi jari, kayu, botol, atau apa saja, jadi perkosaan berarti hubungan seksual yang dilakukan tanpa kehendak wanita. Biarpun tidak melawan kalau hubungan seks itu dipaksakan berarti perkosaan. Sementara menurut Wirdjono Prodjodikoro mengungkapkan bahwa pemerkosaan adalah seorang laki-laki yang memaksa seorang perempuan yang bukan isterinya untuk bersetubuh dengan dia, sehingga sedemikian rupa ia tidak dapat melawan, maka dengan terpaksa ia mau melakukan persetubuhan itu.
Pendapat Wirdjono itu juga menekankan mengenai pemaksaan hubungan seksual (bersetubuh) pada seseorang perempuan yang bukan isterinya, pemaksaan yang dilakukan laki-laki membuat atau mengakibatkan perempuan terpaksa melayani persetubuhan. Berbeda halnya dengan tindak pidana persekusi, pemerkosaan diatur dalam 285 KUHP Wvs yang berbunyi:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Dari pengertian pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tindak pidana pemerkosaan merupakan suatu perbuatan memaksa atau dengan cara apapun diluar kehendak seorang wanita yang tidak memiliki ikatan perkawinan dengannya untuk melakukan persetubuhan dengannya disertai kekerasan ataupun ancaman kekerasan sehingga perempuan tersebut mau melakukan persetubuhan.
Tindak Pidana Persekusi dan Pemerkosaan Dalam KUHP 2023
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP), persekusi saat ini telah diatur dan dirumuskan dalam kategori tindak pidana berat terhadap hak asasi manusia. Hal tersebut diatur dalam Pasal 599 Huruf c UU KUHP yang berbunyi:
Dipidana karena Tindak Pidana terhadap kemanusiaan, Setiap Orang yang melakukan salah satu perbuatan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan terhadap penduduk sipil, berupa:
- persekusi terhadap kelompok atau perkumpulan atas dasar politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, kepercayaan, jenis kelamin, atau persekusi dengan alasan diskriminatif lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun;
Bila ditinjau secara mendalam, rumusan Pasal 599 Huruf c UU KUHP tersebut sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 7 Ayat (1) Statuta Roma. Artinya persekusi dapat terjadi apabila memiliki unsur serangan yang meluas atau sistematis. Masuknya tindak pidana persekusi tersebut dalam UU KUHP menegaskan bahwa ke depannya rujukan hukuman terhadap perbuatan persekusi sebagai tindak pidana tidak lagi mengacu pada beberapa ketentuan yang diatur dalam KUHP Wvs.
Selain tindak pidana persekusi, tindak pidana pemerkosaan juga diatur dalam Pasal 473 UU KUHP. Secara rumusan, tidak jauh berbeda dengan unsur-unsur yang diatur dalam KUHP Wvs. Akan tetapi terdapat penambahan perbuatan yang dikategorikan sebagai pemerkosaan sebagaimana Pasal 473 UU KUHP yang berbunyi:
- Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
- Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:
- persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupalan suami/istrinya yang sah;
- persetubuhan dengan Anak;
- persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya; atau
- persetubuhan dengan penyandang disabilitas mental dan/ atau disabilitas intelektual dengan memberi atau menjanjikan uang atau Barang, wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan dengannya, padahal tentang keadaan disabilitas itu diketahui.
- Dianggap juga melakukan Tindak Pidana perkosaan, jika dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan cara:
- memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain;
- memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya sendiri; atau
- memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.
Lebih lanjut, UU KUHP mempertegas pemerkosaan tersebut apabila dilakukan kepada seorang anak. Ancaman yang dikenakan berupa pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Selain itu, jika pemerkosaan dilakukan dalam ikatan perkawinan, tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan Korban. Apabila pemerkosaan tersebut mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. Sementara apabila pemerkosaan mengakibatkan matinya orang, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana Pasal 473 Ayat (1) UU KUHP. Apabila pemerkosaan tersebut dilakukan secara bersama-sama dan bersekutu, atau dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan bahaya, keadaan darurat, situasi konflik, bencana, atau perang, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
Dengan demikian ditinjau secara mendalam terdapat perbedaan antara tindak pidana persekusi dan pemerkosaan. Kedua perbuatan tersebut memang dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Akan tetapi, dalam hukum pidana di Indonesia membedakan hal tersebut. Meskipun secara kategori berbeda, keduanya terdapat perubahan dalam UU KUHP sebagaimana yang telah diuraikan di atas.
Penulis: Rizky P. J, S.H.
Editor: Mirna. R, S.H., M.H., C.C.D & R. Putri J, S.H., M.H., C.T.L., C.L.A
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanMengawal Ambulance Di Jalan Dapat Dikenakan Hukuman Pidana
Perselisihan Hak dan Perselisihan Kepentingan Sebagai perselisihan Hubungan Industrial;...

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.