Permohonan Praperadilan Atas Obyek yang Sama Dengan Alasan Berbeda

Permohonan Praperadilan atas obyek yang sama dengan alasan berbeda memiliki maksud bahwa suatu permohonan praperadilan tersebut diajukan terhadap satu tindakan yang sama namun alasannya berbeda. Sebagai contoh permohonan praperadilan diajukan terhadap penahanan yang dianggap tidak sah karena dilakukan oleh penyelidik, dan untuk kedua kalinya permohonan praperadilan juga diajukan terhadap penahanan yang sama yang dianggap tidak sah karena tanpa surat perintah.

Permohonan praperadilan merupakan salah satu sistem pengawasan terhadap pelaksanaan hukum acara pidana. Praperadilan merupakan salah satu lembaga baru yang diatur dalam KUHAP Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Akan tetapi jika ditinjau dari struktur dan susunanannya, praperadilan bukanlah suatu lembaga pengadilan yang berdiri sendiri,[1] sebab keberadaan praperadilan merupakan satu-kesatuan dengan Pengadilan Negeri sebagai lembaga peradilan pada tingkat pertama.

Jika melihat sekilas dari peristilahannya terdapat kata “pra” yang lazimnya orang akan menyamakan dengan kata “sebelum”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga diartikan dengan kata serupa selain dari arti kata “di depan” dan “mendahului”. Definisi dari praperadilan sendiri dapat ditemukan dalam KUHAP. Pasal 1 Butir 10 KUHAP mendifinisikan pengertian praperadilan sebagai berikut ini:

“Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

  1. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

Lebih lanjut praperadilan diatur dalam Bab X tentang Wewenang Pengadilan Untuk Mengadili pada Bagian Kesatu tentang Praperadilan dari Pasal 77 hingga Pasal 83. Pasal 77 KUHAP kembali mempertegas dasar hukum dari pengajuan praperadilan. Lebih rinci wewenang dari praperadilan dijabarkan sebagai berikut ini:[2]

  1. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya upaya paksa pada penangkapan, penahanan, penggeledahan atau penyitaan.
  2. Memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan karena bisa saja alasan dilakukannya pengehentian tidaklah memiliki alasan yang jelas.
  3. Memeriksa tuntutan ganti rugi yang diajukan Pemohon karena penangkapan atau penahanannya tidak sah, penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan kekeliruan mengenai siapa sebenarnya orang yang seharusnya ditangkap, ditahan atau dilakukan pemeriksaan terhadapnya.
  4. Memeriksa dan memutus permintaan rehabilitasi yang diajukan pemohon atas penangkapan atau penahanan karena diduga dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas.
  5. Memeriksa tindakan penyitaan pada pelaksanaan Surat Izin atau Surat Persetujuan apakah dalam pelaksanaan penyitaan sudah sesuai dengan Surat Izin atau Surat Persetujuan atau telah melampauinya.

Untuk informasi lebih lanjut, dapat dibaca dalam artikel berjudul Praperadilan.

Salah satu praktek praperadilan dapat ditemukan dalam Putusan Nomor 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt.Sel.[3] Praperadilan yang diajukan berkaitan dengan penetapan tersangka, yang mana diputuskan bahwa penetapan tersangka adalah termasuk dalam objek praperadilan.

Putusan praperadilan ditingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk diajukan permohonan praperadilan kembali pada tingkat pemeriksaan oleh Penuntut Umum. Dalam Hukum Acara Pidana dikenal asas hukum nebis in idem yang berarti bahwa seseorang tidak boleh dijatuhi tuntutan yang sama apabila telah ada putusan yang memiliki kekuatan hukum yang tetap. Hal ini juga sebagaimana yang diatur dalam Pasal 76 KUHAP. Akan tetapi berbeda keberlakuannya dalam pengajuan permohonan praperadilan dimana hukum di Indonesia belum mengatur mengenai apakah praperadilan dapat diajukan untuk kedua kalinya. Karena dalam prakteknya dilapangan bisa saja permohonan praperadilan yang diajukan belum bisa menjawab suatu permasalahan yang sedang terjadi. Karena belum ada hukum yang mengatur, praperadilan boleh diajukan kembali asalkan alasan pengajuannya masih sejalan dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam KUHAP serta masih memperhatikan asas nebis in idem.

Garis besar dari putusan praperadilan diatur dalam Pasal 82 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP. Sifat putusan dari praperadilan adalah deklaratoir dimana sifat dari putusan ini adalah menentukan sah atau tidaknya suatu keadaan mengingat tujuan dari diadakannya praperadilan itu sendiri. Putusannya harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya. Amar penetapan dari putusan praperadilan biasanya berupa suatu pernyataan yang diantaranya adalah sebagai berikut ini:[4]

  • Sah atau tidaknya Penangkapan atau Penahanan.
  • Sah atau tidaknya Penghentian Penyidikan atau Penuntutan.
  • Diterima atau Ditolaknya Permintaan Ganti Kerugian atau Rehabilitasi.
  • Perintah pembebasan dari tahanan.
  • Perintah untuk kembali melanjutkan Penyidikan atau Penuntutan.
  • Penentuan besarnya ganti kerugian.
  • Suatu pernyataan yang berisi pemulihan Nama Baik Tersangka.
  • Suatu perintah yang isinya memerintahkan untuk mengembalikan barang sitaan.

Dengan demikian, pengajuan praperadilan lebih dari satu kali dengan objek perkara yang berbeda dapat dilakukan sepanjang hal ini diperlukan untuk menilai suatu kebenaran dalam proses penanganan perkara pidana sebelum diperiksa atau dimulainya sidang pemeriksaan pokok perkara di Pengadilan. Namuun demikian, obyek yang sama dengan alasan yang berbeda tentunya tidak dapat diajukan mengingat perlu adanya kepastian hukum.

[1] Harahap, Yahya. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, Dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.

[2]Op.cit. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, Dan Peninjauan Kembali, hlm 5.

[3]Kepaniteraan. Mahkamah Agung.go.id. Artikel: Praperadilan Pasca 4 Putusan MK oleh : Dr.Riki Perdana Raya Waruwu, S.H., M.H.

[4]Op.cit. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, Dan Peninjauan Kembali, hlm 19-20.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.