Penggolongan Benda Dalam Buku 2 KUH Perdata dan Peralihan Kepemilikannya

Penggolongan benda merupakan salah satu hal yang diatur dalam Bagian 2 Buku 2 KUH Perdata. Berdasar pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, benda diartikan sebagai, “segala yang ada dalam alam yang berwujud dan berjasad.[1] Sedangkan Pasal 499 KUH Perdata memberikan pengertian benda sebagai:

“benda adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi obyek dari hak milik.”

Berdasar pengertian tersebut, maka pengertian benda dalam KUH Perdata bukan hanya beda berwujud seperti dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, melainkan juga sesuatu yang tidak berwujud. Di samping penggolongan tersebut, terdapat juga penggolongan-penggolongan benda lainnya.[2]

  1. Benda Berwujud dan Benda Tidak Berwujud

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, KUH Perdata mengakui benda bukan hanya suatu hal yang berwujud atau berjasad saja, melainkan juga suatu hal yang tidak berwujud. Hal tersebut diatur dalam Pasal 503 KUH Perdata yang menyatakan:

“Ada barang yang bertubuh, dan ada barang yang tak bertubuh.”

Benda berwujud tentunya dapat dengan mudah dimengerti, sebab hal tersebut adalah segala hal di alam yang dapat dilihat oleh indra penglihatan dan dirasakan oleh indra perasa yang dimiliki oleh subyek hukum.

Berbeda halnya dengan benda tidak berwujud yang terkadang membuat banyak orang tidak mengerti atau salah paham. Benda Tidak Berwujud pada dasarnya adalah suatu hal yang tidak dapat dirasakan oleh indra perasa subyek hukum, namun dapat digunakan sebagai obyek perjanjian. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 499 KUH Perdata, benda tidak berwujud tersebut adalah hak. Sebagai contoh benda tidak berwujud adalah piutang, yang mana dapat dialihkan dengan perjanjian. Contoh lain dari benda tidak berwujud adalah kepemilikan saham, yang banyak pula menjadi perdebatan karena beberapa perusahaan mengeluarkan surat saham. Meski demikian, jika melihat kembali esensi saham, tidak satupun kita dapat melihat benda yang bernama saham itu sendiri.

 

  1. Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak

Penggolongan benda bergerak dan benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 504 KUH Perdata yang menyatakan:

“Ada barang yang bergerak dan ada barang yang tak bergerak, menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam kedua bagian berikut ini.”

Contoh benda bergerak adalah logam mulia emas yang dapat dibawa dan dipindahkan dengan mudah oleh subyek hukum, ada pula kendaraan bermotor. Adapun Pasal 511 KUH Perdata memberikan perincian benda bergerak sebagai berikut:

Yang dianggap sebagai barang bergerak karena ditentukan undang-undang adalah:

  1. hak pakai hasil dan hak pakai barang-barang bergerak;
  2. hak atas bunga yang dijanjikan, baik bunga yang terus-menerus, maupun bunga cagak hidup;
  3. perikatan dan tuntutan mengenai jumlah uang yang dapat ditagih atau mengenai barang bergerak;
  4. bukti saham atau saham dalam persekutuan perdagangan uang, persekutuan perdagangan atau persekutuan perusahaan, sekalipun barang-barang bergerak yang bersangkutan dan perusahaan itu merupakan milik persekutuan. Bukti saham atau saham ini dipandang sebagai barang bergerak, tetapi hanya terhadap masing-masing peserta saja, selama persekutuan berjalan;
  5. Saham dalam utang negara Indonesia, baik yang terdaftar dalam buku besar, maupun sertifikat, surat pengakuan utang, obligasi atau surat berharga lainnya, berserta kupon atau surat-surat bukti bunga yang berhubungan dengan itu;
  6. sero-sero atau kupon obligasi dari pinjaman lainnya, termasuk juga pinjaman yang dilakukan negara-negara asing.

Selanjutnya, contoh benda tidak bergerak adalah benda-benda yang memang tidak dapat dipindahkan oleh subyek hukum namun dapat dimiliki haknya oleh subyek hukum. Sebagai contoh adalah lahan atau bidang tanah, dimana subyek hukum tidak dapat memindahkan suatu lahan/bidang tanah tersebut karena tentunya lahan/bidang tanah tersebut menempel pada bumi. Contoh lain dari benda tidak bergerak adalah kapal-kapal dengan berat 20 m3.  Pasal 506 KUH Perdata dan Pasal 507 KUH Perdata memberikan perincian benda tidak bergerak dengan spesifik tertentu, yaitu:

Pasal 506

Barang tak bergerak adalah:

  1. tanah pekarangan dan apa yang didirikan di atasnya;
  2. penggilingan, kecuali yang dibicarakan dalam Pasal 510;
  3. pohon dan tanaman ladang yang dengan akarnya menancap dalam tanah, buah pohon yang belum dipetik, demikian pula barang-barang tambang seperti batu bara, sampah bara dan sebagainya, selama barang-barang itu belum dipisahkan dan digali dari tanah
  4. kayu belukar dari hutan tebangan dan kayu dari pohon yang tinggi, selama belum ditebang;
  5. pipa dan salurán yang digunakan untuk mengalirkan air dari rumah atau pekarangan; dan pada umumnya segala sesuatu yang tertancap dalam pekarangan atau terpaku pada bangunan.

Pasal 507

Yang termasuk barang tak bergerak karena tujuan adalah:

  1. pada pabrik; barang hasil pabrik, penggilangan, penempaan besi dan barang tak bergerak semacam itu, apitan besi, ketel kukusan, tempat api, jambangan, tong dan perkakas-perkakas sebagainya yang termasuk bagian pabrik, sekalipun barang itu tidak terpaku;
  2. pada perumahan: cermin, lukisan dan perhiasan lainnya bila dilekatkan pada papan atau pasangan batu yang merupakan bagian dinding, pagar atau plesteran suatu ruangan, sekalipun barang itu tidak terpaku;
  3. dalam pertanahan: lungkang atau tumbuhan pupuk yang dipergunakan untuk merabuk tanah; kawanan burung merpati; sarang burung yang biasa dimakan, selama belum dikumpulkan; ikan yang ada di dalam kolam;
  4. runtuhan bahan bangunan yang dirombak, bila dipergunakan untuk pembangunan kembali;
  5. dan pada umumnya semua barang yang oleh pemiliknya dihubungkan dengan barang tak bergerak guna dipakai selamanya. Pemilik dianggap telah menghubungkan barang-barang itu dengan barang tak bergerak guna dipakai untuk selamanya, bila barang-barang itu dilekatkan padanya dengan penggalian, pekerjaan perkayuan dan pemasangan batu semen, atau bila barang-barang itu tidak dapat dilepaskan tanpa membongkar atau merusak barang itu atau bagian dari barang tak bergerak di mana barang-barang itu dilekatkan.

Pasal 508

Yang juga merupakan barang tak bergerak adalah hak-hak sebagai berikut;

  1. hak pakai hasil dan hak pakai barang tak bergerak;
  2. hak pengabdian tanah;
  3. hak numpang karang;
  4. hak guna usaha;
  5. bunga tanah, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang;
  6. hak sepersepuluhan;
  7. bazar atau pasar yang diakui oleh pemerintah dan hak istimewa yang berhubungan dengan itu;
  8. gugatan guna menuntut pengembalian atau penyerahan barang tak bergerak.

 

  1. Benda Dipakai Habis dan Benda Tidak Dipakai Habis

Penggolongan berdasarkan habisnya benda berikut ini adalah penggolongan terhadap benda bergerak. Hal tersebut dikarenakan benda yang dapat habis dipakai adalah benda bergerak, serta Pasal 505 KUH Perdata mengatur sebagai berikut:

“Ada barang bergerak yang dapat dihabiskan, dan ada yang tidak dapat dihabiskan; yang dapat dihabiskan adalah barang-barang yang habis karena dipakai.”

Sebagai contoh benda yang tidak dipakai habis adalah segala jenis kebutuhan makanan manusia seperti gandum, nasi, dan lain-lain. Sedangkan benda tidak dipakai habis diantaranya adalah kendaraan bermotor, meja, dan lain-lain.

 

  1. Benda Sudah Ada dan benda Akan Ada

Pembagian benda sudah ada dan benda akan ada berkaitan erat dengan pembebanan sebagai jaminan utang atau pelaksanaan perjanjian. Terhadap benda yang sudah ada, dapat digunakan sebagai obyek perjanjian dan dapat dijadikan sebagai jaminan utang. Namun untuk benda yang akan ada, dapat digunakan sebagai obyek perjanjian namun tidak dapat digunakan sebagai jaminan utang. Hal tersebut dikarenakan, apabila benda yang akan ada dijadikan sebagai jaminan utang, maka resiko yang diterima oleh kreditur akan sangat besar mengingat tidak adanya kepastian benda tersebut akan benar-benar ada atau bahkan ada tepat pada waktunya.

 

  1. Benda Dalam Perdagangan dan Benda Di Luar Perdagangan

Benda dalam perdagangan dapat menjadi obyek perjanjian dagang atau obyek suatu peristiwa hukum. Namun demikian, benda di luar perdagangan tidak dapat digunakan dalam perjanjian dagang. Sebagai contoh benda di luar perdagangan adalah harta wakaf, yang mana memang tidak boleh diperjualbelikan oleh siapapun yang melakukan penguasaan atas benda tersebut, sebab tujuan benda wakaf tersebut telah jelas.

 

  1. Benda Dapat Dibagi dan Benda Tidak Dapat Dibagi

Penggolongan benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi terkait erat dengan pelaksanaan perjanjian. Terhadap benda yang dapat dibagi, para pihak dapat melaksanakan perjanjian tahap demi tahap, sebagai contoh adalah 1 ton beras. Di sisi lain, terhadap benda yang tidak dapat dibagi tentunya akan sulit jika dilakuakn dengan bertahap, sebagai contoh benda tidak dapat dibagi adalah 1 (satu) ekor sapi, yang mana jika dibagi tidak mungkin lagi berbentuk sapi seutuhnya.

 

  1. Benda Terdaftar dan Benda Tidak Terdaftar

Penggolongan benda terdaftar dan benda tidak terdaftar adalah untuk membuktikan kepemilikan suatu benda. Benda-benda terdaftar harus dibuktikan dengan nama yang tertera dalam bukti kepemilikan, seperti sertifikat hak atas tanah, Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), dan surat saham. Pendaftaran tersebut dilakukan terhadap pihak yang berwenang, seperti BPKB yang dilakukan di Samsat, hak atas tanah yang dilakukan di kantor pertanahan. Selanjutnya, benda tidak terdaftar adalah benda-benda yang tidak memerlukan pendaftaran kepada pihak manapun dan dalam surat apapun untuk membuktikan bahwa benda tersebut miliknya, seperti meja, logam mulia, dan lain-lain.

 

  1. Peralihan Benda

Dari ketujuh penggolongan benda tersebut, pada dasarnya terdapat dua cara peralihan. Peralihan yang pertama dilakukan hanya dengan penguasaan atau serah terima benda dimaksud, yang berlaku terhadap benda berwujud, bergerak, dan tidak terdaftar. Sedangkan peralihan benda tidak berwujud, tidak bergerak, dan sebagian benda bergerak, serta benda terdaftar, harus dilakukan dengan suatu pendaftaran terhadap pihak yang berwenang, dan peralihannya harus dengan menggunakan suatu akta perjanjian, baik di bawah tangan maupun secara notariil dengan memperhatikan kekuatan pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 1886 KUH Perdata. Peralihan-peralihan atau penguasaan tersebut harus dilakukan dengan didasarkan pada itikad baik sebagaimana diatur dalam Pasal 1963 KUH Perdata.

Penulis: R. Putri J.

 

[1] https://kbbi.web.id/benda

[2] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, 2000, Citra Aditya Bakti, Jakarta, halaman 124

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.