Pemkot Jambi Laporkan Siswa Karena Pencemaran Nama Baik

Beredar di media sosial remaja bernama Syarifah Fadiyah Alkaff alias Fadhiyah seorang siswi SMP dilaporkan ke Polda Jambi, imbas dari kritikan yang ia layangkan kepada Pemkot Jambi soal jalan rusak di depan kediaman neneknya. Kerusakan jalan akibat Pemkot Jambi mengizinkan truk bertonase 20 ton lebih melewati jalan lorong warga. Padahal jika merujuk Perda Nomor 4 Tahun 2017 tentang Angkutan Jalan, truk yang boleh lewat di jalan lorong warga hanya berbobot lima ton. Buntut dari video kritikannya yang bertujuan untuk mencari keadilan bagi neneknya pun berakhir pada laporan atas pencemaran nama baik terhadap Pemkot Jambi dengan dakwaan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE.[1]
Setelah Polda Jambi menerima laporan tersebut yang kemudian ditindak lanjuti melalui restorative justice, kedua belah pihak akhirnya sepakat untuk berdamai dan pada 5 Juni 2023 pihak Pemkot Jambi melalui Kabag Hukum Pemerintah Kota Jambi, Gempa Awaljon membuat surat pencabutan laporan pengaduannya dengan alasan dan pertimbangan Syarifah sudah meminta maaf. Kedua, Syarifah masih duduk di bangku SMP. Alasan ketiga, karena hati nurani.[2] Langkah Pemkot Jambi ini pun mendapatkan apresiasi dari KPAI sebab Pemkot Jambi memang sudah seharusnya melindungi Syarifah yang masih dikategorikan sebagai anak dari segala bentuk kekerasan dan bukannya melaporkan warganya sendiri yang masih di kategorikan anak.
Syarifah dalam kasus ini yang masih dikategorikan sebagai Anak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU 11/2012), yang menyatakan:
“Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.”
Berkaitan dengan apakah tindakan yang dilakukan oleh Syarifah dalam mengkritik pemerintah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE adalah tidak tepat. Sebab pasal-pasal tersebut baru dapat berlaku pada individu seseorang, bukan pada pejabat publik terkait dengan kebijakannya. Selain itu, Pemkot Jambi yang berkedudukan sebagai pemerintah daerah berkewajiban memberikan perlindungan terhadap anak sebagaimana diatur dalam Pasal 20 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UU 35/2014).
“Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak”
Di samping itu, kritikan yang disampaikan oleh Syafrida melalui sebuah video Tiktok merupakan tindakan yang tidak bertentangan dengan hukum sebab telah diatur pula dalam Pasal 1 angka 12, Pasal 24, dan Pasal 56 ayat (1) huruf b UU 35/2014, yang menyatakan:
Pasal 1 angka 12, “Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.”
Pasal 24, “Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin Anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan Anak.”
Pasal 56 ayat (1) huruf b, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan membantu Anak, agar Anak dapat:
b. bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya”
Sehingga tindakan kritik yang dilakukan oleh Syafirifa tidak terdapar unsur yang bertentangan dengan hukum dan justru mendapatkan perlindungan dari supremasi hukum tertinggi di Indonesia yaitu, berdasarkan Pasal 28E ayat (3) dan 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi:
Pasal 28E ayat (3), “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Pasal 28F, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan peribadi dan lingkungan sosialnya serta untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”
Kemudian penafsiran Pasal ini diakomodir melalui Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum Pasal 1 ayat (1), yang berbunyi:
“Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Bentuk pengaturan lebih lanjut tentang hak asasi manusia terhadap kebebasan berpendapat di muka umum adalah pada peraturan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang tertuang dalam beberapa pasal, yakni Pasal 14, 23, dan 25 yang menyatakan perlindungan dalam kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat maupun menyampaikan informasi.
Adapaun kebebasan berpendapat tersebut yang dijamin oleh undang-undang, terdapat pula batasan yang diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu terkait dengan pasal-pasal pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan, dan tuduhan palsu, yang tidak diperuntukkan terhadap suatu bentuk kritikan seorang warga negara Indonesia kepada instansi pemerintahan adalah dalam beberapa pasal sebagai berikut:
- Pasal 207, 208 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa dan badan usaha umum;
- Pasal 310, 311, 315, 316 KUHP, tentang penyerangan atau pencemaran kehormatan atau nama baik seseorang;
- Pasal 317 KUHP, tentang fitnah pemberitahuan palsu atau pengaduan palsu tentang seseorang kepada penguasa;
- Pasal 320, 321 KUHP, tentang penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap orang mati.
Dengan demikian, dari peraturan-peraturan tersebut di atas menunjukkan dan menegaskan bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak mendasar dalam kehidupan yang dijamin dan dilindungi dalam konstitusi Indonesia dan oleh sebab itu, apabila terdapat seseorang yang sedang berkomentar terhadap kebijakan publik dengan tidak membicarakan hal yang terkait ranah privasi/pribadi, maka hal tersebut merupakan kritikan terhadap kebijakan publik tersebut dan sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai pelaku pencemaran nama baik.
Penulis: Adelya Hiqmatul M, S.H.
Editor: R. Putri J., S.H., M.H., & Mirna R., S.H., M.H.
[1] Gresi Plasmanto. Siswi SMP di Jambi kritik wali kota, Pemkot Jambi cabut laporan polisi. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cd1x017zqz1o
[2] David Oliver Purba. Pemkot Jambi Cabut Laporan terhadap Siswi SMP Pengkritik Wali Kota. https://regional.kompas.com/read/2023/06/06/182645178/pemkot-jambi-cabut-laporan-terhadap-siswi-smp-pengkritik-wali-kota?page=all.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPermohonan Ex Parte Dalam Hukum Acara Perdata
Tindak Pidana Marking the Close

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.