Pemilik Rumah Toko (Ruko) Bangun Di Atas Fasilitas Umum

Beberapa waktu lalu beredar video viral seorang Ketua RT di Pluit, Jakarta Utara beradu mulut dengan pemilik bangunan ruko di wilayahnya. Dalam video tersebut, Ketua RT menjelaskan kepada pemilik ruko bahwa bangunan rukonya telah melewati batas wajar karena menutup saluran air got dan memakan bahu jalan. Namun, pemilik ruko merasa Ketua RT tidak berhak mempermasalahkan soal izin bangunan tersebut karena hal tersebut adalah urusan pemerintah provinsi.[1] Selain itu, lahan parkir bersama yang seharusnya dimanfaatkan bersama itu malah digunakan pemilik ruko dengan cara dibangun melebihi dari sertifikatnya.[2] Dengan adanya kejadian tersebut, pemerintah kota Jakarta Utara sedang menyiapkan rekomendasi teknis sebagai dasar pemberian surat peringatan pembongkaran bangunan.

 

Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni sebagaimana dimaksud Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU PKP). Berdasar definisi dalam UU PKP, terdapat unsur sarana, prasarana dan utilitas umum dalam pemenuhan lingkungan rumah yang layak huni. Sarana, prasarana dan utilitas umum menurut Pasal 1 Angka 21, 22, dan 23 UU PKP diartikan sebagai berikut:

  • Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi.
  • Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman.
  • Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian

Fasilitas umum masyarakat dalam suatu perumahan dan kawasan permukiman mencakup sarana, prasarana dan utilitas umum. Pengadaan fasilitas dalam suatu kawasan permukiman merupakan bagian dari sarana, prasarana dan utilitas umum yang dijamin ketersediaannya oleh Pengembang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 11/PERMEN/M/2008 Tentang Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan Dan Permukiman (Permen PUPR 11/2008) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Perumahan Dan Permukiman Di Daerah (Permendagri 9/2009) yang mengisyaratkan perlu adanya pengadaan sarana, prasarana dan utilitas.

Menurut Pasal 20 Ayat (2) Permen PUPR 11/2008, fasilitas umum dikategorikan sebagai lahan non-efektif yang pengelolaannya diserahkan ke pemerintah daerah, sebagaimana yang berbunyi sebagai berikut:

(2) Lahan non efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d merupakan luas total lahan perpetakan yang digunakan untuk prasarana, sarana, dan utilitas lingkungan perumahan, termasuk fasilitas umum dan fasilitas sosial yang bersifat non komersial, yang sebagian dari lahan non efektif tersebut, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, diserahkan kepengelolaannya kepada pemerintah daerah

Selain ketentuan tersebut, terdapat Pasal 7 Permendagri 9/2009 yang menyatakan perumahan dan permukiman dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas. Adapun prasarana, sarana dan utilitas yang dimaksud tersebut diatur Pasal 8, 9 dan 10 Permendagri 9/2009 termasuk jaringan saluran pembuangan air limbah, jaringan saluran pembuangan air hujan (drainase), dan sarana parkir. Fasilitas umum yang diatur dalam Permendagri 9/2009 tersebut memiliki kaitannya dengan kasus ruko yang menyerobot fasilitas umum di wilayah perumahan tersebut.

Berdirinya suatu bangunan diharuskan memiliki izin pendirian. Izin tersebut dahulu dikenal dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), namun sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja (UUCK), ketentuan IMB menjadi Izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Pasal 1 Angka 11 UUCK memberikan definisi bahwa:

Persetujuan Bangunan Gedung adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.

Dilihat dari definisi tersebut, keberadaan PBG sebagai izin atas bangunan gedung baik dalam hal mendirikan, mengubah, atau merawat bangunan gedung. Untuk mendapatkan PBG harus memenuhi standar teknis bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung. Standar teknis diatur lebih rinici dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung (PP 16/2021). Merujuk ketentuan Pasal 13 PP 16/2021, standar teknis tersebut meliputi:

  1. standar perencanaan dan perancangan Bangunan Gedung;
  2. standar pelaksanaan dan pengawasan konstruksi Bangunan Gedung;
  3. standar Pemanfaatan Bangunan Gedung;
  4. standar Pembongkaran Bangunan Gedung;
  5. ketentuan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya (BGCB) yang dilestarikan;
  6. ketentuan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Fungsi Khusus (BGFK);
  7. ketentuan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Hijau (BGH);
  8. ketentuan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara (BGN);
  9. ketentuan dokumen; dan
  10. ketentuan pelaku Penyelenggaraan Bangunan Gedung.

 

Dalam standar perencanaan dan perancangan bangunan gedung, terdapat ketentuan Bangunan Gedung di atas dan/atau di dalam tanah, dan/atau air yang mengatur salah satunya terkait sarana, prasarana dan utilitas umum. Hal ini terdapat dalam Pasal 51 Ayat (6) PP 16/2021 yang berbunyi:

(6) Bangunan Gedung di atas dan/atau di dalam prasarana dan/atau sarana umum harus memenuhi ketentuan:

  1. rencana tata ruang wilayah, RDTR dan/atau RTBL;
  2. tidak mengganggu fungsi prasarana dan sarana umum yang berada di atas, di bawahnya, dan/atau di sekitarnya;
  3. tetap memperhatikan keserasian Bangunan Gedung terhadap lingkungannya; dan
  4. telah mempertimbangkan keandalan Bangunan Gedung sesuai fungsi dan klasifikasi Bangunan Gedung.

 

Standar teknis yang ditentukan dalam Pasal 13 PP 16/2021 sebagaimana dinyatakan Pasal 250 Ayat (2) PP 16/2021 wajib dipenuhi dalam proses penyelenggaraan bangunan gedung. Apabila bangunan gedung didirikan tidak mematuhi standar teknis yang berlaku dalam PBG, maka dapat dikenakan sanksi administratif yang diatur Pasal 327 Ayat (1) PP 16/2021 yang berbunyi:

(1) Setiap Pemilik, Pengelola, Pengguna, Penilik, Penyedia Jasa Konstruksi, Pengkaji Teknis, Profesi Ahli, TpA, dan/atau TPT yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 250 ayat (2), Pasal 251 ayat (3), Pasal 253 ayat (4), Pasal 274 ayat (2), Pasal 281 ayat (1), Pasal 293 ayat (2) dan ayat (3), dan/atau Pasat 321 ayat (21, dikenai sanksi administratif.

 

Berkaitan dengan kasus ruko yang diduga menyerobot fasilitas umum seperti saluran pembuangan limbah kotoran, memakan bahu jalan dan lahan parkir, maka sanksi yang dapat dikenakan adalah sanksi adminsitratif berdasar PP 16/2021. Salah satu sanksi adaministratif yang dapat dikenakan pada pemilik ruko tersebut berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan, pembekuan atau pencabutan PBG. Selain itu, dapat dilakukan pembongkaran bangunan karena menimbulkan bahaya bagi Pengguna, masyarakat, dan lingkungannya sebagaimana dinyatakan Pasal 314 Ayat (3) PP 16/2021 yang berbunyi:

(3) Penetapan Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (21dilakukan apabila:

  1. Bangunan Gedung tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki lagi;
  2. Pemanfaatan Bangunan Gedung menimbulkan bahaya bagi Pengguna, Masyarakat, dan lingkungannya; dan/ atau
  3. Pemilik tidak menindaklanjuti hasil inspeksi dengan melakukan penyesuaian dan/atau memberikan justifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 ayat (3) pada masa pelaksanaan konstruksi Bangunan Gedung.

Dengan demikian apabila pemilik ruko membangun di atas fasilitas umum dan tidak memiliki ataupun telah memiliki PBG, namun terbukti bangunan tersebut tidak mengikuti standar teknis yang berlaku serta membahayakan masyarakat dan lingkungan, maka dapat dikenakan sanksi administratif yang diatur dalam PP 16/2021.

 

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: R. Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

 

[1] M Nurhadi, Kronologi Lengkap Kasus Ruko di Pluit ‘Makan’ Badan Jalan, https://www.suara.com/bisnis/2023/05/21/173634/kronologi-lengkap-kasus-ruko-di-pluit-makan-badan-jalan?page=1

[2] Desty Luthfiani, Kasus Ruko Serobot Bahu Jalan di Pluit, Sudin Citata Jakut: Lahan Parkir Bersama di Luar Kepemilikan Lahan, https://metro.tempo.co/read/1726071/kasus-ruko-serobot-bahu-jalan-di-pluit-sudin-citata-jakut-lahan-parkir-bersama-di-luar-kepemilikan-lahan

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.