Legalisasi atau Legalisir dan Nazegelen

Legalisasi adalah istilah yang mungkin sudah banyak didengar oleh masyarakat pada umumnya. Berbanding terbalik dengan nazegelen yang hanya akrab di telinga beberapa orang. Kedua istilah tersebut memang memiliki arti yang berbeda, tapi tidak jarang orang terbalik dalam menyebutkannya.
Legalisasi atau Legalisir
Legalisasi atau Legalisir memiliki arti pengesahan. Sejak kita lulus pendidikan Sekolah Dasar, kita dapat menemukan istilah legalisir, sebab tidak jarang kita harus meminta legalisir ijazah. Begitu juga ketika lulus jenjang SMP dan seterusnya.
Pada saat akan melegalisasi atau legalisir, kita harus membawa dokumen asli dan fotocopy. Petugas akan memeriksa kesamaan antara dokumen fotocopy dengan dokumen aslinya. Setelah itu, petugas akan memberikan stempel dan menandatangani. Isi stempet tersebut kurang lebih berisi bahwa fotocopy tersebut telah dicocokkan dengan aslinya atau fotocopy tersebut telah sesuai dengan aslinya. Oleh karena itu, legalisasi atau legalisir adalah istilah untuk memberikan jaminan bahwa dokumen fotocopy dengan aslinya.
Legalisir dapat dilakukan di tempat dokumen asli tersebut diterbitkan, notaris, atau di pengadilan negeri setempat. Tentunya, ketika akan melakukan legalisir, maka pihak yang memohonkan legalisir tersebut harus membawa dokumen asli sebagai pembanding.
Dasar hukum tentang Legalisasi atau Legalisir terdapat dalam Staatsblaad Nomor 291 Tahun 1909 tentang Legalisasi Tanda Tangan. Adapun untuk legalisasi dokumen pada Kementerian Luar Negeri telah diterbitkan aturan tersendiri, yaitu Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 14 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Legalisasi Dokumen Pada Kementerian Luar Negeri.
Nazegelen
Berbeda dengan Legalisasi atau Legalisir yang berfungsi untuk memastikan bahwa dokumen fotocopy tersebut adalah sesuai dengan aslinya dan benar-benar telah diterbitkan, Nazegelen adalah suatu proses pemateraian kemudian yang berkaitan dengan pajak.
Ketentuan tentang pemateraian kemudian atau nazegelen tersebut pada dasarnya telah lama diterapkan. Namun demikian, peraturan terbaru tentang nazegelen terdapat dalam Peraturan Menteri Kuangan Nomor 134/PMK.03/2021 Tentang Pembayaran Bea Materai, Ciri Umum dan Ciri Khusus Pada Materai Tempel, Kode Unik dan Keterangan Tertentu Pada Materai Elektronik, Materai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Materai, serta Pemateraian Kemudian (selanjutnya disebut “PMK 134/2021”).
Pasal 1 butir 16 PMK 134/2021 memberikan arti nazegelen atau pemateraian kemudian sebagai “pemeteraian yang memerlukan pengesahan dari pejabat yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan”. Materai sendiri merupakan bentuk pajak atas suatu dokumen.
Umumnya, nazegel dilakukan apabila dokumen akan dijadikan sebagai bukti di pengadilan atau kepolisian. Untuk dokumen-dokumen biasa, materai yang ditempelkan untuk nazegel adalah satu buah materai, sedangkan untuk dokumen kwitansi yang belum dimaterai sama sekali maka harus ditempelkan 3 (tiga) materai untuk dilakukan nazegel.
Nazegel dilakukan di kantor pos terdekat. Pihak yang akan melakukan nazegel cukup membawa copy suatu dokumen yang akan dilakukan nazegel tanpa membawa dokumen asli. Hal tersebut dikarenakan kantor pos tidak memiliki kewenangan untuk pengesahan keaslian dokumen, melainkan hanya mengesahkan pajak dokumen saja.
Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPeninjauan Kembali Pasca 4 Putusan Mahkamah Konstitusi
6 Istilah Dokumen Oleh Notaris: Akta Notaris, Grosse Akta,...

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.