Kekeliruan dalam Eksekusi Riil Terkait Dengan Obyek Eksekusi

1.Pengertian dan Dasar Hukum Eksekusi

Setiap pihak yang mengajukan gugatan tentunya memohon kepada majelis hakim yang memutus perkaranya untuk menjatuhkan suatu putusan tertentu sesuai harapannya yang mana harapan itu disebut dengan istilah petitum. Isi putusan dari gugatan perdata yang dikabulkan didasarkan pada petitum gugatan. Hal tersebut berdasarkan Pasal 178 Herziene Indonesich Reglement (HIR) yang menyatakan “Hakim wajib mengadili atas segala bahagian gugatan. Ia tidak diizinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang digugat”, dan Pasal 189 Ayat 3 Reglement voor de Buitengewesten (RBg), yakni “Ia (Hakim) dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon.” yang berarti hakim dilarang memutus secara ultra petita. Untuk itu, isi dari petitum gugatan perdata wajib dirancang dan ditulis dengan penuh kehati-hatian sedemikian rupa sehingga nantinya ketika dikabulkan, putusan tersebut dapat dilaksanakan atau memiliki kekuatan eksekusi.

 

Ketika putusan perdata dijatuhkan yang mengabulkan gugatan dan telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), maka pihak yang dikalahkan adalah tergugat. Pihak yang dikalahkan tersebut wajib melaksanakan putusan secara sukarela. Akan tetapi, jika pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela, maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan eksekusi ke Ketua Pengadilan yang berwenang. Hal itu berdasarkan Pasal 196 HIR yang menyatakan:

“Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua, pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.”

 

Lebih lanjut terkait eksekusi putusan perdata, jenis eksekusi perdata dan tata cara eksekusi perdata dapat membaca artikel kami sebelumnya yang berjudul “Eksekusi Putusan Perdata” dan “Peringatan Ketua Pengadilan Atas Pelaksanaan Eksekusi (Aanmaning)”.

 

2.Kekeliruan Terhadap Obyek yang Hendak Dieksekusi

Dalam hukum acara perdata, ada beberapa jenis eksekusi. Apabila putusan itu menghukum pihak yang kalah untuk melakukan suatu perbuatan (bukan pembayaran jumlah uang tertentu) dan pihak yang kalah tersebut tidak melaksanakan putusan secara sukarela, maka eksekusi yang diajukan kepada pengadilan adalah jenis eksekusi riil. Dalam eksekusi riil, obyeknya bukan uang akan tetapi barang. Contoh perbuatan dalam eksekusi riil itu misalnya pengosongan sebidang tanah atau bangunan,

 

Demi kelancaran pelaksanaan putusan, pada umumnya penggugat dalam gugatannya akan meminta ke pengadilan untuk melakukan sita jaminan terhadap barang milik tergugat (consevatoir beslag) untuk memastikan tergugat melaksanakan putusan jika gugatan dikabulkan. Apabila barang milik penggugat berada dalam kekuasaan tergugat dan penggugat menggugat karena ingin barang itu kembali kepadanya, maka penggugat dapat meminta sita re-vindikatoir (re-vindikatoir beslag). Sedangkan, terhadap barang yang sebelumnya tidak dimintakan sita pada saat mengajukan gugatan, maka pada saat mengajukan permohonan eksekusi ke Ketua Pengadilan, pemohon eksekusi dapat mengajukan sita eksekusi (executorial beslag) terhadap barang tersebut.

 

Pelaksanaan eksekusi oleh pengadilan tentunya tidak selalu berjalan tanpa hambatan. Salah satu hambatan yang mungkin terjadi dalam eksekusi riil yaitu apabila ternyata terdapat kekeliruan terhadap obyek eksekusi. Bisa jadi ternyata obyek eksekusi yang telah dimintakan sita adalah barang milik pihak ketiga baik sebagian atau seluruhnya. Apabila terdapat kesalahan yang demikian, maka konsekuensinya pihak ketiga tersebut dapat melakukan perlawanan (derden verzet) terhadap eksekusi pada hari ke-8 setelah eksekusi dilaksanakan. Dasar hukum untuk melakukan perlawanan tersebut dapat dilihat pada Pasal 195 Ayat (6) HIR yang menyatakan:

“Perlawanan terhadap keputusan, juga dari orang lain yang menyatakan bahwa barang yang di sita miliknya, dihadapkan serta diadili seperti segala perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan oleh pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya terjadi keputusan itu.”

Perlawanan oleh pihak ketiga dapat mengakibatkan eksekusi terhadap putusan ditangguhkan (Pasal 207 Ayat (3) HIR). Apabila pelawan berhasil membuktikan barang yang disita itu miliknya, maka ia akan dinyatakan sebagai pelawan yang benar dan mengakibatkan penyitaannya diperintahkan untuk diangkat.[1] Dengan demikian putusannya menjadi tidak dapat dieksekusi (non-execuable). Pasal 382 Reglement op de Rechtsvordering (R.V) menyatakan:

 

Bila perlawanan disahkan, maka putusan yang dilawan itu diperbaiki hanya sejauh hal merugikan hak-hak pihak ketiga itu, kecuali jika putusan yang dijatuhkan mengenai hal-hal yang tidak dapat dipecah, menghendaki pembatalan seluruh putusan.

 

3.Upaya Hukum Ketika Terdapat Kekeliruan Terhadap Obyek yang Hendak Dieksekusi

Berdasarkan Pasal 382 R.V, apabila derden verzet dikabulkan, maka putusan yang dilawan tersebut akan diperbaiki sejauh hal-hal yang merugikan pihak ketiga (yang mengajukan perlawanan). Adapun jika Pemohon Eksekusi yang menjadi Terlawan tidak dapat menerima putusan atas perlawanan tersebut, maka Terlawan/Pemohon Eksekusi dapat mengajukan upaya hukum banding, dan apabila dalam banding pun dikalahkan maka Terlawan/Pemohon Eksekusi dapat mengajukan upaya hukum kasasi sebagaimana Pasal 30 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang menyatakan:

“Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:

a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang,

b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku

c.lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.”

Pengajuan upaya hukum kasasi hanya dapat diajukan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak dijatuhkan/diterimanya pemberitahuan putusan perlawanan. Permohonan kasasi diajukan kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri yang memutus perlawanan tersebut.

 

Di samping itu, Pemohon Eksekusi juga dimungkinkan untuk mengajukan gugatan baru baik terhadap pihak yang kalah sebelumnya dengan obyek gugatan berupa benda lain yang telah pasti kepemilikannya oleh Terggugat. Pemohon Eksekusi atas putusan non execuable tersebut juga dapat mengajukan gugatan bersamaan dengan pihak ketiga yang telah mengajukan derden verzet yang dikabulkan, dengan catatan gugatan baru tersebut memiliki pokok perkara yang sama dengan gugatan yang sebelumnya (nebis in idem).

 

Penulis: Mirna R., S.H., M.H., CCD.

Editor: R. Putri J., S.H., M.H., CTL. CLA.

 

 

Sumber:

  1. Herziene Indonesich Reglement (HIR) / Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata;
  2. Reglement voor de Buitengewesten (RBg);
  3. Reglement op de Rechtsvordering (R.V);
  4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;
  5. Ahyar Ari Gayo, Problematik Proses Eksekusi Putusan Perdata Indonesia dalam Rangka Mewujudkan Court Excellence, Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol. 22, No. 4, Desember 2022;
  6. https://hukumexpert.com/perlawanan-atas-eksekusi/.

 

[1] Ahyar Ari Gayo, Problematik Proses Eksekusi Putusan Perdata Indonesia dalam Rangka Mewujudkan Court Excellence, Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol. 22, No. 4, Desember 2022, hlm. 556.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.