Jaksa Pinangki Bebas Bersyarat

Mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari, resmi menghirup udara bebas. Ia keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Tangerang, setelah mendapatkan program bebas bersyarat pada tanggal 6 September 2022. Sebelumnya, Ia pernah terlibat dalam kasus Djoko Tjandra, dimana dirinya terbukti menerima suap sebesar U$ 500 ribu dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa bebas bagi Djoko Tjandra di Mahkamah Agung.[1] Selain suap, Ia juga terbukti melakukan pencucian uang sebesar US$ 375 ribu. Ia divonis dengan hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada tahun 2021 lalu dan denda Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Vonis tersebut dijatuhkan setelah Mantan Jaksa Pinangki terbukti bersalah melanggar ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pinangki juga bersalah melakukan permufakatan jahat melanggar Pasal 15 jo. Pasal 13 UU Tipikor. Selain itu, ia juga melanggar pasal pencucian uang, yaitu Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Tindak Pidana Pencucian Uang. Selanjutnya, hukuman tersebut dipangkas oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 4 tahun penjara. Setelah keluar putusan Pengadilan Tinggi, Kejaksaan mengeksekusi Pinangki ke Lapas pada Senin, 2 Agustus 2021. Adapun Mnatan Jaksa Pinangki telah ditahan sejak Agustus 2020, yang mana menjadi pengurangan atas hukuman penjara yang harus dijalaninya. Jika melihat hukuman yang dijatuhkan tersebut, maka seharusnya Mantan Jaksa Pinangki harus mendekam di lembaga pemasyarakatan hingga sekitar tahun 2024, namun kini ia sudah mendapatkan bebas bersyarat.[2]
Pembebasan bersyarat, diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan). Pembebasan bersyarat adalah proses Pembinaan Narapidana di luar Lapas untuk mengintegrasikan dengan keluarga dan masyarakat.[3] Pasal 10 UU Pemasyarakatan menyebutkan bahwa:
(1) Selain hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa terkecuali juga berhak atas:
- remisi;
- asimilasi;
- cuti mengunjungi atau dikunjungi keluarga;
- cuti bersyarat;
- cuti menjelang bebas;
- pembebasan bersyarat; dan
- hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- berkelakuan baik;
- aktif mengikuti program Pembinaan; dan
- telah menunjukkan penurunan tingkat risiko.
(3) Selain memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bagi Narapidana yang akan diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan huruf f juga harus telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua pertiga) dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan. SK No 143391 A (4) Pemberian.
(4) Pemberian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Narapidana yang dijatuhi pidana penjara seumur hidup dan terpidana mati.
Ketentuan tersebut, mengatur secara umum syarat yang harus dipenuhi agar mendapatkan pembebasan bersyarat. Pembebasan bersyarat tersebut merupakan bagian dari fungsi Lembaga Pemasyarakatan, yang merupakan salah satu dari bagian sistem peradilan pidana Indonesia, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.[4] Ketentuan mengenai pembebasan bersyarat di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, pertama kalinya termuat dengan istilah pelepasan bersyarat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dimana penyusunan KUHP dibuat berdasarkan Wetboek van straftrecht voor Nederlandsch-Indie.
Lebih lanjut, pengaturan secara khusus mengenai pembebasan bersyarat diatur dalam Pasal 82 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat (Permenkumham 7/2022), menyebutkan bahwa:
Pembebasan Bersyarat dapat diberikan kepada Narapidana yang telah memenuhi syarat:
- telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga), dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan;
- berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana;
- telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan bersemangat; dan
- masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan Narapidana.
Â
Lebih lanjut ketentuan Pasal 83 Permenkumham 7/2022 mengatur terkait dengan kelengkapan dokumen yang harus dilengkapi sebagai berikut:
- Salinan kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan;
- Laporan perkembangan pembinaan sesuai dengan sistem penilaian pembinaan narapidana yang ditandatangani oleh kepala lapas;
- Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh pembimbing kemasyarakatan yang diketahui oleh kepala bapas;
- Surat pemberitahuan ke kejaksaan negeri tentang rencana pengusulan pemberian pembebasan bersyarat terhadap narapidana pemasyarakatan yang bersangkutan;
- Salinan register f dari kepala lapas;
- Salinan daftar perubahan dari kepala lapas;
- Surat pernyataan dari narapidana tidak akan melakukan perbuatan melanggar hukum; dan
- Surat jaminan kesanggupan dari pihak keluarga, wali, lembaga sosial, instansi pemerintah, instansi swasta, atau yayasan yang diketahui oleh lurah, kepala desa, atau nama lain yang menyatakan bahwa:
- Narapidana tidak akan melarikan diri dan/atau tidak melakukan perbuatan melanggar hukum; dan
- Membantu dalam membimbing dan mengawasi Narapidana selama mengikuti program Pembebasan Bersyarat
Dilihat dari ketentuan tersebut, terdapat surat pernyataan dari Narapidana tidak akan melakukan perbuatan melanggar hukum yang harus dibuat oleh Terpidana. Berkaitan dengan pembebasan bersyarat kepada Mantan Jaksa Pinangki sebagai terpidana korupsi, maka mengikuti ketentuan yang mengatur lebih khusus dalam Pasal 87 Ayat (1) dan Ayat (2) Permenkumham 7/2022. Mengenai pembebasan bersyarat ini, dapat dilakukan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 Permenkumham 7/2022 yang menyatakan bahwa:
- Syarat umum, melakukan pelanggaran hukum dan ditetapkan sebagai tersangka/terdakwa yang diikuti penahanan di rumah tahanan negara atau terpidana; dan/atau
- Syarat khusus, yang terdiri atas:
- Menimbulkan keresahan dalam masyarakat;
- Tidak melaksanakan kewajiban melapor kepada bapas yang membimbing paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut;
- Tidak melaporkan perubahan alamat atau tempat tinggal kepada bapas yang membimbing; dan/atau
- Tidak mengikuti atau mematuhi program pembimbingan yang ditetapkan oleh bapas.
Dengan demikian, bebasnya mantan Jaksa Pinangki tidak bebas secara murni dalam artian telah memenuhi waktu masa tahanannya melainkan telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 82 Permenkumham 7/2022. Sehingga ia diharuskan untuk melakukan wajib lapor sebagaimana juga diatur dalam ketentuan Pasal 139 Permenkumham 7/2022. Jika terpidana melanggar perjanjian dan syarat-syarat yang ditentukan dalam surat pelepasan (verlofpas), maka terpidana dapat dipanggil kembali untuk menjalani sisa pidananya.
[1] Eiben Heizar, Mantan Jaksa Pinangki Bebas Bersyarat, Apa Ketentuannya?, https://nasional.tempo.co/read/1631555/mantan-jaksa-pinangki-bebas-bersyarat-apa-ketentuannya
[2] Tim detikcom, Jejak Kontroversi Pinangki dari Vonis Disunat hingga Resmi Dipecat, https://news.detik.com/berita/d-5672467/jejak-kontroversi-pinangki-dari-vonis-disunat-hingga-resmi-dipecat.
[3] Penjelasan Pasal 10 Ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan
[4] Petrus Irwan Pandjaitan dan Wiwik Sri Widiarty, Pembaharuan pemikiran DR. Sahardjo Mengenai Pemasyarakatan Narapidana, IHC, Jakarta, 2008, hlm. 23.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.