Alasan yang Meringankan Hukuman Pidana, Setidaknya ada 10

Mungkin masih hangat dalam ingatan Rekan sekalian pemberitaan tentang selebgram yang mendapat keringanan hukuman karena berperilaku sopan. Hal tersebut menjadi bahan pembicaraan yang viral selama berhari-hari oleh masyarakat Indonesia karena kesopanan menjadi alasan yang meringankan hukuman pidana dianggap aneh oleh masyarakat.
Pemberian keringanan hukuman pidana adalah murni kewenangan dari majelis hakim yang memutus perkara. Hal tersebut berdasarkan Pasal 197 Ayat (1) Huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP yang pada intinya menyatakan bahwa putusan perkara pidana harus memuat pasal yang dijadikan dasar pemidanaan disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa.
KUHAP tidak mengatur batasan dari penentuan alasan keringanan hukuman pidana tersebut, akan tetapi dalam memberikan keringanan tersebut, hakim tetap harus memperhatikan nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal tersebut berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (UU 48/2009) yang menyatakan, “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”
Pasal 8 Ayat (2) UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menentukan bahwa “dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan sifat yang baik dan jahat dari terdakwa”. Dengan demikian hal-hal yang menunjukkan sifat baik terdakwa dapat menjadi pertimbangan untuk meringankan hukuman terdakwa. Di samping itu, hakim dapat mempertimbangkan hal-hal lainnya yang membuat pemberian keringanan hukuman pada terdakwa dirasa lebih adil.
Lantas, hal apa saja yang dapat dijadikan alasan yang meringankan hukuman pidana? Pada artikel kali ini kita akan membahas alasan-alasan yang meringankan hukuman pidana berdasa
10 Alasan yang Meringankan Hukuman Pidana
- Bersikap sopan dan tidak mempersulit jalannya persidangan
Alasan ini tentu sudah sering dijadikan hal yang meringankan hukuman terdakwa. Hal ini berhubungan dengan ketentuan Pasal 8 Ayat (2) UU 48/2009 terkait sifat baik terdakwa yaitu dengan menunjukkan sikap sopan dan menjalani persidangan secara kooperatif.
- Terdakwa masih berusia muda
Seseorang yang berusia muda dianggap memiliki masa depan yang masih panjang sehingga terdapat banyak kesempatan untuk memperbaiki diri dan menjadi pribadi yang berguna bagi masyarakat di kemudian hari. Hal inilah yang mendasari usia muda dapat menjadi pertimbangan untuk meringankan hukuman terdakwa.
- Terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya
Seseorang yang baru pertama kali melakukan tindak pidana masih memiliki harapan yang tinggi untuk menyesali perbuatannya dan memperbaiki diri. Pada dasarnya hukuman pidana ditujukan untuk memberikan efek jera, sehingga jika seseorang melakukan tindak pidana untuk pertama kalinya, maka ia diberi keringanan sebagai kesempatan untuk bersikap lebih baik di masa mendatang.
- Terdakwa telah meminta maaf dan memberikan ganti rugi/kompensasi kepada korban/keluarga korban
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa tujuan dari pemberian hukuman pidana adalah untuk memberikan efek jera. Selain itu, tujuan lainnya juga untuk memberikan rasa keadilan kepada pihak yang dirugikan atas perbuatan pelaku yaitu korban.
Dengan adanya upaya memperbaiki kesalahan oleh terdakwa dengan meminta maaf kepada korban/keluarga korban bahkan memberikan ganti rugi atau kompensasi dapat menunjukkan adanya itikad baik dari terdakwa dan tercapainya tujuan dari proses pidana tersebut, sehingga hal ini dapat menjadi alasan yang meringankan hukuman pidana.
- Terdakwa mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi
Mengakui kesalahan menunjukkan bahwa terdakwa kooperatif dengan proses peradilan yang sedang berlangsung, ditambah dengan janji bahwa terdakwa tidak akan mengulangi perbuatannya menunjukkan bahwa terdakwa menyesali perbuatannya sehingga ke depannya ia akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.
Hal ini dapat menjadi alasan peringan hukuman pidana, sebagaimana dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri Kutacane No. 571/Pid.B/2004/PNKC, dengan terdakwa H. Muhammad Nya’kup Pagan dan Jalaluddin Rifa, B.A, yang menjatuhkan putusan pidana percobaan dalam perkara tindak pidana korupsi.
- Terdakwa memiliki penyakit kronis
Seseorang yang memiliki penyakit kronis umumnya membutuhkan perawatan medis khusus sehingga berada di penjara kemungkinan dapat memperparah kondisi kesehatannya. Untuk itu riwayat penyakit kronis dapat dijadikan pertimbangan untuk meringankan hukuman terdakwa.
- Terdakwa berstatus ibu yang sedang menyusui/perlu merawat anaknya
Seorang anak memiliki hak untuk dirawat oleh kedua orang tuanya, terutama oleh ibunya saat anak masih kecil (Kaidah Yurisprudensi: 102 K/Sip/1973). Bagaimana pun anak tersebut tidak bersalah dan tidak menanggung kesalahan ibunya sehingga ia tetap berhak untuk mendapatkan perawatan dari ibunya. Untuk itulah kondisi terdakwa yang berstatus ibu yang sedang menyusui/perlu merawat anaknya dapat menjadi alasan yang meringankan hukuman pidana.
- Terdakwa adalah tulang punggung keluarga
Meskipun terdakwa yang akan menerima hukuman, bisa saja hukuman itu tidak hanya berdampak pada dirinya, akan tetapi terhadap keluarga juga karena status terdakwa sebagai tulang punggung keluarga. Keluarga yang tidak ikut melakukan tindak pidana dapat berada dalam posisi yang sulit karena hukuman yang akan diterima terdakwa. Untuk itu status terdakwa sebagai tulang punggung keluarga dapat menjadi alasan yang meringankan hukuman pidana.
- Terdakwa hanya menikmati sebagian kecil dari hasil tindak pidana
Hal ini juga menjadi alasan yang meringankan hukuman pidana pada Putusan Pengadilan Negeri Kutacane No. 571/Pid.B/2004/PNKC, dengan terdakwa H. Muhammad Nya’kup Pagan dan Jalaluddin Rifa, B.A, yang disebutkan sebelumnya.
Besar kecilnya partisipasi terdakwa dalam terjadinya tindak pidana juga dapat menjadi alasan yang meringankan hukuman pidana. Hal ini didasarkan pada nilai keadilan.
- Terdakwa melakukan tindak pidana karena terpaksa
Keadaan terpaksa tersebut bisa saja karena himpitan ekonomi atau faktor lainnya yang mendesak seseorang melakukan tindak pidana yang secara logika dapat cukup dimaklumi. Sebagai contoh adalah perkara Nenek Minah yang mencuri 3 buah kakao seberat 3 kilogram (Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 247/PID.B/2009/PN.Pwt).
Sumber:
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;
- Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman;
- Dwi Hananta, Pertimbangan Keadaan-keadaan Meringankan dan Memberatkan Dalam Penjatuhan Pidana, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 7, No. 1, Maret 2018.
Baca juga:
Restorative Justice di Tingkat Kepolisian dan 2 Syaratnya
Hukum Pidana dan Pengertiannya
Putusan Pidana Kontroversial, 3 Putusan yang Pertimbangannya Buat Heboh
Tonton juga:
Penulis: Mirna R., S.H., M.H., C.C.D.
Editor: R. Putri J., S.H., M.H., C.T.L., C.L.A.
Alasan yang Meringankan Hukuman Pidana | Alasan yang Meringankan Hukuman Pidana | Alasan yang Meringankan Hukuman Pidana | Alasan yang Meringankan Hukuman Pidana | Alasan yang Meringankan Hukuman Pidana | Alasan yang Meringankan Hukuman Pidana |
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanMens Rea dan Actus Reus, 2 Unsur Tindak Pidana...
Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Hanya 1 Orang? Begini...

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.