Tujuan Hukum

Hukum merupakan bagian dari perangkat kerja sebagai sistem sosial untuk mengintegerasikan kepentingan masyarakat untuk menciptakan suatu keadaan yang tertib.[1] Hukum dapat berbentuk kaidah-kaidah untuk melindungi hubungan antara manusia satu dengan yang lain. Dalam menjalankan peranannya hukum memiliki tujuan. Gustav Radbruch mengemukakan mengenai tujuan hukum diantaranya, yaitu keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.[2] Sejalan dengan tujuan hukum yang dikemukakan oleh Gustav Redbruch, berbagai pakar dibidang ilmu hukum mengemukakan pandangannya tentang tujuan hukum yang kemudian dikenal tiga jenis aliran konvensional tentang tujuan hukum, yaitu[3] :

A. Aliran Etis

Aliran etis merupakan aliran yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mencapai keadilan. Salah satu penganut aliran ini, yaitu Aristoteles yang membagi keadilan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :

    1. Keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan jatah kepada setiap orang menurut jasanya;
    2. Keadilan komunikatif yaitu keadilan yang memberikan sesuatu kepada setiap orang dengan jumlah yang sama tanpa memperhitungkan jasa perseorangan.[4]

Walaupun demikian, juga terdapat penentang dari aliran etis diantaranya, yaitu :

    1. Paton yang mengatakan bahwa hukum tidak kehilangan sifatnya sebagai hukum semata-mata karena hukum itu tidak adil, hukum adalah apa yang benar-benar hukum tanpa memperdulikan apakah hukum itu baik atau buruk.
    2. Achmad Ali yang mengatakan bahwa hukum hanyalah semata-mata mewujudkan keadilan, karena bagaimanapun nilai keadilan terlalu bersifat subjektif dan abstrak sehingga ia hanya sependapat kalau keadilan bersama-sama dengan kemanfaatan dan kepastian hukum dijadikan tujuan hukum secara prioritas.[5]

B. Aliran Utilitis

Aliran utilitis merupakan aliran yang menganggap bahwa tujuan hukum yaitu untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan. Salah satu pakar dalam aliran utilitis ini adalah Jeremy Bentham. Jeremy Bentham dalam ajarannya mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah untuk mewujudkan the greatest happiness of the greatest number, yang artinya kebahagian yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang.[6] Prinsip kebahagiaan terbesar merujuk pada kebaikan seorang individu, sehingga teori dari Jeremy Bentham dikenal dengan ide dasar utilitarianisme dengan maksud yang sederhana yaitu menghasilkan kebaikan terbesar.[7]

C. Aliran Normatif Dogmatik

Aliran normatif dogmatik merupakan aliran yang menganggap bahwa tujuan hukum adalah kepastian hukum. Penganut aturan ini adalah John Austin dan Van Kan, yang bersumber dari pemikiran positivistis yang lebih melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dalam bentuk peraturan tertulis. Artinya, karena hukum itu otonom sehingga tujuan hukum semata-mata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang.

Berbicara mengenai tujuan hukum, keadilan, kemanfaatan dan kepastian merupakan suatu persoalan yang kompleks. Namun, kepastian dan keadilan lebih sering menjadi perbincangan para ahli. Kepastian dan keadilan merupakan nilai-nilai dasar mengenai apa yang kita kehendaki dari keberadaan hukum.[8] Namun demikian dalam praktik nilai-nilai hukum berupa kepastian dan keadilan acapkali terjadi ketegangan, mengingat suatu produk perundang-undangan dengan jaminan kepastiannya, dalam proses pembuatannya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu faktor historis dan politik.[9] Keberadaan hukum juga harus membawa kemanfaatan dan oleh karenanya hukum menjadi tetap berguna bagi semua orang tanpa kecuali.

Berkaitan dengan ketiga tujuan hukum tersebut, Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa prinsip the rule of law dan/atau rechstaat sebagai ide telah diadopsi di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan.[10] Hal ini kemudian dimuat dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 45) yang menyatakan bahwa :

“Negara Indonesia adalah negara hukum”

Indonesia juga merupakan negara civil law, dimana sistem hukum di Indonesia bersumber pada peraturan perundang-undangan, kebiasaan-kebiasaan, dan yurisprudensi. Berdasarkan hal tersebut, maka negara Indonesia cenderung menganut aliran dogmatik yang mengutamakan tujuan hukum adalah kepastian hukum.

[1] Sarwohadi, Rekonstruksi Pemikiran Hukum di Era Demokrasi, Bengkulu : Pengadilan Tinggi Agama Bengkulu, https://www.pta-bengkulu.go.id/images/artikel/teori%20hukum.pdf diakses pada tanggal 8 Januari 2021, hal. 1

[2] M. Muslih, Negara Hukum Indonesia Dalam Perspektif Teori Hukum Gustav Redbruch (Tiga Nilai Dasar Hukum), Jurnal Legalitas, Vol. IV, No. 1, hal.

[3] Sarwohadi, Op Cit, hal. 3

[4] Ibid, hal. 4.

[5] Ibid.

[6] Frederikus Fios, Keadilan Hukum Jeremy Bentham dan Relevansinya Bagi Praktik Hukum Kontemporer, Jurnal Humaniora, Vol.3, No.1, Jakarta : BINUS University, hal. 302

[7] Ibid.

[8] Ibnu Artadi, Hukum : Antara Nilai-Nilai Kepastian, Kemanfaatan dan Keadilan, Jurnal Hukum Dinamika, Oktober 2006, hal. 67

[9] Ibid.

[10] M. Muslih, Op Cit, hal. 134

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.