Sistem Pendidikan Nasional Pasca 3 Putusan Mahkamah Konstitusi

Sistem Pendidikan Nasional Pasca 3 Putusan Mahkamah Konstitusi
Pendidikan merupakan salah satu unsur penting dalam proses peningkatan sumber daya manusia suatu bangsa dan negara. Masalah pendidikan juga selalu dijadikan salah satu ukuran dalam mengetahui sejauhmana tingkat kemajuan suatu bangsa. Oleh sebab itu, maka pendidikan wajar menjadi perhatian serius jika ingin membangun peradaban dan kemajuan. Ketentuan mengenai pendidikan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
UU Sisdiknas merupakan salah UU yang lahir pasca reformasi, terdiri dari 22 bab dan 77 pasal. UU Sisdiknas adalah hasil kompromi politik partai-partai yang ada di DPR saat itu, terutama pada pasalpasal yang krusial. Jadi suatu yang wajar dalam kurun lebih 21 tahun berlakunya, keberadaan pasal-pasal tertentu dalam UU Sisdiknas ini menimbulkan banyak perdebatan multi tafsir, polemik, pro dan kontra di masyarakat, bahkan ada kelompok masyarakat yang menggugat keberadaan pasal-pasal tertentu di Mahkamah Konstitusi, ada juga yang menghendaki agar UU Sisdiknas direvisi.
Putusan dan Pertimbangan Hukum
Berkaitan dengan hal tersebut terdapat 3 putusan Mahkamah Konstitusi yang menguji beberapa ketentuan pasal dalam UU Sisdiknas, diantaranya sebagai berikut:
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-V/2007 tertanggal 20 Februari 2008
- Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi mengabulkan Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) sepanjang mengenai frasa “gaji pendidik dan” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Adapun pertimbangan hukum tersebut diantaranya sebagai berikut:
- Bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah berpendapat, dalil para Pemohon sepanjang menyangkut frasa “gaji pendidik dan” dalam ketentuan Pasal 49 Ayat (1) UU Sisdiknas bertentangan dengan Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945 adalah beralasan sehingga gaji pendidik harus secara penuh diperhitungkan dalam penyusunan anggaran pendidikan;
- Bahwa dengan dimasukkannya komponen gaji pendidik dalam perhitungan anggaran pendidikan, menjadi lebih mudah bagi Pemerintah bersama DPR untuk melaksanakan kewajiban memenuhi anggaran pendidikan sekurangkurangnya 20% (duapuluh persen) dalam APBN. Jika komponen gaji pendidik dikeluarkan, anggaran pendidikan dalam APBN 2007 hanya sebesar 11,8%. Sedangkan dengan memasukkan komponen gaji pendidik, anggaran pendidikan dalam APBN 2007 mencapai 18%. Oleh karena itu, dengan adanya Putusan Mahkamah ini, tidak boleh lagi ada alasan untuk menghindar atau menunda-nunda pemenuhan ketentuan anggaran sekurang-kurangnya 20% untuk pendidikan, baik dalam APBN maupun APBD di tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945. Undang-Undang Dasar adalah hukum tertinggi (de hoogste wet) yang tidak boleh ditunda-tunda pelaksanaannya, termasuk mengenai ketentuan anggaran pendidikan 20% sesuai dengan Putusan Mahkamah Nomor 012/PUU-III/2005. Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang diabaikan (justice delayed, justice denied)
- Bahwa dengan demikian dalam penyusunan anggaran pendidikan, gaji pendidik sebagai bagian dari komponen pendidikan dimasukkan dalam penyusunan APBN dan APBD. Apabila gaji pendidik tidak dimasukkan dalam anggaran pendidikan dalam penyusunan APBN dan APBD dan anggaran pendidikan tersebut kurang dari 20% dalam APBN dan APBD maka undangundang dan peraturan yang menyangkut anggaran pendapatan dan belanja dimaksud bertentangan dengan Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945;
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/2009 tertanggal 31 Maret 2010
- Menyatakan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) sepanjang frasa, “… bertanggung jawab” adalah konstitusional sepanjang dimaknai “… ikut bertanggung jawab”, sehingga pasal tersebut selengkapnya menjadi, “Setiap warga negara ikut bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan”
- Menyatakan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) sepanjang frasa, “… bertanggung jawab” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kecuali dimaknai, “… ikut bertanggung jawab”;
Adapun pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut:
- Pasal 6 ayat (2) menentukan, “Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan”. Para Pemohon mendalilkan bahwa hak konstitusional para Pemohon adalah mendapatkan pendidikan, mendapatkan pembiayaan dari pemerintah, dan karenanya pemerintah harus menyediakan seluruh kebutuhan pendidikan. Menurut Mahkamah, UUD 1945 telah menempatkan pendidikan sebagai salah satu hak asasi manusia, dan sebagai hak asasi maka negara terutama pemerintah bertanggung jawab dalam perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhannya. Dalam rangka itu, berdasarkan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Hal ini berarti anggaran pendidikan menduduki prioritas utama dari negara yang setiap peningkatannya disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara, sehingga dalil Pemohon tersebut hanya akan tepat manakala keuangan negara sudah mencapai tahap yang memungkinkan untuk menanggung seluruh kebutuhan penyelenggaraan pendidikan.
- Seperti halnya menyangkut hak hidup, meskipun negara melindungi hak hidup warga negaranya akan tetapi setiap warga negara juga memikul tanggung jawab terhadap dirinya sendiri untuk hidup dan kehidupannya melalui caracara hidup yang sehat, pengutamaan keselamatan diri maupun orang-orang yang berada dalam tanggung jawabnya supaya hak hidup itu tidak dirampas oleh orang lain dan tidak pula hilang oleh ketiadaan tanggung jawab dirinya akan hak hidupnya sendiri. Begitu pula dengan pendidikan, bahwa benar pemerintah bertanggung jawab terhadap pendidikan warga negaranya, akan tetapi demi kualitas dirinya maka tiap warga negara juga harus ikut memikul tanggung jawab terhadap dirinya untuk mencapai kualitas yang diinginkannya. Oleh karena kualitas setiap warga negara akan sangat menentukan kualitas bangsa, maka negara tidak boleh berpangku tangan dengan menyerahkan sepenuhnya pengembangan kualitas diri atau kecerdasan kehidupan warganya kepada setiap warga negaranya, sebab kalau hal ini terjadi maka tiap-tiap warga negara akan menggunakan kebebasannya memilih untuk menempuh pendidikan atau sebaliknya tidak menempuh pendidikan sama sekali. Di sinilah peran dan tanggung jawab pemerintah dan warga negara menjadi sangat penting. Artinya, negara memiliki tanggung jawab utama sedangkan masyarakat juga ikut serta dalam memikul tanggung jawab itu;
- Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas, maka Pasal 6 ayat (2) tetap konstitusional sepanjang dimaknai setiap warga negara “ikut bertanggung jawab” terhadap keberlangsungan pendidikan;
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VIII/2010 tertanggal 23 September 2011
- Kata ‘dapat’ dalam Pasal 55 ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kalau dimaknai berlaku bagi jenjang pendidikan dasar yang berbasis masyarakat;
Adapun pertimbangan hukum dalam putusan sebagai berikut:
- Menimbang bahwa, menurut Mahkamah, Pemerintah Negara Indonesia dibentuk, antara lain, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu menurut UUD 1945, “Setiap orang berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi…” [vide Pasal 28C ayat (1)], dan “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah “ [vide Pasal 28I ayat (4)]. Namun, ketentuan yang mewajibkan pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan bantuan teknis, subsidi, dan sumber daya lain secara adil dan merata kepada lembaga pendidikan berbasis masyarakat untuk semua jenjang pendidikan, tidak secara tegas ditentukan di dalam UUD 1945;
- Menimbang bahwa menurut ketentuan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk jenjang pendidikan selain pendidikan dasar, konstitusi tidak menegaskan adanya kewajiban bagi pemerintah dan/atau pemerintah daerah untuk membiayai. Namun bukan berarti pemerintah sama sekali tidak memiliki tanggung jawab untuk membiayai pendidikan selain pendidikan dasar karena salah satu tanggung jawab Pemerintah adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejauh mana dan sebesar apa tanggung jawab pemerintah membiayai pendidikan selain pendidikan dasar dan menengah adalah sangat tergantung pada kemampuan keuangan dari Pemerintah maupun pemerintah daerah dengan memperhatikan ketentuan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945;
- Bahwa sehubungan dengan pasal yang diuji yaitu Pasal 55 ayat (4) UU 20/2003 terhadap UUD 1945, Mahkamah berpendapat bahwa kata ‘dapat’ dalam pasal tersebut jika dikaitkan dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 mengakibatkan pendidikan dasar berbasis masyarakat atau yang dilaksanakan selain oleh pemerintah menjadi tidak wajib untuk dibiayai oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Hal itu disebabkan karena kata ‘dapat’ bersifat terbuka sehingga bisa menghilangkan arti kewajiban Pemerintah yang berarti pula bertentangan dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945. Terhadap jenjang pendidikan selain pendidikan dasar, Pemerintah memiliki keleluasaan untuk membiayai seluruh atau sebagian biaya pendidikan menurut kemampuan keuangan negara. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, kata ‘dapat’ dalam ketentuan Pasal 55 ayat (4) UU 20/2003 adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai bahwa lembaga pendidikan berbasis masyarakat dalam Pasal 55 ayat (4) UU 20/2003 termasuk jenjang pendidikan dasar. Dengan demikian permohonan para Pemohon untuk sebagian beralasan menurut hukum;
Dengan demikian berdasarkan 3 putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, menunjukkan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan bagi setiap individu, terlebih pendidikan sejak dini terhadap anak-anak dari kalangan yang memiliki keterbatasan ekonomi. Indonesia merupakan negara dengan sumber daya manusia yang melimpah, namun apabila sumber daya manusia itu kurang diperhatikan maka tidak menutup kemungkinan Negara Indonesia menjadi Negara yang sulit untuk lebih maju lagi.
Penulis: Rizky Pratama J., S.H.
Editor: Robi Putri J., S.H., M.H.
Baca Juga:
Legal Standing Masyarakat Hukum Adat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012
Hubungan Anak Dengan Ayah Kandung Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010
Sistem Pendidikan Nasional | Sistem Pendidikan Nasional | Sistem Pendidikan Nasional | Sistem Pendidikan Nasional | Sistem Pendidikan Nasional | Sistem Pendidikan Nasional | Sistem Pendidikan Nasional | Sistem Pendidikan Nasional | Sistem Pendidikan Nasional | Sistem Pendidikan Nasional | Sistem Pendidikan Nasional | Sistem Pendidikan Nasional | Sistem Pendidikan Nasional | Sistem Pendidikan Nasional | Sistem Pendidikan Nasional
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.