3 Jenis Harta Dalam Pernikahan, Hak Suami dan Istri Selama Pernikahan dan Setelah Perceraian
3 Jenis Harta Dalam Pernikahan
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan perubahannya (selanjutnya disebut “UU Perkawinan”) bahwasanya, “Harta Benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama“. Selanjutnya dalam Pasal 35 ayat (2) disebutkan tentang harta bawaan. Apabila merujuk pada pendapat Sayuti Thalib terdapat 3 (tiga) jenis harta dalam pernikahan, yaitu:
1. Harta Bawaan
Di antara 3 jenis harta dalam pernikahan, yang harus diketahui pertama adalah harta bawaan, yaitu harta suami istri yang telah dimiliki sebelum mereka terikat dalam perkawinan. Harta tersebut bisa berasal dari warisan, hibah, atau usaha suami istri sendiri sebelum terjadinya perkawinan. Sebagai contoh harta bawaan adalah:
– seorang laki-laki telah membeli dan membayar lunas rumah yang dibelinya kemudian sebelum dirinya menikah, maka saat dirinya menikah nanti rumah tersebut menjadi harta bawaan sang suami.
– seorang perempuan telah membeli tanah pertanian dan telah melunasi pembayarannya sebelum pernikahan, maka ketika dirinya menikah benda berupa tanah pertanian serta hasilnya tersebut akan menjadi harta bawaan sang istri.
Hak Suami dan Istri Selama Pernikahan dan Setelah Perceraian Terhadap Harta Bawaan
Hak suami dan istri atas harta bawaan telah diatur dalam Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan yang menyatakan:
“Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta bernda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain”
Berdasar ketentuan tersebut, maka hak harta bawaan sepenuhnya berada pada pemilik atau pihak yang membawa barang tersebut. Hak yang dimaksud di sini tidak terbatas pada penguasaan atau nilai saja, melainkan segala tindakan hukum terhadap benda tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (2) UU Perkawinan.
Tidak hanya hak, kewajiban yang timbul atas harta bawaan tersebut juga menjadi kewajiban peribadi yang dibebankan kepada pemilik/pihak yang membawa barang tersebut. Sebagai contoh kewajiban yang timbul adalah pembayaran pajak.
Penguasaan sepenuhnya kepada pemilik/pembawa benda tersebut membuat pasangannya tidak memiliki hak, artinya ketika pemilik/pembawa benda tersebut akan menjual atau mengalihkan kepada pihak lainnya, maka pasangannya tidak memiliki hak untuk turut campur atau bahkan tidak memerlukan persetujuan dari pasangannya tersebut, meski status keduanya masih dalam pernikahan.
Selanjutnya, ketika pasangan suami istri tersebut bercerai, maka benda tersebut tidak akan dibagi layaknya harta bersama. Oleh karena itu, ketika perceraian terjadi karena kematian maka harta bawaan langsung dibagikan kepada ahli waris tanpa terlebih dahulu dipisahkan dengan harta pasangan yang masih hidup seperti harta bersama, sedangkan ketika perceraian terjadi karena putusan pengadilan maka harta bawaan tetap menjadi hak masing-masing pemilik/pembawa benda.
Perlakuan terhadap benda bawaan tersebut akan menjadi berbeda manakala ternyata para pihak telah memiliki perjanjian yang menentukan lain. Sebagai contoh, ketika melakukan perkawinan ternyata pasangan suami istri telah memiliki perjanjian kawin yang mengharuskan adanya persetujuan dari pasangannya untuk melakukan penjualan.
2. Harta Masing-Masing Suami Istri Setelah Perkawinan
Harta masing-masing suami istri setelah perkawinan adalah harta masing-masing suami atau istri yang dapat diperoleh dari warisan, wasiat, atau hibah untuk diri masing-masing suami istri dan bukan atas usaha mereka. Pengaturan harta tersebut tertuang dalam Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan yang menyatakan:
“Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta bernda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain”
Atas dasar ketentuan tersebut, maka harta yang diperoleh dari hadiah atau warisan termasuk sebagai harta bawaan. Adapun yang dimaksud dengan hadiah diantaranya adalah hibah dan hibah wasiat.
Hak Suami dan Istri Selama Pernikahan dan Setelah Perceraian Terhadap Harta Masing-Masing Suami Istri Setelah Perkawinan
Dari 3 jenis harta dalam pernikahan, tidak sedikit orang yang bingung terhadap hak dan kewajiban yang berlaku pada harta hibah atau wasiat yang diperoleh selama pernikahan tersebut. Dikarenakan hadiah/hibah dan harta waris memiliki kedudukan yang sama dengan harta bawaan, maka hak suami dan istri selama pernikahan dan setelah perceraian terhadap hadiah/hibah dan harta waris yang diperoleh pasangannya, adalah sama dengan harta bawaan. Artinya, segala tindakan hukum adalah hak dari penerima hadiah atau warisan tersebut.
Bahkan, ketika suami atau istri akan melakukan penolakan waris pun, maka tidak perlu persetujuan dari pasangannya. Oleh karena itu, meski diperoleh dalam pernikahan, namun hadiah dan waris tetap memiliki kedudukan yang sama dengan harta bawaan, yang artinya tidak akan dibagi dengan pasangannya sebagai harta bersama ketika terjadi perceraian baik karena kematian maupun karena putusan pengadilan.
3. Harta Pencaharian
Jenis harta terakhir yang terdapat dalam 3 jenis harta dalam pernikahan adalah harta pencaharian, yang merupakan harta yang didapatkan setelah adanya ikatan perkawinan dan atas usaha dari suami istri atau salah satu dari mereka. Harta inilah yang dimaksud sebagai harta bersama dalam Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan.
Berbeda dengan harta bawaan dan hadiah serta warisan, harta bawaan adalah harta yang diperoleh dari usaha masing-masing suami istri, sehingga ada percampuran harta. Meski yang berkerja hanya salah satu pasangan (sami atau istri saja), namun harta yang dihasilkan tetaplah harta bersama.
Hak Suami dan Istri Selama Pernikahan dan Setelah Perceraian Terhadap Harta Pencaharian
Dari 3 jenis harta dalam pernikahan, harta bersama adalah satu-satunya harta yang memberikan hak yang berbeda kepada pasangan. Harta bersama memberikan hak kepada pasangan suami istri atas harta tersebut. Oleh karena itu, ketika ada peralihan/penjualan barang, meski benda tersebut dibeli atas hasil usaha suami ketika dalam pernikahan, namun karena adanya percampuran harta, maka istri harus memberikan persetujuan terhadap peralihan/penjualan barang tersebut.
Adapun ketika terjadi perceraian karena putusan pengadilan, maka harta bersama harus dibagi kepada masing-masing pihak sebesar 50% (lima puluh persen), tidak ada pengecualian. Sedangkan ketika terjadi perceraian karena kematian, maka sebelum ada pembagian waris, harus ada pemisahan harta bersama terlebih dahulu sebelum dibagi waris.
Hak suami dan istri selama penikahan dan setelah perceraian terhadap harta bersama tersebut tidak berlaku ketika terjadi perjanjian pernikahan/perjanjian kawin yang menyatakan bahwa tidak ada harta bersama diantara kedua belah pihak. Perjanjian kawin tersebut pada umumnya menjanjikan bahwa harta hasil usaha suami akan tetap menjadi milik dan dalam penguasaan suami, serta sebaliknya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dari 3 jenis harta dalam pernikahan tersebut, jika diperhatikan melalui hak suami dan istri selama pernikahan dan setelah perceraian, hanya terdiri atas harta bawaan dan harta bersama. Memang tidak jarang orang tidak mengerti diantara 3 jenis harta dalam pernikahan tersebut, harta hibah/warisan yang diperoleh selama dirinya menikah adalah harta bawaan. Namun demikian, ketentuan terkait hak suami dan istri selama pernikahan dan setelah perceraian terkait 3 jenis harta dalam pernikahan tersebut adalah bersifat aanvullen recht, yang artinya dapat disimpangi dengan perjanjian pernikahan/perjanjian kawin.
Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.
Sumber:
Thalib, Sayuti, 2014. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)
R. Soetojo Prawirohamidjojo, Marthalena Pohan, 2008,Hukum orang dan Keluarga (Personen en Familie-Recht), Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair; Surabaya,
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanResensi Buku, Hukum Arbitrase Bidang Perdata, Oleh Prof. Dr....
Terduga Calo Pegawai Negeri Sipil Tertangkap, Sanksi Bagi Pengguna...
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.