Tuntutan Bharada E Lebih Ringan Daripada Sambo, Namun Lebih Berat Dari Terdakwa Lainnya: Hak Justice Collaborator

Kasus pembunuhan Brigadir J telah memasuki tahap sidang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap para Terdakwa. Ada hal yang menarik perhatian dari sidang pembacaan tuntutan JPU yaitu tuntutan Bharada E yang lebih banyak dibandingkan Terdakwa Kuat Ma’ruf, Putri Chandrawathi dan Ricky Rizal. Bharada E dituntut oleh JPU 12 tahun penjara, sedangkan ketiga Terdakwa lainnya dituntut 8 tahun penjara. Menurut JPU, Bharada E dituntut 12 tahun penjara karena telah memenuhi unsur perbuatan pembunuhan berencana sebagaimana yang telah didakwakan dalam dakwaan Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). [1]

Bharada E adalah Terdakwa dalam kasus pembunuhan Brigadir J yang mengungkapkan fakta pembunuhan Brigadir J pada tanggal 8 Juli 2022 (whistle blower). Sebab, dari keterangan yang ia berikan saat pemeriksaan di Kepolisian mengakibatkan terbongkarnya skenario pembunuhan Brigadir J yang disusun oleh Ferdy Sambo. Sesaat setelah dilakukannya pemeriksaan Bharada E mengajukan dirinya sebagai Justice Collaborator.[2] Apabila merujuk ketentuan dalam Pasal 10A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) mengisyaratkan untuk memberikan penghargaan atas kesaksian yang diberikan. Berbeda dengan ketentuan dalam UU PSK, JPU dalam sidang kasus pembunuhan Brigadir J memberikan hukuman 12 (dua belas) tahun penjara kepada Terdakwa Bharada E.

Istilah Whistle blower dalam hukum pidana ditujukan kepada orang yang mengungkapkan suatu fakta terjadinya suatu tindak pidana atau dapat juga disebut dengan Pelapor. Sementara istilah justice collaborator ditujukan kepada orang yang terlibat dalam suatu tindak pidana dan bersedia untuk mengungkap tindak pidana tersebut atau disebut juga Saksi Pelaku yang Bekerjasama. Kedua istilah itu dapat ditemukan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Wistleblowers) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborators) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu (SEMA 4/2011) dan UU PSK. Berkaitan dengan tuntutan JPU terhadap Bharada E yang semulanya merupakan whistle blower lalu kemudian menjadi justice collaborator, perlu ditelaah lebih dalam terkait status tersebut untuk dapat dikatakan whistle blower dan justice collaborator.

Merujuk ketentuan dalam SEMA 4/2011, tidak memberikan definisi terkait dengan Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama. Defini tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 1 Angka 2 dan Angka 4 UU PSK yang berbunyi:

Pasal 1 Angka 2:

Saksi Pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.

Pasal 1 Angka 4:

Pelapor adalah orang yang memberikan laporan, informasi, atau keterangan kepada penegak hukum mengenai tindak pidana yang akan, sedang, atau telah terjadi.

UU PSK mengatur lebih rinci dan jelas terkait dengan rumusan Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama dibandingkan dengan SEMA 4/2011. Hal ini dikarenakan dalam SEMA 4/2011 diberlakukan terhadap tindak pidana tertentu seperti korupsi, terorisme, narkotika maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir. Sedangkan UU PSK dapat diberlakukan secara umum namun tidak terlepas dari keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Adapun syarat untuk mendapatkan perlindungan sebagai justice collaborator diatur dalam Pasal 28 Ayat (2) UU PSK menyatakan bahwa:

  1. tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK;
  2. sifat pentingnya keterangan yang diberikan oleh Saksi Pelaku dalam mengungkap suatu tindak pidana;
  3. bukan sebagai pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapkannya;
  4. kesediaan mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan dan dinyatakan dalam pernyataan tertulis; dan
  5. adanya Ancaman yang nyata atau kekhawatiran akan terjadinya Ancaman, tekanan secara fisik atau psikis terhadap Saksi Pelaku atau Keluarganya jika tindak pidana tersebut diungkap menurut keadaan yang sebenarnya

Sementara itu, berkaitan dengan whistle blower atau Pelapor harus memenuhi syarat agar mendapatkan perlindungan hukum atas keberadaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (3) UU PSK yaitu:

  1. sifat pentingnya keterangan Pelapor dan ahli; dan
  2. tingkat Ancaman yang membahayakan Pelapor dan ahli.

Apabila dikaitkan dengan peranan Bharada E dalam kasus pembunuhan Brigadir J, terlepas dari kesaksiannya di persidangan. Keberadaannya sangat penting dalam mengungkap dan membongkar skenario kematian Brigadir J. Sebab adanya skenario kematian Brigadir J dapat diduga adanya upaya untuk menutupi terjadinya peristiwa tindak pidana. Dengan adanya keterangan Bharada E, upaya menutupi tersebut terbongkar dan ini juga menunjukkan adanya tanda untuk dapat diterapkannya justice collaborator dan whistle blower dalam kasus ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (2) dan (3) UU PSK. Di lain sisi, Bharada E merupakan eksekutor dalam pembunuhan Brigadir J, yang artinya sebagai orang yang menjalankan perintah eksekusi yang diberikan oleh Ferdy Sambo. Alasan JPU memberikan tuntutan 12 (dua belas) tahun penjara dikarenakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.[3] Hal ini juga didukung dari keterangan yang diberikan oleh Bharada E dalam persidangan bahwa ia mengakui dirinya yang memang menembak Brigadir J.

Terlepas dari tuntutan JPU terhadap Bharada E, perlu diketahui bahwa Saksi Pelaku yang Bekerjasama dan Pelapor memiliki hak sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) UU PSK yang menyatakan bahwa Saksi, Korban, Saksi Pelaku yang Bekerjasama dan Pelapor berhak:

  1. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, Keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
  2. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;
  3. memberikan keterangan tanpa tekanan;
  4. mendapat penerjemah;
  5. bebas dari pertanyaan yang menjerat;
  6. mendapat informasi mengenai perkembangan kasus;
  7. mendapat informasi mengenai putusan pengadilan;
  8. mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
  9. dirahasiakan identitasnya;
  10. mendapat identitas baru;
  11. mendapat tempat kediaman sementara;
  12. mendapat tempat kediaman baru;
  13. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;
  14. mendapat nasihat hukum;
  15. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu Perlindungan berakhir; dan/atau
  16. mendapat pendampingan.

Selain hak-hak yang diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) UU PSK, Saksi Pelaku yang Bekerjasama juga diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan. Penanganan secara khusus seperti pemisahan tempat penahanan, pemisahan pemberkasan antara berkas Saksi Pelaku yang Bekerjasama dengan tersangka lainnya dalam proses penyidikan, dan penuntutan dan memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa. Sementara penghargaan yang diberikan keringanan penjatuhan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 10A UU PSK.

Dengan demikian, Bharada E yang dalam kasus pembunuhan Brigadir J sebagai eksekutor tentu tidak menghilangkan perbuatan tindak pidananya. Hal ini dikarenakan terdapat alat bukti yang saling berkaitan satu sama lain, sehingga JPU dalam hal ini berkewajiban untuk membuktikan perbuatan yang dilakukan Bharada E. Namun, di lain sisi Bharada E juga sebagai justice collaborator (Saksi Pelaku yang Bekerjasama) dan/atau whistle blower (Pelapor), seharusnya dapat dipertimbangkan oleh JPU untuk diberikan keringanan penjatuhan pidananya. Dari seluruh rangkaian persidangan yang telah dijalankan, tentunya hakim memiliki penilaiannya sendiri dalam memutuskan hukuman terhadap para Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J.

 

Penulis: Rizky P.J.

Editor: Mirna R. & R. Putri J.

 

 

 

[1] Eka Yudha Saputra, Breakingnews: Richard Eliezer alias Bharada E Dituntut 12 Tahun Penjara, https://nasional.tempo.co/read/1681089/breakingnews-richard-eliezer-alias-bharada-e-dituntut-12-tahun-penjara

[2] Rahmat Baihaqi, Menanti Nyanyian Bharada E, Sang Whistle Blower, https://www.merdeka.com/peristiwa/menanti-nyanyian-bharada-e-sang-whistle-blower-hot-issue.html

[3] Rahel Narda Chaterine Kejagung Ungkap Alasan Jaksa Tuntut Bharada E 12 Tahun: Punya Keberanian Tembak Brigadir J, https://nasional.kompas.com/read/2023/01/19/05061881/kejagung-ungkap-alasan-jaksa-tuntut-bharada-e-12-tahun-punya-keberanian

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.