Tindakan Pembunuhan yang Dilakukan Anak Dibawah Umur

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut UU Perlindungan Anak) memberi pengertian anak sebagai seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak yang melakukan tindak pidana disebut sebagai anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut UU Peradilan Anak). Anak yang dapat dikategorikan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum yaitu anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Sedangkan anak yang belum berusia 12 (dua belas) tahun, walaupun melakukan tindak pidana belum dapat diajukan ke sidang pengadilan anak dengan pertimbangan bahwa dari sisi sosiologis, psikologis dan paedagogis, anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun itu belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.[1] Berikut akan kami jelaskan mengenai pertanggungjawaban pidana anak, baik yang berusia kurang dari 12 (delapan belas) tahun atau lebih dari 12 (dua belas) tahun dan kurang dari 18 (delapan belas) tahun yang melakukan suatu tindak pidana pembunuhan.
Pada dasarnya ketentuan mengenai pertanggungjawaban terhadap perbuatan pembunuhan diatur dalam ketentuan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan sebagai berikut :
“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
Berdasarkan hal tersebut, pada umumnya seseorang yang melakukan suatu tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. Namun, apabila pelakunya adalah seorang anak, maka sistem peradilan yang berlaku yaitu sistem peradilan anak sebagaimana diatur dalam UU Peradilan Anak. Apabila pembunuhan dilakukan oleh anak yang belum berusia 12 (dua belas) tahun, maka berlaku ketentuan dalam Pasal 21 UU Perlindungan Anak yang menyatakan sebagai berikut :
- Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk:
- menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali; atau
- mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
- Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan ke pengadilan untuk ditetapkan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
- Bapas wajib melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
- Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Anak dinilai masih memerlukan pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan lanjutan, masa pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.
- Instansi pemerintah dan LPKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib menyampaikan laporan perkembangan anak kepada Bapas secara berkala setiap bulan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk:
Sedangkan, apabila pelaku pembunuhan adalah anak yang telah berusia 12 (dua belas) tahun, maka ketentuan beracaranya berlaku hukum acara pidana pada umumnya, kecuali ditentukan lain dalam UU Peradilan Anak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 16 UU Peradilan Anak.
Penyidik akan melakukan penyidikan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh anak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 29 UU Perlindungan Anak. Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 27 UU Peradilan Anak, jika dianggap perlu penyidik juga dapat meminta saran dari ahli Pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, pekerja sosial professional atau tenaga kesejahteraan sosial dan tenaga ahli lainnya. Kemudian penyidik wajib mengupayakan diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai sebagaimana ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) UU Peradilan Anak. Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 7 UU Peradilan Anak. Jangka waktu dilaksanakan diversi yaitu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya diversi. Apabila diversi berhasil mencapai kesepakatan, maka penyidik menyampaikan berita acara diversi beserta kesepakatan diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan. Sedangkan apabila diversi gagal, maka penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara ke penuntut umum dengan melampirkan berita acara diversi dan laporan penelitian kemasyarakatan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 29 UU Peradilan Anak. Kemudian akan dilanjutkan dengan penuntutan hingga hakim memberikan putusan.
Pada dasarnya anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa. Perilaku kenakalan yang dilakukan oleh anak walaupun kadangkala sama dengan kejahatan yang dilakukan orang dewasa, tidak berarti sanksi yang diberikan juga sama.[2] Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 UU Peradilan Anak, anak yang menjalani masa pidana berhak mendapatkan hal-hal sebagai berikut :
- mendapat pengurangan masa pidana;
- memperoleh asimilasi;
- memperoleh cuti mengunjungi keluarga;
- memperoleh pembebasan bersyarat;
- memperoleh cuti menjelang bebas;
- memperoleh cuti bersyarat; dan
- memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Macam-macam pidana pokok yang dapat dikenakan terhadap anak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 71 ayat (1) UU Peradilan Anak yaitu sebagai berikut :
- pidana peringatan;
- pidana dengan syarat:
- pembinaan di luar lembaga;
- pelayanan masyarakat; atau
- pengawasan
- pelatihan kerja;
- pembinaan dalam lembaga; dan
- penjara.
Terhadap anak yang melakukan tindak pidana pembunuhan, yang diancam dengan pidana penjara maksimal 15 (lima belas) tahun sebagaimana ketentuan dalam Pasal 338 KUHP dapat dikenakan ketentuan pidana pembatasan kebebasan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 79 dan Pasal 81 UU Peradilan Anak yang menyatakan sebagai berikut :
Pasal 79
- Pidana pembatasan kebebasan diberlakukan dalam hal Anak melakukan tindak pidana berat atau tindak pidana yang disertai dengan kekerasan;
- Pidana pembatasan kebebasan yang dijatuhkan terhadap Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum pidana penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa;
- Minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap Anak;
- Ketentuan mengenai pidana penjara dalam KUHP berlaku juga terhadap Anak sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 81
- Anak dijatuhi pidana penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) apabila keadaan dan perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat
- Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa;
- Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur 18 (delapan belas) tahun.
- Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat;
- Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.
- Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Hal ini berlaku terhadap anak yang telah berusia lebih dari 12 (dua belas) tahun. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka hakim dalam memutuskan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana pembunuhan tentu dilakukan dengan pertimbangan dan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 79 dan Pasal 81 UU Peradilan Anak.
[1] Safrizal Walahe, Pertanggungjawaban Pidana Dari Anak Dibawah Umur Yang Melakukan Pembunuhan, Lex Carimen, Vo. II, No. 7, November 2013, hal. 44
[2] Anselmus S. J. Mandagie, Proses Hukum Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur DItinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Lex Crimen, Vol. IX, No. 2, Juni 2020, hal. 56.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.