Surat Berharga dan 7 Jenisnya

Pengertian Surat Berharga

Salah satu klausula dalam suatu transaksi dagang tidak lepas dari masalah pembayaran. Pembayaran dalam hukum perdata merupakan salah satu unsur yang menyebabkan suatu perikatan itu lahir. Secara umum pembayaran dalam suatu perikatan perdata adalah penyerahan prestasi, atau yang lebih sempit adalah penyerahan suatu sejumlah uang sebagai kewajiban pembeli sesuai dengan harga barang yang telah disepakati.[1] Dalam dunia bisnis, surat-surat yang mengandung nilai uang atau pembayaran disebut dengan surat berharga. Secara definitif, pengertian surat berharga tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa istilah surat berharga itu terpakai untuk surat-surat yang bersifat seperti uang tunai, jadi yang dapat dipakai untuk alat pembayaran. Ini artinya pula bahwa surat berharga dapat diperdagangkan dan dapat diuangkan sewaktu-waktu dengan uang tunai.[2] Kemudian, pendapat yang sama juga disampaikan oleh Rasjim Wiraatmadja, yang mendefinisikan surat berharga adalah surat yang bersifat dan mempunyai nilai seperti uang tunai dan dapat dipertukarkan dengan uang tunai.[3] Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa surat berharga merupakan alat untuk diperdagangkan dan merupakan alat bukti terhadap hutang yang telah ada.

Jenis-Jenis Surat Berharga

Dalam praktek perdagangan yang ada di Indonesia, terdapat beberapa bentuk surat berharga beserta jenis dan sifatnya sebagai berikut:

No.Jenis Surat BerhargaSifatDasar Hukum
1.WeselTagihan hutangPasal 100 sampai dengan 173 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
2.CekTagihan hutang–       Pasal 178 – 229 KUHD;

–       Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/7/UPPB tertanggal 16 Mei 1975 tentang Cek/Bilyet Giro Kosong;

–       Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/72/UPPB tertanggal 10 Januari 1977 tentang Penulisan Nilai Nominal Cek/Bilyet Giro dalam Angka dan Huruf;

–       Surat Edaran Bank Indonesia No.9/16/UPPB tertanggal 31 Mei 1976 tentang Larangan Menerbitkan Cek/Bilyet Giro dalam Valuta Asing;

–       Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/85/UPPB/PbB tertanggal 11 September 1972 tentang Pembuatan/Penerbitan Cek/Bilyet Giro dan Alat-alat Lalu Lintas Pembayaran Giral Lainnya.

3.Surat Sanggup / PromesTagihan hutangPasal 174 -177 KUHD
4.SahamKeanggotaan / Kepemilikan–          Pasal 40 KUHD

–          Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

–          Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja

5.ObligasiPengakuan Hutang–          Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

–          Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja

–          Peraturan Menteri Keuangan Republik. Indonesia Nomor 27 /PMK.08/2020 tentang Penjualan Surat Utang Negara

6.KonosemenKebendaanPasal 506 KUHD
7.Bilyet GiroSurat Perintah Pemindahan–          Peraturan Bank Indonesia No. 18/41/PBI/2016 diterbitkan tanggal 22 November 2016 tentang Bilyet Giro;

–          Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/32/2016 diterbitkan tanggal 29 November 2016 tentang Bilyet Giro;

–          Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/40/DPSP diterbitkan tanggal 30 Desember 2016 tentang Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia.

 

Dilihat dari jenis dan sifatnya, mengandung beberapa unsur yang harus dipenuhi surat berharga yaitu sebagai berikut:

  1. Surat bukti tuntutan hutang ialah perikatan yang harus ditunaikan oleh penandatangan akta, sebaliknya penerima akta itu mempunyai hak menuntut kepada orang yang menandatangani akta tersebut.
  2. Pembawa hak ialah pemegang hak untuk menuntut sesuatu kepada debitur yang berarti bahwa hak tersebut melekat pada akta surat berharga, seolah-olah menjadi satu atau senyawa.
  3. Mudah diperjualbelikan yakni agar surat berharga itu mudah diperjualbelikan, maka harus diberi bentuk kepada pengganti (aan order) atau bentuk kepada pembawa (aan toonder).

Dengan demikian bertitik tolak dari uraian-uraian yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa yang menjadi dasar lahirnya surat berharga adalah adanya suatu perikatan. Perikatan di sini dengan sendirinya harus dilaksanakan dengan baik dan tepat waktunya, sehingga tujuan dibuatnya perjanjian dapat dicapai sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata.

 

Penulis: Rizky. P. J, S.H

Editor:  Robi Putri. J, S.H., M.H., C.T.L., C.L.A & Mirna. R, S.H., M.H., C.C.D

 

[1] Djoko Imbawani Atmadjaja. Hukum Dagang Indonesia (Sejarah, Pengertian, Dan Prinsip-Prinsip Hukum Dagang), Setara Press, Malang, 2012, halaman 247

[2] Ibid.

[3] Ibid.

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.