Subrogasi dan Cessie oleh Bank

Subrogasi dan cessie dapat terjadi dalam bidang perbankan. Perbankan merupakan segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah mengalami perubahan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan). Bank dapat melakukan subrogasi dan cessie dalam hal akan melakukan pengalihan hak atau pengalihan piutang. Subrogasi dan cessie di bidang perbankan biasanya terjadi dalam transaksi antara bank, nasabah dan pihak ketiga. Terkait subrogasi dan cessie tidak ditemukan peraturan perundang-undangan yang mengatur khusus dalam bidang perbankan. Dengan demikian, maka dapat ditafsirkan bahwa tidak ada larangan atau kewajiban bagi bank untuk melakukan subrogasi atau cessie. Berdasarkan hal tersebut maka subrogasi dan cessie dalam bidang perbankan sah-sah saja dilakukan mengingat adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1338 KUHPer. Merujuk pada ketentuan pasak 1338 KUHPer dapat disimpulkan bahwa para pihak diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat bagi para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.
A. Subrogasi
Subrogasi merupakan perpindahan hak kreditur kepada pihak ketiga dengan membayar kepada kreditur yang dapat terjadi karena adanya persetujuan atau karena undang-undang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1400 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer). Subrogasi harus dinyatakan dengan tegas di dalam akta autentik dan dilakukan bersamaan dengan waktu pembayaran, yang menyatakan untuk melakukan pembayaran kepada kreditur dan untuk menggantikan kedudukan kreditur lama. Sebagai ilustrasi subrogasi dalam bidang perbankan yaitu dalam perjanjian buyback guarantee yang dibuat oleh dan diantara Bank dengan Developer.
Ada kalanya dalam penjualan suatu property, AJB tidak dapat dilaksanakan dalam kurun waktu dekat dikarenakan sertifikat atau syarat-syarat tertentu belum terpenuhi, terutama dalam hal penjualan Apartemen yang dalam prakteknya membutuhkan waktu cukup lama dalam penerbitan SHM Sarusun. Di lain pihak, tidak jarang pembeli juga membutuhkan pinjaman dari bank untuk dapat melakukan pelunasan kepada Developer. Bank pun juga membutuhkan nasabah kredit untuk melakukan perputaran uang dan usahanya. Terkabulnya permohonan kredit tentu mengharuskan bank untuk memiliki jaminan sebagai bentuk pelaksanaan prinsip kehati-hatian yang melekat dan wajib dilaksanakan oleh bank. Adapun dengan belum adanya sertifikat atau AJB atas property tersebut, maka Bank harus memiliki jaminan lain, yang salah satunya dalam bentuk perjanjian Buyback Guarantee. Perjanjian buyback guarantee adalah perjanjian yang umumnya dilakukan oleh Bank dan Developer, dimana Developer berkewajiban untuk melakukan cessie atau subrogasi apabila debitur tidak dapat melunasi hutangnya Cessie atau subrogasi yang mendasarkan pada perjanjian buyback guarantee tersebut hanya akan dilaksanakan apabila Hak Tanggungan atas benda yang akan dijaminkan belum dapat dimiliki oleh Bank baik dikarenakan belum ada sertifikat atau belum ada Akta Jual Beli oleh dan diantara Developer dengan pembeli/nasabah KPR. Cessie dan subrogasi oleh bank tersebut adalah untuk menghindari adanya kerugian oleh bank, mengingat sifat bank sebagai penyimpan uang masyarakat yang dengan demikian kerugian oleh bank akan memiliki akibat yang cukup massif kepada perekonomian.
B. Cessie
Cessie adalah cara pengalihan piutang-piutang atas nama yang dilakukan dengan cara membuat akta otentik atau di bawah tangan dan melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain. Istilah cessie pada dasarnya tidak ditemukan dalam KUHPer, namun secara definisi cessie diatur dalam Pasal 613 KUHPer. Sebagaimana prinsipnya, dalam cessie perikatan lama sebelum dilakukannya cessie tidak hapus, hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditur baru, sehingga cessie tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum cessie itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. Cessie harus didahului oleh suatu peristiwa perdata atau yang disebut dengan underlaying transaksi. Underlaying transaksi dalam hal ini adalah jual beli piutang yang dilakukan oleh bank sebagai kreditur lama dengan pihak ketiga sebagai kreditur baru. Sebagai ilustrasi, yaitu bank melakukan pengalihan utang sebagai upaya penyelesaian kredit macet debitur. Pemegang cessie dalam hal ini yaitu pihak ketiga yang akan menerima pengalihan piutang.
C. Fidusia
Bagaimanakah bila seorang mengajukan kredit di bank dengan jaminan hak tagih? Apakah perlu membuat perjanjian cessie?
Berbeda halnya dengan pengalihan utang oleh bank, pengalihan utang oleh debitur ke bank harus ada jaminannya. Jaminan yang diberikan tersebut disebut dengan jaminan fidusia. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia (selanjutnya disebut UU Fidusia), fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sedangkan jaminan fidusia menurut ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 UU Fidusia yaitu jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. Berdasarkan hal tersebut, maka pengalihan utang oleh debitur ke bank harus menyertakan jaminan fidusia serta melalui mekanisme sebagaimana kebijakan setiap bank.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.