Sidang Kode Etik Kepolisian Republik Indonesia

Beberapa wakktu lalu tepatnya pada tanggal 25 Agustus 2022 lalu, telah dilakukan sidang etik terhadap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terkait kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J). Putusan sidang etik tersebut menyatakan Irjen Ferdy Sambo diberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atas perbuatannya terhadap Brigadir J.[1] Kasus pemecatan ini juga pernah terjadi di Polda Sumatera Utara pada tahun 2021, dimana pemecatan dilakukan terhadap tiga personel jajarannya karena terlibat penyalahgunaan narkoba dan melakukan pelanggaran disiplin desersi.[2] Masih banyak kasus pemecatan tidak dengan hormat anggota kepolisian yang terjadi di Indonesia, hal ini merupakan salah satu bentuk terhadap perwujudan penegakan hukum di sektor keamanan.
Kepolisian sebagai bagian dari sektor keamanan, perlu menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional, akuntabel dan transparan. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisan (UU Kepolisian), menyebutkan bahwa Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, dalam Pasal 34 UU Kepolisian disebutkan bahwa:
- Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menjadi pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya.
- Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.
Berkaitan dengan hal tersebut, artikel ini membahas terkait dengan profesi kepolisian yang merupakan salah satu syarat yang harus diperhatikan dan dijunjung tinggi dalam pelaksanaannya. Pengaturan mengenai profesi kepolisian terejewantahkan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri 14/2011). Pasal 1 Angka 4 Perkap 14/2011 memiliki arti bahwa etika profesi kepolisian adalah kristalisasi nilai-nilai Tribrata dan Catur Prasetya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap Anggota Polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika kenegaraan, kelembagaan, kemasyarakatan, dan kepribadian. Lebih lanjut dalam Pasal 1 Angka 5 Perkap 14/2011 menyebutkan bahwa:
Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut, atau tidak patut dilakukan oleh Anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab jabatan.
Dengan demikian kode etik profesi berisi nilai-nilai etis yang ditetapkan sebagai pedoman moral dan pedoman kerja bagi angota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang seharusnya atau seyogyanya diimplementasikan bagi pemegang profesi Kepolisian di dalam bertindak dan berperilaku atau berbuat dan berkehidupan di dalam menjalankan profesinya di wilayah NKRI. Ruang lingkup KEPP mencakup etika kenegaraan, etika kelembagaan, etika kemasyarakatan dan etika kepribadian.[3]
Apabila terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik tersebut, maka mengacu pada Pasal 13 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian (PP 1/2003) menyebutkan bahwa;
- Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia karena melanggar sumpah/janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sumpah/janji jabatan, dan/atau Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ketentuan Pasal 13 PP 1/2003 tersebut menerangkan bahwa anggota kepolisian dapat diberhentikan apabila melanggar KEPP dan pemberhentian yang dimaksud dilakukan melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian (KKEP). Sidang KKEP ialah untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh Anggota Polri. Sidang KKEP dilakukan terhadap KEPP, Pemberhentian anggota Kepolisian dan kedisiplinan anggota Kepolisian. Sidang Komisi Banding dilakukan terhadap permohonan banding yang diajukan oleh Pelanggar atau istri/suami, anak atau orang tua Pelanggar, atau pendampingnya atas putusan sanksi administratif berupa rekomendasi oleh Sidang KKEP kepada Komisi Banding melalui atasan Ankum. [4]
Apabila anggota kepolisian dalam menjalankan tugasnya melanggar etika kenegaraan, etika kelembagaan, etika kemasyarakatan dan etika kepribadian, maka sanksi yang diberlakukan telah diatur dalam Perkapolri 14/2011. Adapun pemecatan tidak dengan hormat diberikan kepada Pelanggar KEPP yang melakukan pelanggaran sebagai berikut:
- Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri;
- Diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan/atau tidak benar pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Polri;
- Melakukan usaha atau perbuatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan perbuatan yang menentang Negara dan/atau Pemerintah Republik Indonesia;
- Melanggar sumpah/janji anggota Polri, sumpah/janji jabatan dan/atau KEPP;
- Meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari kerja secara berturut-turut;
- Melakukan perbuatan dan berperilaku yang dapat merugikan dinas kepolisian, antara lain berupa:
- Kelalaian dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, dengan sengaja dan berulang-ulang dan tidak menaati perintah atasan, penganiayaan terhadap sesama anggota polri, penggunaan kekuasaan di luar batas, sewenang-wenang, atau secara salah, sehingga dinas atau perseorangan menderita kerugian;
- Perbuatan yang berulang-ulang dan bertentangan dengan kesusilaan yang dilakukan di dalam atau di luar dinas; dan
- Kelakuan atau perkataan di muka khalayak ramai atau berupa tulisan yang melanggar disiplin.
g. Melakukan bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan dan/atau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak pidana yang dilakukannya;
h. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik yang diketahui kemudian telah menduduki jabatan atau menjadi anggota partai politik dan setelah diperingatkan/ditegur masih tetap mempertahankan statusnya itu; dan
i. Dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Polri.[5]
Selain itu, sanksi administratif berupa rekomendasi pemecatan tidak dengan hormat dikenakan melalui Sidang KKEP terhadap pelanggar yang dengan sengaja melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan telah diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Ayat (1) Perkapolri 14/2011. Artinya, ketentuan ini memiliki arti bahwa tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 4 (empat) tahun harus telah terlebih dahulu diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Hal tersebut juga memiliki makna yang sama dalam Pasal 22 Ayat (2) Perkapolri 14/2011 juga menyebutkan bahwa:
(2) Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf d, dan huruf f diputuskan melalui Sidang KKEP setelah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran pidananya melalui proses peradilan umum sampai dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dengan demikian diketahui bahwa dalam pelaksanaan penegakan KEPP terdapat hal-hal yang harus diperhatikan. Perkapolri 14/2011 merupakan wujud dari implementasi dan dasar yuridis penerapan terhadap pelanggaran KEPP, berdasarkan data dan fakta maka terhadap anggota tersebut harus diproses secara hukum. Begitupun dengan putusan pelaksanaan dan proses sidang KKEP yang juga diatur dalam Perkapolri 14/2011.
[1] CNN Indonesia, Ketegangan di Ruang Sidang Etik: Tak Ada Lagi Tangisan Ferdy Sambo, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220829082758-12-840190/ketegangan-di-ruang-sidang-etik-tak-ada-lagi-tangisan-ferdy-sambo.
[2] Newswire, Tiga Anggota Polisi di Labuhanbatu Sumut Dipecat, Penyebabnya Ini, https://www.solopos.com/tiga-anggota-polisi-di-labuhanbatu-sumut-dipecat-penyebabnya-ini-1204878
[3] Pasal 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
[4] Pasal 19 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
[5] Pasal 21 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanKonsistensi Pengakuan Masyarakat Adat Dipertanyakan
Resensi Buku: Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia...

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.