Setoran Tambang Ilegal Pada Oknum Polisi, Bagaimana Seharusnya Perizinan Tambang Dilakukan?

Setoran tambang ilegal pada oknum polisi belakangan ini ramai dibicarakan. Hal tersebut diawali oleh rekaman video pengakuan Ismail Bolong tentang dugaan setoran dari hasil tambang ilegal di Kalimantan Timur kepada perwira polisi yang berdar di media sosial, yang kemudian menjadi perhatian serius Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Video pengakuan Ismail membuat heboh sejak pertama kali muncul ke publik pada 3 November lalu. Video ini awalnya diputar dalam acara diskusi bertajuk “Persekongkolan Geng Tambang di Polisi dan Oligarki Tambang” yang digelar oleh lembaga Indonesian Club.Komisioner Kompolnas (Albertus Wahyurudhanto) mengatakan bahwa lembaganya mulai menelusuri kebenaran dari isu ini.[1]

Ismail awalnya mengaku memberi uang koordinasi kepada Kabareskrim yang menjabat saat ini, Komjen Agus Andrianto. Setelah pengakuannya viral, muncul video bantahan Ismail Bolong, yang mengatakan dirinya tidak pernah memberikan uang koordinasi kepada Komjen Agus. Menurut Ismail, dirinya ditekan oleh mantan Kepala Biro Paminal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Hendra Kurniawan untuk membuat video tersebut.

Tentunya sebelum mengadakan pungutan, pemerintah atau lembaga negara harus memiliki dasar hukum yang sah dan jelas sebelum memberlakukan kebijakan tersebut. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945) dalam Pasal 33 ayat (2) menegaskan bahwa:

Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”

Selain itu, terdapat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 yang memberikan penafsiran dan menyatakan bahwa:

Bentuk penguasaan negara peringkat pertama dan yang paling penting adalah negara melakukan pengelolaan secara langsung

Ketentuan tersebut memberikan pengertian bahwa negara harus melakukan pengelolaan secara langsung, hal mana dapat dilakukan dengan penanaman modal secara langsung yang salah satunya adalah dengan kepemilikan modal. Hal inilah yang kemudian mendasari mengapa harus ada sejumlah setoran pengusaha tambang kepada pemerintah. Hal ini sebenarnya semata-mata untuk mensejahterakan perekonomian masyarakat mengingat negara Indonesia memiliki potensi yang besar berkaitan dengan sumber daya alam yang dimilikinya. Sektor pertambangan sudah sejak lama memberikan andil yang sangat besar dalam memberikan pemasukan keuangan bagi negara. Namun demikian, setoran-setoran yang dimaksud tentunya adalah setoran-setoran yang legal yang harus dibayarkan kepada instansi yang berwenang dengan nilai yang telah ditentukan serta masuk ke dalam kas negara.

Kas negara tersebut selanjutnya akan membantu pembangunan negara Indonesia dalam jangka panjang yang harus memperhatikan sektor lingkungan. Mengingat Indonesia juga merupakan negara hukum, maka segala sesuatu yang berkenaan dengan penyelenggaraan negara termasuk dalam penyelenggaraan usaha di bidang pertambangan juga diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Mengenai ketentuan pertambangan saat ini diatur dalam peraturan-peraturan diantaranya sebagai berikut ini:

  1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 j.o Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CiptaKerja).
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP 96/2021).
  4. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara (PP 55/2022).
  5. Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2020tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, Dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara (Permen ESDM 7/2020).
  6. Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Standar Kegiatan Usaha Dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Energi Dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM 5/2021).

Peraturan mengenai Izin usaha pertambangan yang selanjutnya disingkat dengan (IUP) dalam UU Minerba daitur dalam Bab VII tentang Izin Usaha Pertambangan adapun IUP dalam UU Minerba dibagi menjadi 2 tahap yaitu IUP eksplorasi yang meliputi kegiatan penyelidikan, umum eksplorasi dan studi kelayakan dan IUP Operasi Produksi yang meliputi Kegiatan Konstruksi, Penambangan, Pengolahan dan/atau Pemurnian atau Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, serta Pengangkutan dan Penjualan. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam IUP dalam UU Minerba terbaru (UU 3/2020) yang adalah sebagai berikut:[2]

  1. profil perusahaan
  2. lokasi dan luas wilayah
  3. jenis komoditas yang diusahakan
  4. kewajiban menempatkan jaminan kesungguhan eksplorasi
  5. modal kerja
  6. jangka waktu berlakunya IUP
  7. hak dan kewajiban pemegang IUP
  8. perpanjangan IUP
  9. kewajiban penyelesaian hak atas tanah
  10. kewajiban membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah, termasuk kewajiban iuran tetap dan iuran produksi
  11. kewajiban melaksanakan Reklamasi dan Pasca tambang
  12. kewajiban menyusun dokumen lingkungan
  13. kewajiban melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah IUP.

Berdasar ketentuan tersebut, memang benar terdapat kewajiban untuk membayar kepada negara, namun tentunya pembayaran tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku guna memenuhi syarat IUP. Adapun jika pengusaha tambang tidak melakukan IUP maka ia akan diancam dengan hukuman pidana serta denda yang sangat besar yaitu sebesar 100 Milyar. Mengenai ketentuan pidana apabila pengusaha tambang tidak melakukan IUP diatur dalam Pasal 58 UU Minerba yang mengatur sebagai berikut:

“Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000  (seratus miliar rupiah).”

 

Dengan demikian berkaitan dengan proses perizinan usaha pertambangan di Indonesia, haruslah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila adanya pungutan liar atau tindak pidana lainnya dalam proses perizinan usaha pertambangan di Indonesia, terdapat sanksi atau hukuman pidana yang diatur dalam UU Minerba maupun ketentuan pidana lainnya yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini kegiatan pungutan liar yang diduga dilakukan oleh oknum perwira polisi di Kalimantan Timur merupakan tindakan yang melanggar dan dapat dikenakan hukuman pidana dalam UU Minerba.

 

[1]https://koran.tempo.co/read/berita-utama/478172/upaya-kompolnas-telusuri-setoran-dari-tambang-ilegal-ke-jenderal-polisi

[2]Pasal 39 UU Minerba

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.