Praperadilan yang Diajukan Oleh DPO

Praperadilan yang Diajukan Oleh DPO (Daftar Pencarian Orang) tidak jarang terjadi. Hal tersebut mungkin saja dilakukan oleh DPO melalui keluarga atau kuasa hukumnya, terlebih praperadilan kini dapat diajukan terhadap penetapan tersangka.
DPO sendiri merupakan daftar yang dibuat oleh Kepolisian Republik Indonesia terhadap orang-orang yang telah melakukan tindak pidana dan telah ditetapkan sebagai Tersangka namun tidak pernah menghadiri panggilan. Tidak menutup kemungkinan orang-orang dimaksud menghindari panggilan karena khawatir dirinya akan ditahan sebab tindak pidana yang diduga dilakukannya telah memenuhi syarat untuk dilakukan penahanan.
Adapun prosedur penetapan DPO diatur dalam Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana (selanjutnya disebut “Perkaba 3/2014”). Seseorang akan dimasukkan dalam DPO apabila:
- tersangka benar-benar terlibat dalam suatu tindak pidana berdasarkan bukti-bukti yang cukup sebagai tersangka
- Tersangka tidak ditemukan setelah dilakukan upaya paksa berupa pemanggilan dan penangkapan serta penggeledahan tersangka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan kedua syarat tersebut, maka pada dasarnya seseorang masuk dalam DPO karena yang bersangkutan tidak menjalankan kewajibannya atau tidak kooperatif terhadap panggilan yang diberikan oleh kepolisian, sehingga mempersulit proses peradilan lebih lanjut.
Di sisi lain praperadilan berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata yang menyatakan:
“Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
- Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
- Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
- Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan”
Adapun berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014, praperadilan ditambahkan dengan wewenang untuk memeriksa sah atau tidaknya penetapan tersangka, penyitaan, dan penggeledahan. Dengan demikian, praperadilan merupakan salah satu hak yang diberikan kepada Tersangka.
Menjadi pertanyaan manakala Tersangka tidak melaksanakan kewajibannya untuk menghadiri panggilan Kepolisian, namun menggunakan haknya untuk mengajukan praperadilan. Hal tersebutlah yang kemudian membuat Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 yang mengatur:
“1. Dalam hal tersangka melarikan diri atau dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO), maka tidak dapat diajukan permohonan praperadilan;
2.Jika permohonan praperadilan tersebut tetap dimohonkan oleh penasihat hukum atau keluarganya, maka hakim menjatuhkan putusan yang menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima”
Berdasarkan ketentuan di atas, maka pada dasarnya permohonan praperadilan oleh seorang Tersangka yang termasuk dalam DPO tidak dapat diajukan. Apabila tetap diajukan oleh penasihat hukum atau keluarganya, maka permohonan akan dinyatakan tidak dapat diterima.
Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPasangan Prewedding Flare Bromo Berencana Laporkan TNBTS
Latihan Soal Ujian Profesi Advokat

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.