Posisi Dominan Dalam Persaingan Usaha Tidak Sehat

Posisi Dominan Dalam Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan pelanggaran terhadap persaingan usaha selain yang telah diulas dalam artikel berjudul “Macam-Macam Persaingan Usaha Tidak Sehat”. Posisi dominan sendiri dijelaskan dalam Pasal 1 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999), yaitu:

Posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu

Berdasar ketentuan tersebut, maka unsur posisi dominan adalah:

  • Pangsa Pasar, dimana jika merujuk pada Pasal 25 UU 5/1999 adalah 50% atau lebih untuk seorang pelaku usaha atau satu kelompok usaha, dan 75% atau lebih untuk dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha;
  • Kemampuan keuangan, yang dapat dilihat dari modal dasar, Cash flow, Omset, Keuntungan, Batas Kredit, dan Akses ke pasar keuangan nasional dan internasional;
  • Kemampuan pada pasokan atau penjualan;
  • Kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan.

 

Pengaturan lebih detil tentang posisi dominan terletak dalam Bab V UU 5/1999. Pasal 25 ayat (1) UU 5/1999 mengatur larangan penggunaan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:

a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau

b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau

c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan

Selanjutnya Pasal 25 ayat (2) UU 5/1999 mengatur bahwa ayat (1) tersebut di atas akan memenuhi syarat manakala:

a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; atau

b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu

Merujuk pada Pasal 25 UU 5/1999 tersebut di atas, apabila pelaku usaha memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam ayat (2) namun tidak melakukan tindakan dalam ayat (1), atau dengan kata lain memiliki posisi dominan secara alamiah dengan usahanya secara murni, maka posisi dominan tersebut tidak termasuk sebagai Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adapun keberadaan Pasal 25 ayat (2) UU 5/1999 tersebut menjadikan pelanggaran terhadap posisi dominan dalam persaingan usaha tidak sehat harus ditilik melalui pendekatan Rule of Reason.

 

Disamping situasi yang tertuang dalam Pasal 25 ayat (2) UU 5/1999, posisi dominan juga dapat dinilai dari afiliasi. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 26 s/d Pasal 29 UU 5/1999, yaitu Jabatan Rangkap, Pemilikan Saham, dan Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan:

 

A. Jabatan Rangkap

Hubungan afiliasi yang pertama berkaitan dengan pengurus atau pejabat dalam perusahaan pelaku usaha. Pasal 26 UU 5/1999 mengatur:

Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan tersebut:

  1. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
  2. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau
  3. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Jabatan rangkap tersebut pada dasarnya dilarang dengan kekhawatiran bahwa sebagai Direksi atau Komisaris yang memiliki peran penting dalam menjalankan suatu perusahaan, dimanfaatkan untuk membuat keputusan-keputusan di dua perusahaan yang sama yang dapat mengatur harga atau strategi lainnya yang merugikan pesaing usaha lain.

 

B. Pemilikan Saham

Hubungan afiliasi yang selanjutnya adalah berkaitan dengan kepemilikan saham. Sebagaimana diketahui, perusahaan-perusahaan besar di Indonesia banyak berjalan sebagai sebuah Perseoran Terbatas karena memberikan keamanan yang lebih baik pemilik modal agar tidak bertanggungjawab secara pribadi, sebab perseroan diakui sebagai Subyek Hukum. Di balik entitas Perseroan sebagai Subyek Hukum tersebut, terdapat para pemilik modal yang menanamkan hartanya sebagai modal perseroan untuk berjalan dan berbisnis. Kepemilikan modal dalam satu perseroan diwajibkan harus lebih dari 1 (satu) orang, kecuali perseroan perseorangan. Oleh karena itu, kepemilikan saham yang dilarang dan diindikasi sebagai posisi dominan adalah kepemilikan saham di lebih dari 1 (satu) perseoran oleh pemilik modal yang sama.

 

Larangan kepemilikan modal dalam rangka posisi dominan, diatur dalam Pasal 27 UU 5/1999 yang menyatakan sebagai berikut:

Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejinis yan gmelakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:

  1. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;
  2. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu

 

C. Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan

Afiliasi terakhir timbul karena tindakan perseroan, baik itu penggabungan, peleburan, maupun pengambilalihan. Pasal 28 dan Pasal 29 UU 5/1999 mengatur:

Pasal 28

(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atua peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 29

(1) Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai asset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambialihan tersebut.

(2) Ketentuan tentang penetapan nilai asset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

Salah satu contoh kasus posisi dominan terhadap penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan tersebut adalah Kasus Sari Roti pada tahun 2918.[1] KPPU melalui Putusan Register nomor 07/KPPU-M/2018, memutus PT Nippon Indosari Corporindo, Tbk., yang merupakan perusahaan produsen roti bermerek Sari Roti telah terlambat melaporkan akusisi yang dilakukannya terhadap PT Prima Top Boga.

 

Penulis: R. Putri. J., S.H., M.H. CTL., CLA.

 

Sumber:

Andi Fahmi Lubis, dkk, 2009, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, GTZ, Indonesia

Fitrah Akbar Citrawan, 2017, Hukum Persaingan Usaha: Penerapan Rule of Reason Dalam Penanganan Praktik Kartel, Jakarta, Suluh Media.

Susanti Adi Nugroho, 2018, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Teori Dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya, Jakarta, Prenadamedia Group.

 

 

[1] Houtman P. Siragih, https://www.cnbcindonesia.com/market/20181126173829-17-43760/didenda-kppu-rp-28-m-ini-tanggapan-sari-roti

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.