Polisi Dilarang Menilang, ETLE Berjalan

Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) mengeluarkan instruksi untuk melarang tilang manual. Instruksi tersebut tertuang dalam surat telegram Nomor: ST/2264/X/HUM.3.4.5./2022, yang dikeluarkan oleh Kakorlantas Polri, Irjen. Pol. Drs. Firman Santyabudi, M.Si., atas nama Kapolri tanggal 18 Oktober 2022. Kebijakan Kapolri tersebut adalah bagian pemenuhan tanggung jawab untuk menjaga keamanan dan ketertiban khususnya lalu lintas. Tanggung jawab ini tertuang secara eksplisit dalam Pasal 200 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan dalam mewujudkan dan memelihara Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.” Langkah-langkah yang harus dilakukan Kapolri untuk menjaga keamanan lalu lintas tertuang dalam Pasal 200 ayat (3) UU LLAJ, diantaranya adalah manajemen keamanan lalu lintas dan penegakan hukum lalu lintas.
Tentunya dalam penyelenggaraan lalu lintas oleh Kapolri, salah satu bentuk penegakan hukum lalu lintas adalah dengan menindak pelanggaran lalu lintas melalui Tilang. Bukti Pelanggaran atau yang sering disingkat Tilang, merupakan instrumen yang digunakan Kapolri untuk menindaklanjuti terjadinya pelanggaran lalu lintas. Dasar hukum tilang secara eksplisit disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (PP a quo). Pasal 1 angka 4 PP a quo menguraikan bahwa “ Bukti Pelanggaran yang selanjutnya disebut dengan Tilang adalah alat bukti pelanggaran tertentu di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan format tertentu yang ditetapkan.” Pada pasal tersebut, klausul kunci adalah Tilang diterbitkan dalam hal adanya pelanggaran tertentu. UU LLAJ dan PP a quo tidak menerangkan terkait makna pelanggaran tertentu. Namun dengan menggunakan penafsiran sistematis, pelanggaran tertentu yang dimaksud adalah pelanggaran yang disebutkan dalam UU LLAJ. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 24 ayat (3) “Tata acara pemeriksaan tindak pidana pelanggaran tertentu terhadap Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan dengan menerbitkan Surat Tilang.”
Dewasa ini media elektronik telah menjadi bagian dari sarana dan prasarana dalam penegakan hukum. Hal ini adalah sesuatu hal yang niscaya dalam perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini. Melakukan proses tilang dengan menggunakan media elektronik dalam penegakan hukum lalu lintas juga mulai digagas. Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) merupakan istilah yang digunakan untuk tilang elektronik. Pemberlakuan tilang elektronik secara implisit tersebar di berbagai pasal yang terdapat di dalam UU LLAJ. Pasal 249 ayat (3) huruf d UU LLAJ menyebutkan dukungan penegakan hukum dapat dilakukan dengan alat elektronik dan secara langsung. Tilang elektronik sebagai bukti adanya pelanggaran tertentu, secara lebih spesifik diuraikan dalam Pasal 272 ayat (1) UU LLAJ “Untuk mendukung kegiatan penindakan pelanggaran di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat digunakan peralatan elektronik.”
Namun, ada berbagai hal yang perlu disinkronisasi ke depan agar Tilang elektronik ini dapat efektif. Pertama, kendati dalam UU LLAJ dibuka ruang mengenai penggunaan alat elektronik dalam penegakan hukum, namun PP a quo memaknai sempit terkait penggunaan alat elektronik tersebut hanya sebatas pendukung aparat kepolisian untuk menerbitkan Surat Tilang. Hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1) PP a quo bahwa:
Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang didasarkan atas hasil rekaman peralatan elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c, Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat menerbitkan Surat Tilang.
Padahal paradigma yang dibentuk dengan adanya ETLE adalah menjadikan media elektronik tidak lagi sebagai instrumen pelengkap, namun salah satu instrumen utama dalam penindakan pelanggaran lalu lintas. Paradigma mendasar yang harus ditekankan adalah hilangnya interaksi secara langsung antara aparat dengan masyarakat. Hal ini yang menjadi semangat awal lahirnya ETLE, sebab interaksi langsung antara aparat dan masyarakat riskan terjadi pungutan liar (pungli).
Paradigma ini tampak jelas pada prosedur penggunaan ETLE tersebut yang menghilangkan interaksi langsung antara aparat dengan masyarakat. Adapun prosedur ETLE yang dijabarkan dalam laman resmi Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya adalah sebagai berikut.
- Kamera ETLE secara otomatis akan menangkap pelanggaran lalu lintas yang dimonitor kemudian mengirimkan barang bukti pelanggaran ke back office ETLE untuk memastikan validitas pelanggaran.
- Petugas mengirimkan surat konfirmasi ke alamat kendaraan bermotor atau email sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukan. Proses tersebut dilakukan selama 3 hari setelah terjadinya pelanggaran.
- Setelah mendapatkan surat konfirmasi, pemilik wajib melakukan konfirmasi melalui laman ataupun aplikasi yang telah disediakan. Proses konfirmasi ini diberikan waktu selama 5 hari. Konfirmasi ini juga bertujuan untuk mengklarifikasi subjek yang melakukan pelanggaran.
- Setelah dikonfirmasi, petugas menerbitkan tilang dengan metode pembayaran via BRIVA (BRI Virtual Account) untuk setiap pelanggaran yang terverifikasi sebagai penegakkan hukum. Waktu yang diberikan adalah selama 7 hari.
- Jika tidak dilakukan pembayaran, akan dilakukan pemblokiran STNK sementara sampai denda Tilang dibayarkan.
Kedua, penerapan ETLE tentunya membutuhkan dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Sebab hal ini yang menjadi penentu utama yang menjamin efektivitas penerapan ETLE. Contohnya di wilayah Sumatera, masih terdapat 4 wilayah yang belum menetapkan ETLE karena keterbatasan sarana dan prasarana, yakni wilayah Jambi, Siantar, Bukit Tinggi, dan Aceh.[1] Selain mengenai ketersediaan alat elektronik, ketersediaan sumber daya manusia, dan sosialisasi kepada masyarakat adalah faktor penentu lainnya. Namun, terlepas dari berbagai penyempurnaan yang harus dilakukan, semangat untuk menghilangkan pungli dan penegakkan hukum lalu lintas yang presisi tentu patut diapresiasi dan didukung penuh.
[1] Tribun News, (2022, Oktober 28), “4 Wilayah di Sumatera Belum Terapkan Tilang Elektronik, Sarana Prasarana di Bukittinggi Tak Memadai,” diakses dari https://m.tribunnews.com/amp/nasional/2022/10/28/4-wilayah-di-sumatera-belum-terapkan-tilang-elektronik-sarana-prasarana-di-bukittinggi-tak-memadai, pada 31 Oktober 2022.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.