Persyaratan Advokat

Persyaratan Advokat adalah hal-hal yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum menjadi advokat, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat (UU Advokat). Pengertian dari advokat sendiri termuat dalam Pasal 1 Angka 1 UU Advokat yang menyatakan:

“Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini”

Adapun yang dimaksud sebagai jasa hukum diatur dalam Pasal 1 Angka 2 UU Advokat yaitu “memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien”. Dengan demikian, lingkup pekerjaan Advokat tidak hanya di persidangan, melainkan juga di luar persidangan.

 

Syarat-syarat yang dimaksud dalam ketentuan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Warga Negara Republik Indonesia (Pasal 3 ayat (1) UU Advokat);
  2. Berdomisili di Indonesia (Pasal 3 ayat (1) UU Advokat);
  3. Tidak berstatus sebagai Pengawai Negeri atau Pejabat Negara (Pasal 3 ayat (1) UU Advokat);
  4. Berlatar belakang pendidikan tinggi hukum (Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 3 ayat (1) UU Advokat);
  5. Telah selesai mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat (Pasal 2 ayat (1) UU Advokat);
  6. Lulus Ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat (Pasal 3 ayat (1) UU Advokat);
  7. Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat (Pasal 3 ayat (1) UU Advokat);
  8. Berumur sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun (Pasal 3 ayat (1) UU Advokat);
  9. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pindana penjara 5 (lima) tahun atau lebih (Pasal 3 ayat (1) UU Advokat);
  10. Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi (Pasal 3 ayat (1) UU Advokat);
  11. Diangkat oleh Organiasasi Advokat (Pasal 2 ayat (2) UU Advokat);
  12. Disumpah menurut agamanya di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya (pasal 4 ayat (1) UU Advokat).

Berdasar uraian tersebut, maka syarat yang utama adalah berkewarganegaraan Indonesia. Meski UU Advokat mengakui Advokat Asing, namun perlu diingat bahwa Advokat Asing memiliki keterbatasan, dimana Advokat Asing dilarang beracara dan membuka kantor sendiri, serta memiliki kewajiban tertentu untuk dunia pendidikan dan penelitian hukum.

 

Selanjutnya, advokat juga wajib untuk berdomisili di Indonesia. Hal ini juga saling berkoneksitas dengan syarat nomor 11, yaitu sumpah di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilauah domisilinya. Seperti diketahui, yang dimaksud domisili tidak hanya domisili yang tertuang dalam KTP, melainkan juga domisili senyatanya. Oleh karena itu, dapat saja seorang calon advokat disumpah di Pengadilan Tinggi wilayahnya tinggal yang bukan merupakan wilayah domisili yang tertuang dalam KTP miliknya.

 

Syarat ketiga, yaitu syarat tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil atau Pejabat Negara, menjadi syarat yang cukup benyak dipertanyakan. Hal tersebut dikarenakan banyak konsultan hukum atau bahkan advokat yang juga sedang aktif sebagai Pegawai Negeri Sipil atau Pejabat Negara. Meski demikian, tidak ada sanksi nyata yang tertulis dalam UU Advokat tersebut. Bahkan, seseorang yang belum disumpah pun dapat menjadi konsultan, sebab ketentuan pidana atas hal tersebut, yaitu Pasal 31 UU Advokat telah dihapus dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-II/2004.

 

Profesi Advokat hanya dapat dijalankan oleh orang yang berlatar belakang pendidikan hukum, atau bergelar Sarjana Hukum/Sarjana Hukum Islam. Tidak hanya bergelar Sarjana Hukum/Sarjana Hukum Islam, seseorang yang akan menjadi advokat juga harus mengikuti pendidikan khusus profesi yang diselenggarakan oleh organisasi advokat atau biasa disingkat PKPA. PKPA tersebut pada umumnya diselenggarakan oleh Organisasi Advokat bekerjasama dengan Universitas atau suatu lembaga, dan hanya dapat diikuti oleh orang yang telah mendapatkan gelar Sarjana Hukum/Sarjana Hukum Islam.

 

Setelah mengikuti PKPA, seseorang yang akan menjadi advokat harus terlebih dahulu lulus ujian advokat yang diselenggarakan oleh Organisasi Advokat. Sebelum terjadinya perpecahan organisasi advokat, Ujian Profesi Advokat hanya diselenggarakan oleh PERADI. Namun demikian, setelah terpecahnya PERADI dan bahkan terbitnya Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 73//KMA/HK.01/IX/2015, sifat organisasi advokat tidak lagi single bar melainkan multi bar. Oleh karena itu, Organisasi-Organisasi Advokat tersebut dapat menyelenggarakan Ujian Profesi Advokat. Terdapat beberapa contoh soal latihan UPA yang dapat diakses di website ini. Ujian yang kredibel tentunya akan meningkatkan kualitas profesi, sehingga persiapan ujian yang matang juga tentunya sangat dibutuhkan.

 

Cukup banyak dan beragam materi yang diujikan, sebagian besar diantaranya adalah tentang Hukum Acara. Di samping itu, materi ujian juga akan mengujikan terkait Advokat itu sendiri, baik dasar hukumnya, maupun tentang kode etiknya.

 

Persyaratan selanjutnya adalah magang selama 2 (dua) tahun berturut-turut di kantor hukum. Sebelumnya, persyaratan magang tersebut dihitung sejak setelah lulus Ujian Profesi Advokat, namun saat ini kebijakan tersebut berubah dan dihitung sejak lulus Universitas.

 

Apabila seluruh syarat tersebut telah terpenuhi dan yang bersangkutan telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun, serta yang bersangkutan juga tidak pernah dihukup karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana paling sedikit 5 (lima) tahun, maka yang bersangkutan dapat langsung diangkat dan disumpah di Persidangan Terbuka Pengadilan Tinggi setempat.

 

Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H.

 

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.