Peristiwa MyAirline, Jika Terjadi di Indonesia

Peristiwa MyAirline beberapa waktu lalu menjadi perbincangan di media. Maskapai asal Malaysia MyAirline menghentikan sejumlah penerbangan secara mendadak. Dikutip dari Malaymail, Malaysia Airports Holdings Bhd (MAHB), penghentian mendadak tersebut mengakibatkan 39 penerbangan tujuan lokal dan rute internasional menuju Bandara Don Mueang Bangkok, Thailand, terhenti. Penghentian mendadak itu juga diduga karena ada tekanan finansial yang dialami oleh MyAirline, sehingga operasi penerbangan harus terhenti. Saat ini masih belum diketahui kapan maskapai tersebut akan beroperasi kembali, sebab masih menunggu hasil restrukturisasi dan rekapitalisasi kepemilikan.[1]
Alasan MyAirline menghentikan operasi penerbangan secara mendadak dikarenakan adanya tekanan finansial yang dialami oleh perusahaan. Akibat tindakan tersebut, banyak pihak yang merasa dirugikan seperti penumpang dan pemerintah Malaysia. Berdasarkan kronologi di atas, terdapat kurang lebih 5000 penumpang yang terlantar. Selain itu, pemerintah Malaysia melalui Menteri Transportasi mengecam tindakan mendadak MyAirline tersebut karena mencoreng nama baik Malaysia di dunia internasional.[2]
Secara teori di Indonesia, terdapat perjanjian pengangkutan, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang (penumpang) dari dan ke tempat tujuan tertentu, dan pengirim barang atau penumpang (pemberi order) membayar biaya atau ongkos angkutan sebagaimana yang disetujui bersama.[3] Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan (UU Penerbangan), perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk imbalan jasa yang lain.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat tanggung jawab pelaku usaha dalam pengangkutan udara di Indonesia yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (Permenhub 77/2011). Pasal 2 Permenhub 77/2011 mengatur kewajiban tanggung jawab bagi pengangkut sebagaimana yang berbunyi:
“Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap:
- penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka;
- hilang atau rusaknya bagasi kabin;
- hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat;
- hilang, musnah, atau rusaknya kargo;
- keterlambatan angkutan udara; dan
- kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.”
Pengangkut dalam Permenhub 77/2011 diartikan sebagai Badan Usaha Angkutan Udara, pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Penerbangan, dan/atau badan usaha selain Badan Usaha Angkutan Udara yang membuat kontrak perjanjian angkutan udara niaga. Tanggung jawab pengangkut merupakan kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/ atau pengirim barang serta pihak ketiga.[4]
Apabila penghentian penerbangan mendadak tersebut terjadi di Indonesia seperti yang dialami oleh maskapai MyAirline, maka Pengangkut harus bertanggungjawab sebagaimana telah dinyatakan dalam Permenhub 77/2011. Hal tersebut juga berlaku bagi pihak ketiga yang merasa dirugikan akibat tindakan dari pengangkut. Oleh karenanya, sudah sewajarnya bagi perusahaan penerbangan memberikan ganti rugi ataupun bertanggung jawab atas kerugian yang diterima oleh pihak ketiga.
Apabila merujuk maksud perjanjian pengangkutan udara dalam UU Penerbangan, secara eksplisit tidak menyebutkan adanya pihak ketiga dalam perjanjian tersebut. Namun pada praktiknya, pihak ketiga dapat berupa pemerintah atau badan dan atau orang perorangan di luar perjanjian yang merasa dirugikan atas adanya perjanjian tersebut.
Berkaca dari kasus kasus MyAirline, yang dimaksud pihak ketiga adalah pemerintah. Menteri Transportasi beranggapan bahwa tindakan penghentian penerbangan MyAirline secara mendadak tidak dapat diterima dan mencoreng nama baik Malaysia. Apabila hal tersebut terjadi di Indonesia, dan terdapat pihak ketiga yang merasa dirugikan akibat tindakan tersebut, maka menurut ketentuan Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyatakan bahwa:
“Persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga; persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam pasal 1317.”
Artinya, para pihak yang membuat perjanjian dalam hal ini adalah pengangkut dengan penumpang sebagaimana definisi perjanjian pengangkutan dalam UU Penerbangan, tidak boleh merugikan pihak ketiga. Apabila pihak ketiga merasa dirugikan, maka untuk menuntut kerugian yang dialaminya harus sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Pasal 1317 KUH Perdata bahwa:
Dapat pula diadakan perjanjian untuk kepentingan orang ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung syarat semacam itu. Siapa pun yang telah menentukan suatu syarat, tidak boleh menariknya kembali, jika pihak ketiga telah menyatakan akan mempergunakan syarat itu
Artinya perjanjian yang dibuat oleh para pihak yaitu, pengangkut dengan penumpang memberikan kesempatan kepada pihak ketiga untuk menuntut kerugiannya atau apabila terjadi suatu perkara, pihak ketiga dapat melakukan intervensi.
Terlepas dari hal tersebut, bentuk tanggung jawab pengangkut tersebut juga bersesuaian dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Pengangkut sebagai pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 huruf b UUPK.
Dalam kasus MyAirline, tidak terdapat informasi yang benar dan jelas mengenai penghentian penerbangan secara mendadak. Sehingga apabila hal ini terjadi di Indonesia, pihak penerbangan harus sudah menyiapkan waktu atau setidak-tidaknya menginformasikan terlebih dahulu mengenai penghentian penerbangan atau memberikan kompensasi atas penghentian tersebut.
Namun apabila hal tersebut ternyata tidak dilakukan, maka pengangkut telah melanggar larangan-larangan bagi pelaku usaha dalam memperdagangkan barang dan/atau jasanya sebagaimana diatur Pasal 8 ayat (1) Huruf a dan f UUPK yang menyatakan bahwa:
(1) “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;”
Apabila hal tersebut dilanggar oleh pelaku usaha, maka akan dikenakan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 62 ayat (1) UUPK. Dengan demikian, apabila penghentian penerbangan secara mendadak tersebut dialami oleh maskapai di Indonesia, maka hukuman yang dapat dikenakan selain tanggung jawab yang diatur dalam Pasal 2 Permenhub 77/2011, pengangkut dapat pula dikenakan ancaman pidana penjara yang diatur dalam UUPK.
Penulis: Rizky Pratama J., S.H.
Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.
[1] Nur Rohmi Aida, Maskapai Malaysia MYAirline Gulung Tikar, 5.000 Penumpang Telantar,, https://www.kompas.com/tren/read/2023/10/13/140000565/maskapai-malaysia-myairline-gulung-tikar-5.000-penumpang-telantar?page=all.
[2] CNN Indonesia, Maskapai Malaysia MYAirline Bangkrut dan Terlantarkan Ribuan Penumpang, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20231013174517-92-1010993/maskapai-malaysia-myairline-bangkrut-dan-terlantarkan-ribuan-penumpang.
[3] Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, halaman 67.
[4] Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanBada Al Dukhul dan Qobla Al Dukhul
Alasan Perceraian Lian Berdasar Hukum Indonesia

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.