Penundaan Eksekusi Karena Adanya Perlawanan
Penundaan eksekusi karena adanya perlawanan terkadang menjadi pertanyaan bagi para pihak yang sedang memproses eksekusi atas perkaranya. Hal tersebut dikarenakan para pihak dalam perkara tidak hanya berharap perkara dapat diselesaikan hanya dengan putusan yagn adil, melainkan juga mengharapkan agar tuntutan yang ada dalam gugatannya terkabulkan dan dapat dilaksanakan seluruhnya, baik secara sukarela oleh pihak yang dikalahkan atau secara paksa melalui eksekusi oleh pengadilan. Sebagaimana diketahui, pihak yang kalah memang memiliki hak untuk mengunakan upaya hukum biasa yang terdiri dari perlawanan (verzet), banding dan kasasi ataupun mengunakan upaya hukum luar biasa yang terdiri dari Peninjaun Kembali (PK) dan perlawanan pihak ketiga (derden verzet).
Dalam perjalanannya, suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tatap (inkracht) memang dapat diajukan permohonan eksekusi. Meski demikian, pihak yang dikalahkan atau pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap obyek eksekusi tersebut juga dapat mengajukan Perlawanan Atas Eksekusi. Oleh karena itu, banyak pihak yang menanyakan apakah suatu perlawanan tersebut dapat menjadikan proses eksekusi ditunda.
Sebagaimana diketahui, Perlawanan (verzet) pihak tereksekusi merupakan upaya hukum yang langsung datang dari pihak tereksekusi sendiri. Pihak-pihak yang menjadi subyek gugatan perlawanan sama dengan pihak-pihak dalam sengketa perdata yang hendak dieksekusi. Perlawanan diatur dalam Pasal 207 Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR) yang berbunyi:
- Bantahan orang yang berutang tentang menjalankan keputusan, baik dalam hal disita barang yang tidak tetap, maupun dalam hal disita barang yang tetap, harus diberitahukan oleh orang yang hendak membantah itu, dengan surat atau dengan lisan, kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang tersebut pada ayat keenam pasal 195, jika bantahan itu diberitahukan dengan lisan maka ketua wajib mencatatnya atau menyuruh catatnya.
- Kemudian perkara itu dihadapkan oleh ketua pada persidangan pengadilan negeri yang pertama sesudah itu, supaya diputuskan sesudah kedua belah pihak diperiksa atau dipanggil dengan patut.
- Bantahan itu tiada dapat menahan orang mulai atau meneruskan hal menjalankan keputusan itu, kecuali jika ketua telah memberi perintah, supaya hal itu ditangguhkan sampai jatuh keputusan pengadilan negeri.
Menurut pendapat dari M. Yahya Harahap perlawanan dari tereksekusi terhadap eksekusi tidak mutlak menunda eksekusi. Penerapan penundaan eksekusi berdasarkan perlawanan pihak tereksekusi berdasarkan Pasal 207 HIR disesuaikan dengan asas kasuistis dan asas eksepsional.[1] Sehingga dapat dipahami bahwa tidak semua gugatan perlawanan dapat menunda eksekusi, hanya secara kasuistis saja. Lebih lanjut, apabila dilihat Pasal 207 Ayat (3) HIR menunjukkan bahwa sifat dari perlawanan itu sebenarnya tidak menunda eksekusi yang akan dilaksanakan, kecuali Ketua Pengadilan memberikan pertimbangan yang berbeda.
Hal yang perlu diketahui ialah terkait akibat hukum dari putusan perlawanan untuk menunda eksekusi dalam sengketa perdata yaitu
- Akibat yuridis yaitu apabila amar putusan perlawanan untuk menunda eksekusi menyatakan perlawanan tidak dapat diterima dan atau di tolak, maka akibat yuridisnya Ketua Pengadilan Negeri menerbitkan Surat Penetapan Eksekusi terhadap obyek tersengketa, yang kemudian akan dijalankan eksekusi oleh panitera dan jurusita,
- Akibat bagi para pihak yaitu pihak Pelawan harus menyerahkan obyek tesengketa kepada Terlawan, ketika pihak Pelawan tidak mau secara sukarela melepaskan obyek tersengketa, maka akan dilakukan eksekusi oleh Pengadilan.[2]
Apabila amar putusan perlawanan menyatakan perlawanan untuk menunda eksekusi diterima, maka akibat yuridisnya dilakukan penundaan terhadap eksekusi untuk sementara waktu, sedangkan akibat bagi para pihak, pihak Pelawan tetap menguasai obyek tersengketa, sedangkan Terlawan tertunda dari pemenuhan hak realisasi eksekusinya. Amar putusan yang berbunyi perlawanan tidak dapat diterima, maka Pelawan dapat mengajukan perlawanan lagi ke Pengadilan Negeri, ketika perlawanan tersebut dirasa Ketua Pengadilan Negeri hanya dimaksudkan untuk memperlambat eksekusi, maka Ketua Pengadilan Negeri bisa langsung memerintahkan untuk mengeksekusi obyek sengketa, walaupun pelawan mengajukan perlawananya kembali.
Penundaan eksekusi adalah tindakan yudisial dari pengadilan sehingga penundaan eksekusi itu sah dan mengikat berdasarkan hukum. Dalam hal penundaan eksekusi, tergugat tidak menjalankan keputusan pengadilan dikarenakan adanya penetapan yang sah dari pengadilan untuk tidak melaksanakan putusan tersebut. Namun dalam hal ini perlu diingat waktu mengajukan perlawanan dilakukan sebelum dilaksanakannnya eksekusi. Terdapat beberapa yurisprudensi yang mengatur hal ini sebagai berikut:
- Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1281 K/Sip/1979, tertanggal 15 April 1981. Bahwa bantahan terhadap eksekusi yang diajukan setelah eksekusi itu dilaksanakan, tidak dapat diterima.
- Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2584 K/Pdt/1986, tertanggal 14 April 1988. Bahwa karena Pembantah pengajukan bantahannya setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka sesuai dengan yurisprudensi selama ini, bantahan dinyatakan tidak dapat diterima.
- Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1403 K/PDT/1995, tertanggal 28 Agustus 1997. Bahwa penyewa tidak berhak mengajukan bantahan terhadap sita eksekusi. Yang berhak melakukan Bantahan eksekusi adalah pemilik atau orang yang merasa bahwa ia adalah pemilik barang yang disita.[3]
Dengan demikian, penundaan eksekusi karena adanya perlawanan merupakan perbuatan yang diatur dalam hukum acara perdata. Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat diketahui bahwa perlawanan tersebut diajukan bertujuan untuk membatalkan eksekusi dengan jalan menyatakan putusan yang hendak dieksekusi tidak mengikat atau mengurangi nilai jumlah yang hendak dieksekusi. Terlepas dari hal-hal tersebut, waktu pengajuan perlawanan perlu diperhatikan sebagaimana telah diatur dalam beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung.
Penulis: Rizky P.J.
Editor: R. Putri J. & Mirna R.
[1] M.Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
[2] Melani Yustianing. A, Violita Dewi Damayanti & Yulian Mardha Kristanti, Tinjauan Perlawanan Untuk Menunda Eksekusi Dalam Sengketa Perdata, Jurnal Verstek Vol. 2 No. 3, 2014.
[3] H.M. Fauzan, Kaidah-kaidah Hukum Yurisprudensi Norma-norma Baru dalam Hukum Kasus, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2015, hlm. 18.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPeringatan Ketua Pengadilan Atas Pelaksanaan Eksekusi (Aanmaning)
Persidangan Kasus Tragedi Kanjuruhan Tertutup Karena Keamanan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.