Pengakuan dan Pengesahan Anak

Dalam sebuah kehidupan pada dasarnya, semua manusia pada saat diahirkan telah memiliki kedudukan didalam hukum (equality before the law). Namun mengenai kedudukan hukum tersebut, Negara mempunyai aturan hukum yang mewajibkan rakyat untuk mentaati dan menjalankanya. Aturan tersebut juga mengatur tentang perkawinan dan kedudukan anak dari hasil perkawinan tersebut. Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang telah diubah menjadi Undang-undang nomor nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan) “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.” Mengenai kedudukan Anak dari hasil perkawinan diatur dalam Pasal 42 dan 43 ayat (1) UU Perkawinan yang berbunyi:

Ketentuan Pasal 42 UU Perkawinan:

“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.”

Dan ketentuan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan:

“Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.

Mengenai seorang anak yang lahir diluar perkawinan yang sah tidak hanya diakibatkan oleh suatu hubungan di luar nikah, namun seorang anak yang dianggap lahir di luar perkawinan yang sah terjadi karena pelaksanaan perkawinan tersebut dilakukan hanya secara adat dan tidak di catatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akibat perkawinan yang dilakukan secara adat dan tidak di catatkan secara hukum yang berlaku, adalah sebagai perkawinan yang tidak sah menurut peraturan perundang-undang yang berlaku. Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akta resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.[1]

Pengakuan keberadaan manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini di Indonesia juga diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945). Dalam ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 (UUD 1945), “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Merujuk pada ketentuan Pasal 42 UU Perkawinan, apabila anak tersebut masih dalam usia kandungan ibunya dan kemudian ibunya melangsungkan perkawinan yang sah barulah anaknya lahir, maka anak tersebut adalah anak yang sah. Dalam UU Perkawinan tidak menyebutkan batas minimal usia kandungan agar dikatakan sebagai anak yang sah.

Mengenai pengakuan anak, menurut Penjelasan Umum pasal 49 ayat (1) Undang-undang nomor 24 tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Administrasi Kependudukan), yang dimaksud dengan “pengakuan anak” adalah merupakan pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama dan disetujui oleh ibu kandung anak tersebut.  Mengenai prosedur dalam pengakuan anak diluar kawin, diatur dalam Pasal 49 UU Administrasi Kependudukan yang menegaskan pencatatan pengakuan anak dapat dilakukan sebagai berikut:

  1. Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat pengakuan anak oleh ayah dan disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan.
  2. Pengakuan anak hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama, tetapi belum sah menurut hukum negara.
  3. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada register akta pengakuan anak dan menerbitkan kutipan akta pengakuan anak.

Adapun syarat-syarat dokumen yang dibutuhkan dalam Akta Pengakuan Anak, umumnya kantor Catatan Sipil (Capil), membutuhkan dokumen-dokumen sebagai berikut[2]:

  1. Surat Pernyataan si ayah yang diketahui oleh ibunya si anak.
  2. KTP dan kartu keluarga si ayah dan si ibu.
  3. KTP dan kartu keluarga para saksi.
  4. Akta kelahiran si anak luar nikah dan akta kelahiran si ayah dan si ibu.

Setelah dilakukan pengakuan anak barulah orang tua tersebut dapat mengajukan Pengesahan anak. Pengesahan anak adalah pengesahan status seorang anak yang lahir di luar ikatan perkawinan sah pada saat pencatatan perkawinan kedua orang tua anak tersebut. Pengesahan Anak Luar kawin digunakan untuk memberikan anak tersebut kedudukan atau status sebagai anak yang sah. Pengesahan status seorang anak yang lahir dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama, pada saat pencatatan perkawinan dari kedua orang tua anak tersebut telah sah menurut hukum negara.[3]. Mengenai prosedur pengesahan anak berdasarkan Pasal 50 UU Administrasi Kependudukan berbunyi:

  1. Setiap pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang tua kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan.
  2. Pengesahan anak hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama dan hukum negara.
  3. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada register akta pengesahan anak dan menerbitkan kutipan akta pengesahan anak.

Adapun syarat untuk mendapatkan akta pengesahan anak yaitu:

  1. Surat pengantar
  2. Kutipan akta kelahiran,
  3. Fotocopy kutipan akta perkawinan,
  4. Fotocopy KK, KTP pemohon, serta
  5. Surat keterangan telah terjadi

Perbedaan syarat pengakuan dan pengesahan anak yaitu pada pengakuan anak tidak ada kutipan akta perkawinan orang tua, sedangkan untuk pengesahan anak ada kutipan akta perkawinannya. Pengajuan pengakuan anak dapat dilakukan dikantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, dengan menyerahkan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Pengesahan anak bisa dilakukan ketika sudah adanya bukti perkawinan yang sah yang kemudian diajukan ke Pengadilan Agama.

Mengenai tujuan pengakuan dan pengesahan anak didasarkan pada ketentuan Pasal 2 UU No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak merumuskan hak-hak anak sebagai berikut: “Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarga maupun didalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar”. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. Menurut Pasal 28 B ayat (2) UUD 1945 menyebutkan “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Maka dari itu tujuan pengakuan dan pengesahan terhadap anak agar memberikan perlindungan, kelangsungan hidup yang layak, dan agar anak tersebut dapat berkembang dengan baik atas dasar asuhan dan bimbingan kasih sayang orang tuanya. Tujuan adanya pengakuan dan pengesahan anak juga tercantum dalam ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 18 UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2014, yang antara lain “anak berhak mengetahui orang tuanya”. Mengetahui orang tuanya berkaitan dengan asal-usul anak yang dapat dibuktikan diantaranya dengan adanya akta kelahiran.

 

[1] Penjelasan umum tentang Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

[2] https://disdukcapil.cianjurkab.go.id/pages/status-anak

[3] Penjelasan umum pasal 50 Undang-undang nomor 24 tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.