Pengajuan Permohonan Pembatalan Perkawinan dan Tata Caranya

Pengajuan Permohonan Pembatalan Perkawinan

Pengajuan permohonan pembatalan perkawinan tidak hanya bisa dilakukan oleh suami/istri, melainkan oleh pihak lain yang merasa dirugikan. Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 (UU Perkawinan), berikut ini adalah pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan:

  1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri;
  2. Suami atau isteri;
  3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;
  4. Pejabat yang ditunjuk berdasarkan Undang-Undang dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut setelah perkawinan itu putus.

Pasal 73 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menentukan bahwa yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan adalah:

  1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau isteri;
  2. Suami atau isteri;
  3. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut undang-undang;
  4. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan.

 

Cara Mengajukan Pembatalan Perkawinan

Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menjelaskan bahwa ”batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh pengadilan”. Hal tersebut juga selaras dengan Pasal 85 KUHPerdata yang menyatakan bahwa perkawinan hanya dapat dibatalkan melalui pengadilan. Adapun pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan suatu perkawinan dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan kepada Pengadilan Agama di daerah perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal suami dan/atau istri.

Kemudian, tata cara pengajuannya dilakukan sesuai dengan tata cara pengajuan gugatan cerai. Tata cara yang dimaksud, yakni melalui 5 tahapan sebagai berikut.

  1. Pengajuan gugatan, pihak yang berhak dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan kepada pengadilan.
  2. Pemanggilan, saat sidang hendak dilaksanakan, pengadilan akan melakukan pemanggilan kepada pribadi yang bersangkutan.
  3. Persidangan, persidangan untuk memeriksa gugatan pembatalan perkawinan harus dilakukan oleh pengadilan selambat-lambatnya 30 hari setelah diterimanya surat gugatan di kepaniteraan. Sebagai catatan, apabila telah dilakukan pemanggilan namun tergugat atau kuasanya tidak hadir, maka gugatan itu dapat diterima tanpa hadirnya tergugat. Kecuali, jika gugatan tersebut tanpa hak atau tidak beralasan. Pemeriksaan perkara gugatan pembatalan perkawinan ini dilakukan pada sidang tertutup.
  4. Perdamaian, sebelum dan selama perkara gugatan belum diputuskan, pengadilan harus berusaha mendamaikan kedua belah pihak. Apabila perdamaian terjadi, gugatan pembatalan perkawinan dinyatakan batal. Kemudian, jika ada gugatan baru, gugatan baru tersebut tidak boleh diajukan berdasarkan alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian atau yang telah diketahui pada waktu tercapainya perdamaian.
  5. Putusan, meskipun pemeriksaan gugatan pembatalan perkawinan dilakukan dalam sidang tertutup, namun penyampaian putusannya harus dilakukan dalam sidang terbuka. Batalnya perkawinan dimulai sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.[1]

 

Syarat-syarat Mengajukan Permohonan Pembatalan Perkawinan

Pengajuan pembatalan perkawinan melalui pengadilan agama, membutuhkan persyaratan berkas/administrasi yang harus dilengkapi. Adapun berkas-berkas tersebut antara lain:

  1. Surat permohonan pembatalan perkawinan,
  2. Kutipan buku nikah/duplikat akta nikah asli yang akan dibatalkan.
  3. Fotokopi buku nikah/duplikat akta nikah
  4. Fotokopi KTP Pemohon
  5. Surat ijin/keterangan pembatalan nikah dari pejabat yang berwenang untuk pemohon yang menjabat sebagai PNS/POLRI/TNI,
  6. Surat pengantar dari Desa sesuai dengan domisili,
  7. Membayar panjar biaya perkara.[2]

Berkas-berkas tersebut nantinya diserahkan pada petugas PTSP Pengadilan Agama untuk diperiksa sesuai dengan permohonan dan daftar checklist. Setelah persyaratan lengkap maka petugas kasir akan membuatkan slip pembayaran pendaftaran perkara untuk biayarkan melalui bank. Berkas permohonan diberikan cap pendaftaran dan nomor register untuk selanjutnya diserahkan kepada Ketua Pengadilan dan menunggu panggilan agenda sidang.[3]

Dengan demikian, pengajuan permohonan pembatalan Perkawinan diajukan sesuai dengan hukum perkawinan yang digunakan. Manakala hukum perkawinan yang digunakan adalah hukum perkawinan sesuai agama Islam dan dicatatkan di Kantor Urusan Agama, maka permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama. Sedangkan jika hukum perkawinan yang digunakan tidak menggunakan hukum Islam atau tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama, maka pembatalan perkawinan diajukan melalui Pengadilan Negeri. Pengajuan dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang berhak dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

 

Penulis: Hasna M. Asshafri, S.H.

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

[1] Rusli, Tami.Pembatalan Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jurnal Pranata Hukum, Vol. 8 (2), Juli 2013, 162

[2] https://www.pa-kebumen.go.id/layanan-hukum/persyaratan-berperkara/pembatalan-nikah

[3]http://pn-balikpapan.go.id/wp-content/uploads/2021/06/10.-PERMOHONAN-PEMBATALAN-PERKAWINAN.pdf

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.