Penerimaan Negara Bukan Pajak Dalam Jual Beli Properti

Meningkatnya pembangunan nasional di segala bidang, menjadikan banyak bentuk penerimaan negara di luar penerimaan perpajakan. Terdapat 3 (tiga) jenis sumber pendapatan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yaitu, penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak, dan hibah. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sama pentingnya dengan penerimaan pajak. Hugh Dalton menjelaskan bahwa:

On the other hand, as an important source of public income, the price charge by a public authority for specific services and commodities supplied by it, including for the prices charged for use of public property.[1]

PNBP diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU 20/1997). Dengan berkembangnya teknologi dan pembangunan, saat ini juga terdapat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU 9/2018) yang mengatur hal yang sama dengan menyesuaikan perkembangan saat ini. Pasal 1 Angka 1 UU 9/2018 menyebutkan bahwa:

Penerimaan Negara Bukan pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.

PNBP merupakan salah satu sumber pendapatan negara, hal ini merupakan wujud dari upaya pencapaian tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indoensia Tahun 1945, Pemerintah menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan nasional. Oleh karena itu, peranan PNBP dalam pembiayaan kegiatan dimaksud penting dalam peningkatan kemandirian bangsa dalam pembiayaan Negara dan pembangunan.[2] Berkaitan dengan hal tersebut, ketentuan Pasal 2 UU 9/2018 juga menyebutkan bahwa PNBP bertujuan untuk:

  1. mewujudkan peningkatan kemandirian bangsa dengan mengoptimalkan sumber pendapatan negara dari PNBP guna memperkuat ketahanan fiskal, dan mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan dai berkeadilan;
  2. mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka perbaikan kesejahteraan rakyat, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, perbaikan distribusi pendapatan, dan pelestarian lingkungan hidup untuk kesinambungan antargenerasi dengan tetap mempertimbangkan aspek keadilan; dan
  3. mewujudkan pelayanan pemerintah yang bersih, profesional, transparan, dan akuntabel, untuk mendukung tata kelola pemerintahan yang baik serta meningkatkan pelayanan kepada masyar

Seluruh aktivitas, hal dan/atau benda yang menjadi sumber penerimaan neagra di luar perpajakan dan hibah dinyatakan sebagai objek PNBP. Objek PNBP yang dimaksud dalam Pasal 4 UU 9/2018 ialah meliputi:

  1. Pemanfaatan Sumber Daya Alam;
  2. Pelayanan;
  3. Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan;
  4. Pengelolaan Barang Milik Negara;
  5. Pengelolaan Dana; dan
  6. Hak Negara Lainnya.

Objek PNBP tersebut, diuraikan secara rinci dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri sebagaiamana ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Sementara subjek PNBP meliputi orang pribadi dan badan baik dari dalam negeri atau luar negeri yang menggunakan, memperoleh manfaat dan/atau memiliki kaitan dengan objek PNBP sebagaimmana dimaksud dalam Pasal 5 UU 9/2018.

Pengelompokan PNBP jika dalam Pasal 2 UU 20/1997 meliputi beberapa aspek sebagai berikut:

  1. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
  2. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
  3. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;
  4. penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;
  5. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi;
  6. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
  7. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.

Mengenai tarif PNBP tergolong menjadi 2 (dua) bentuk yakni tarif spesifik dan tarif ad valorem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU 9/2018. Berdasarkan uraian yang dimaksud dalam Pasal 2 UU 20/1997 tersebut, kemudian diuraikan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Jenis Dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PP 22/1997). Adapun jenis PNBP yang terdapat dalam lampiran tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen luar negeri
  2. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen pertahanan dan keamanan
  3. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen kehakiman.
  4. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen penerangan.
  5. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen keuangan.
  6. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen perindustrian dan perdagangan.
  7. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen pertanian.
  8. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen pertambangan dan energi.
  9. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen kehutanan.
  10. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen pekerjaan umum
  11. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen perhubungan
  12. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen pariwisata, pos, dan telekomunikasi.
  13. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen tenaga kerja
  14. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen pendidikan dan kebudayaan.
  15. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen kesehatan.
  16. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen agama.
  17. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen sosial
  18. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada kejaksaan agung.
  19. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada lembaga administrasi negara
  20. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada badan pusat statistik.
  21. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada badan tenaga atom nasional.
  22. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada lembaga penerbangan dan antariksa nasional
  23. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada lembaga ilmu pengetahuan indonesia.
  24. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada arsip nasional.
  25. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada badan koordinasi survey dan pemetaan nasional.
  26. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada badan pengkajian dan penerapan teknologi.
  27. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada badan pertanahan nasional.

Mengenai PNBP dalam transaksi Properti, dapat dimasukkan dalam jenis dan tarif PNBP yang berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Hal ini kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.02/2021 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak Atas Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan Yang Berlaku Pada Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (PMK 180/PMK.02/2021). Pasal 2 PMK 180/PMK.02/2021 menyatakan bahwa:

Jenis PNBP kebutuhan mendesak atas pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan yang berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional meliputi pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan untuk kegiatan:

  1. penerbitan KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang);
  2. penegasan status dan rekomendasi penguasaan Tanah Timbul; dan
  3. penyelenggaraan Pemanfaatan Tanah.

Hal ini berhubungan dengan kegiatan usaha properti yang memiliki keterkaitannya dengan pertanahan. Sehingga kaitannya dengan PNBP dapat dimasukkan untuk menunjang pendapatan negara yang tidak berasal dari perpajakan. Dalam praktik usaha bidang properti salah satunya jual beli rumah, pembayaran PNBP ini dilakukan sekaligus saat mengajukan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) atau saat ingin melakukan balik nama. Besar biaya untuk PNBP adalah 1/1000 (satu per seribu) dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah ditambah Rp50 ribu.[3]

 

[1] Hugh Dalton, Principles of Public Finance, (London: Routledge & Keagen Paul Ltd., 1971), hlm.17.

[2] Penjelasan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak

[3] Rumah123, Menghitung Biaya PNBP Jual Beli Rumah, Kamu yang Mau Transaksi Properti Wajib Tahu ya, https://artikel.rumah123.com/menghitung-biaya-pnbp-jual-beli-rumah-kamu-yang-mau-transaksi-properti-wajib-tahu-ya-37662

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.