Penawaran Umum Perdana atau Initial Public Offering (IPO): Persyaratan, Prosedur dan Akibat Jika Gagal Dilaksanakan

Penawaran umum perdana atau penawaran saham perdana atau yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai Initial Public Offering selanjutnya disingkat dengan IPO adalah kondisi ketika emiten menjual sebagian sahamnya pada publik atau masyarakat umum.[1] Hartono dan Ali memberikan definisi pada IPO sebagai penawaran saham di pasar perdana yang dilakukan perusahaan yang hendak go-public.[2] Dasar hukum dari IPO diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UU Pasar Modal). Dalam UU Pasar Modal IPO disebut dengan Penawaran Umum yang diatur dalam Pasal 1 angka 15 dan diartikan sebagai berikut ini:

Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya.”

Sederhananya IPO sendiri adalah ketika suatu perusahaan bergabung dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) dan melakukan penawaran saham kepada masyarakat atau kepada publik karena perusahan tersebut hendak go-public. Dalam IPO, perusahaan akan memperoleh dana dari masyarakat yang membeli efek yang diterbitkan oleh perusahaan. Sementara itu, masyarakat akan menjadi pemegang saham perusahaan.[3]

Jika merujuk pada pengertian sebagaimana yang disebut dalam Pasal 1 angka 15 UU Pasar Modal maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dapat melakukan Penawaran Umum atau IPO adalah pihak yang bernama emiten. Mengenai pengertian dan dasar hukum dari emiten sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan IPO itu sendiri diatur dalam Pasal 1 angka 6 UU Pasar Modal yang menyatakan:

Emiten adalah Pihak yang melakukan Penawaran Umum.”

Sebenarnya, perusahaan yang melakukan IPO melalui pihak emiten memiliki berbagai tujuan. Tujuan-tujuan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Untuk kepentingan Go-Public Perusahaan, Go public adalah proses penjualan saham perusahaan kepada masyarakat umum yang sebelumnya dipegang oleh pemegang saham secara pribadi.[4] Go public sering juga disebut dengan IPO
  2. Memperoleh sumber pendanaan baru
  3. Memberikan keuntungan kompetitif untuk pengembangan usaha
  4. Melakukan akuisisi perusahaan lain dengan pembiayaan melalui penerbitan saham baru
  5. Kemudahan meningkatkan modal di masa mendatang untuk perusahaan yang sudah going public, karena pada perusahaan terbuka informasi keuangan harus dilaporkan kepada publik secara berkala dan kelayakannya dapat diperiksa oleh akuntan publik.

Pada umumnya pihak emiten dalam melakukan IPO harus melihat terlebih dahulu apakah kondisi pasar saham sudah cukup kondusif ataukah belum. Selain itu, emiten harus melihat apakah perusahan tersebut sedang bertumbuh atau tidak. Hal ini perlu untuk dilakukan agar penggunaan dana yang telah terkumpul untuk melakukan IPO benar-benar digunakan untuk keperluan ekspansi bisnis perusahaan. Sehingga penggunaan biaya operasional bisnis digunakan sebagaimana mestinya untuk kepentingan kemajuan perusahaan. Perusahaan dalam melakukan IPO juga memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya adalah sebagai berikut ini:[5]

  1. Perusahaan Perseroan Terbatas yang sudah beroperasi setidaknya 1 tahun atau 12 bulan.
  2. Memiliki aktifitas aktiva bersih setidaknya 5 miliar Rupiah dari buku laporan keuangan audit tahun terakhir atau dengan laporan keuangan audit tahun buku terakhir memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian dari akuntan publik yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
  3. Menjual sekurang-kurangnya 150 juta saham atau 20% dari jumlah saham yang diterbitkan untuk ekuitas kurang dari 500 miliar rupiah; 15% dari jumlah saham yang diterbitkan untuk ekuitas mulai dari 500 juta Rupiah sampai dengan 2 triliun Rupiah; 10% dari jumlah saham yang diterbitkan untuk ekuitas lebih dari 2 triliun Rupiah.
  4. Jumlah pemegang saham publik sekurang-kurangnya 500 pihak.
  5. Perusahaan publik yang sahamnya diperjual-belikan di BEI.

Setelah suatu perusahaan memenuhi persyaratan untuk melakukan IPO, selanjutnya terdapat prosedur yang harus dilalui. Prosedur-prosdur yang harus dilalui suatu perusahan menurut Bursa efek Indonesia adalah sebagai berikut ini:

  1. Persiapan awal & persiapan dokumen
  2. Penyampaian permohonan perjanjian pendahuluan pencatatan saham ke bei & pendaftaran saham ke Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Selama proses di BEI, akan dilakukan:
  • Presentasi perusahaan kepada BEI
  • Kunjungan BEI ke perusahaan
  • Permintaan penjelasan dan kelengkapan dokumen oleh BEI
  1. Penyampaian pernyataan pendaftaran ke OJK
  2. Ijin publikasi prospektus ringkas diberikan OJK. Selama proses di OJK, OJK akan meminta perubahan/tambahan informasi dari perusahaan.
  3. Pengumuman prospektus ringkas di surat kabar dan melakukan penawaran awal (bookbuilding) & public expose.
  4. Penyampaian informasi harga & keterbukaan lain ke OJK
  5. Pernyataan efektif diberikan OJK. Selama proses di OJK, OJK akan meminta perubahan/tambahan informasi dari perusahaan.
  6. Pengumuman perbaikan/ tambahan prospektus ringkas di surat kabar dan penyediaan prospektus
  7. Penyampaian permohonan pencatatan saham ke BEI
  8. Penawaran umum saham kepada publik
  9. Persetujuan pencatatan saham diberikan BEI dan Penjatahan berupa:
  • Refund & Distribusi Saham
  • Penyampaian Laporan Hasil Penawaran Umum kepada OJK
  • Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan Akuntan kepada OJK
  • Penyampaian informasi jumlah pemegang saham ke BEI
  1. Pencatatan & perdagangan saham perusahaan di BEI

Namun demikian Jain dan Kini menyebutkan bahwa terdapat 3 kemungkinan kondisi perusahaan pasca melakukan IPO.[6] Kondisi-kondisi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut ini:

  1. Perusahan tetap hidup sebagai perusahaan yang independen (survive).
  2. Dinyatakan gagal secara keseluruhan (fail outright).
  3. Perusahaan diakuisisi dan kehilangan seluruh identitasnya.

Perusahaan yang dinyatakan sebagai perusahaan yang survive adalah perusahaan yang dapat bertahan pada Bursa Efek Jakarta selama periode penelitian. Sedangkan perusahaan yang gagal adalah perusahaan yang mengalami penurunan harga saham sebesar 50% atau mengalami delisting selama periode penelitian. Sehingga jika melihat dari 3 kemungkinan yang akan terjadi pasca dilakukannya IPO maka jika IPO gagal dilakukan maka akan berkibat pada jatuhnya nilah saham dari perusahaan. Dan kemungkinan terparah adalah harus dilakukan akuisisi pada perusahaan untuk menyelamatkannya dari kebangkrutan.

 

[1] https://www.mncsekuritas.id/pages/investor-wajib-tahu-3-istilah-penting-tentang-ipo

[2] http://e-journal.uajy.ac.id/658/3/2EM16706.pdf

[3] https://www.bareksa.com/kamus/i/ipo

[4] Ibid,

[5] https://smesta.kemenkopukm.go.id/tahapan-tahapan-intial-public-offering-ipo/

[6] Luthfi Hartanto, Erman Denny Arfianto. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kegagalan Ipo (Aplikasi Survival Analaysis). DIPONEGORO JOURNAL OF MANAGEMENT Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, hlm 2.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.