Penagihan Kartu Kredit Jika Debitor Meninggal Dunia
Penagihan Kartu Kredit
Kredit perbankan merupakan salah satu usaha bank konvensional yang telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yang memerlukan dana. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (UU Perbankan), menyebutkan bahwa:
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Berdasarkan jaminannya, kredit dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu kredit tanpa agunan atau kredit bebas agunan dan kredit dengan agunan. Meski penyebutannya kredit bebas agunan, namun tidak menjadikan perbankan melupakan prinsip kehati-hatian yang terdiri atas character, capacity, capital, collateral, dan condition.
Kredit Tanpa Agunan (KTA) sangat dimungkinkan karena UU Perbankan tidak secara ketat menentukan keberadaan agunan. Hal tersebut dikarenakan dalam pemberian kredit. kepercayaan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur merupakan hal penting, sedangkan agunan hanya merupakan unsur pendukung, bukan unsur utama dalam pemberian kredit. UU Perbankan ini memberikan kelonggaran dan kemudahan kepada debitur yang tidak mempunyai agunan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 23 UU Perbankan menjelaskan mengenai pengertian agunan, yaitu agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Pengertian agunan di atas, dapat dikemukakan bahwa fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditur bahwa debitur dapat melunasi kredit yang diberikan sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.
Tata Cara atau Sistem Pembayaran Kartu Kredit
Sebagai pengguna kartu kredit, hal yang harus diketahui yaitu kapan tagihan dicetak dan kapan tagihan jatuh tempo. Sehingga pengguna kartu kredit berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus ataupun dengan pembayaran secara angsuran. Untuk menghindari beban bunga dan denda keterlambatan pada pemakaian kartu kredit, maka pembayaran dilakukan secara penuh sesuai tagihan dan sebelum jatuh tempo.
Apabila melakukan pembayaran melalui bank lain selain bank penerbit kartu kredit, sebaiknya menanyakan terlebih dahulu perkiraan waktu transaksi yang diperlukan agar pembayaran tercatat sebab terdapat beberapa bank yang memerlukan waktu 1-2 hari untuk menyelesaikan pencatatan tersebut. Jika terjadi keterlambatan pembayaran, maka tagihan akan dikenakan bunga yang besarnya ditentukan oleh masing-masing penerbit kartu kredit.[1]
Dalam melakukan pembayaran kartu kredit pada prinsipnya bayarlah tagihan sebesar mungkin setiap bulannya secara tepat waktu. Sebelumnya, jagalah pengeluaran sesuai dengan kemampuan keuangan sehingga dapat mengelola pembayaran tagihan kartu kredit dengan baik. Pastikan limit kartu kredit telah sesuai dengan kebutuhan dan dapat dikelola dengan baik pula.
Apabila memiliki lebih dari 1 (satu) kartu kredit maka cara pembayaran yang dapat dipertimbangkan adalah bayar terlebih dahulu tagihan kartu kredit yang memiliki tingkat bunga paling tinggi dan melunasi kartu kredit yang memiliki tagihan terkecil untuk meminimalisir pembayaran bunga dan biaya. Selanjutnya usahakan untuk hanya menggunakan salah satu kartu kredit apabila diperlukan.[2]
Tagihan Jika Debitur Meninggal Dunia
Pada dasarnya utang pada kartu kredit dan KTA tersebut adalah kewajiban yang harus dibayar kepada Bank. Bahkan jika debitur kartu kredit dan KTA tersebut meninggal dunia pun, utang tersebut akan beralih demi hukum kepada ahli warisnya. Ini sesuai yang diatur dalam Pasal 833 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.
Namun demikian, seseorang tidak diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya. Hal ini berkaitan dengan hak untuk berpikir bagi ahli waris sebagaimana diatur dalam Pasal 1023 KUH Perdata. Seorang ahli waris dapat memilih sikap terhadap harta peninggalan atau warisan, yaitu apakah akan menerima secara murni, menerima dengan catatan, atau menolak warisan. Apabila seorang ahli waris menerima secara murni maka berakibat ia akan bertanggung gugat atas utang dari pewaris meskipun harta warisan yang diterimanya tidak mencukupi.
Menurut Pasal 1100 KUH Perdata, apabila seseorang telah bersedia menerima warisan, maka ia diwajibkan dalam hal pembayaran utang, hibah wasiat, dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan. Dengan demikian, tanggung jawab terhadap penagihan kartu kredit juga diwariskan kepada ahli warisnya (anak/cucu), dan masing-masing ahli waris berkewajiban untuk membayar sesuai dengan bagian yang diterima dalam pewarisan, kecuali jika ahli waris menolak warisan dari pewaris.
Adapun, bagi pewaris dan ahli waris yang beragama Islam, maka berlaku ketentuan dalam Pasal 171 huruf e Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa harta warisan adalah harta bawaan ditambah harta bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggal, biaya pengurusan jenazah, pembayaran utang dan pemberian untuk kerabat. Artinya, pemenuhan kewajiban pewaris atas pembayaran utang, yang dalam hal ini adalah tagihan kartu kredit, didahulukan sebelum harta warisan dibagikan kepada para ahli warisnya. Namun demikian, apabila ternyata harta waris tidak mencukupi, maka ahli waris memiliki kewajiban dalam membayar tagihan kartu kredit tersebut, kecuali bagi ahli waris yang melakukan penolakan waris.
Penulis: Hasna M., Asshofri, S.H.
Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD
[1] https://sikapiuangmu.ojk.go.id/
Baca juga:
Jenis-Jenis Kreditur Dalam PKPU dan Kepailitan
Subrogasi dan Cessie oleh Bank
Kewenangan Bank Untuk Memblokir Rekening
Unsur Pidana dalam Undang-Undang Perbankan
Tonton juga:
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
Penagihan Kartu Kredit| Penagihan Kartu Kredit| Penagihan Kartu Kredit| Penagihan Kartu Kredit| Penagihan Kartu Kredit| Penagihan Kartu Kredit| Penagihan Kartu Kredit| Penagihan Kartu Kredit| Penagihan Kartu Kredit| Penagihan Kartu Kredit| Penagihan Kartu Kredit| Penagihan Kartu Kredit| Penagihan Kartu Kredit|
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanRapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas Tertutup
Kasus Vina Cirebon, Terpidana Diduga Salah Tangkap
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.