Pemutusan Perjanjian Sepihak Sebagai Perbuatan Melanggar Hukum Dalam Yurisprudensi Nomor 4/Yur/Pdt/2018

Pemutusan Perjanjian Sepihak

Perjanjian merupakan salah satu tindakan hukum yang penting yang banyak dilakukan oleh subyek-subyek hukum. Pada dasarnya perjanjian dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis sebagaimana dikenal asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Namun demikian, demi kepastian hukum dan menghindari adanya sengketa yang berkepanjangan serta merugikan kedua belah pihak, maka penting bagi para pihak yang membuat perjanjian untuk menuangkannya dalam perjanjian tertulis.

Salah satu pasal atau bab yang dimuat dalam perjanjian yang lengkap adalah terkait sanksi dan pengakhiran perjanjian. Sanksi diperjanjian manakala salah satu atau kedua belah pihak melakukan ingkar janji/wanprestasi. Tidak jarang pula akibat wanprestasinya salah satu pihak menyebabkan berakhirnya perjanjian/putusnya perjanjian dimaksud. Tidak jarang, pengakhiran atau pemutusan perjanjian yang terjadi karena adanya wanprestasi tersebut kemudian mengecualikan Pasal 1267 KUH Perdata terkait harus adanya putusan pengadilan tentang berakhirnya perjanjian, sehingga para pihak tidak perlu meminta putusan pengadilan untuk pengakhiran perjanjian dimaksud.

Ada kalanya salah satu atau beberapa pihak dalam perjanjian memutuskan perjanjian sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian baik karena terpenuhinya keadaan wanprestasi ataupun tanpa sebab yang jelas. Pemutusan perjanjian sepihak tanpa sebab tentunya akan merugikan pihak lain dalam perjanjian tersebut, sehingga memberikan peluang kepada pihak lain dimaksud untuk mengajukan gugatan.

Gugatan yang diajukan terkait dengan perjanjian pada umumnya bersifat gugatan wanprestasi, yaitu karena salah satu atau beberapa pihak di dalam perjanjian tidak menepati atau memenuhi prestasi/janji. Di sisi lain, gugatan atas pemutusan perjanjian sepihak harus diajukan dalam bentuk gugatan perbuatan melanggar hukum.

 

Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 4/Yur/Pdt/2018

Gugatan perbuatan melanggar hukum yang diajukan terhadap tindakan pemutusan perjanjian secara sepihak berkesesuaian dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 4/Yur/Pdt/2018 yang memberikan kaidah sebagai berikut:

“Pemutusan perjanjian secara sepihak termasuk dalam perbuatan melawan hukum.”

Yurisprudensi dalam sistem hukum Indonesia memang tidak masuk dalam sistem peraturan perundang-undangan dan bukan pula suatu sumber hukum yang wajib untuk dijadikan pedoman bagi penyelesaian sengketa yang akan datang. Namun demikian, sebagai salah satu sumber hukum, dan hasil penemuan hukum (Rechtvinding) oleh hakim sebagai akibat larangan hakim untuk menolak perkara, maka yurisprudensi dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan hakim untuk memutus suatu perkara.

Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 4/Yur/Pdt/2018 terbit atas dasar putusan Mahkamah Agung Register Nomor 1051 K/Pdt/2014 yang dijatuhkan atas sengketa antara PT. Chuhatsu Indonesia dan PT. Tenang Jaya Sejahtera. Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa perjanjian oleh dan diantara keduanya mengikat secara sah sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Di sisi lain, Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata mengatur bahwa:

“Suatu Kesepakatan tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak atau karena diatur oleh undang-undang.”

Oleh karena itu, pemutusan perjanjian secara sepihak telah melanggar ketentuan Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata tersebut.

 

Pemutusan Perjanjian oleh Pemerintah

Sebagaimana diketahui, pemerintah juga merupakan suatu subyek hukum yang tidak hanya memiliki tugas dan kewenangan berkaitan dengan hukum administrasi negara, melainkan juga dapat menjalin dan bertindak dalam hubungan keperdataan. Oleh karena itu, pemerintah juga dapat terikat atau mengikatkan diri dalam perjanjian dengan pihak lain.

Ketika pemerintah melakukan pemutusan perjanjian secara sepihak, maka gugatan yang diajukan kepada pemerintah tersebut tentunya adalah gugatan perbuatan melanggar hukum. Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintah (Onrechtmatige Overheidsdaad), maka pemutusan perjanjian secara sepihak oleh pemerintah merupakan suatu perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah yang mana kewenangannya termasuk dalam sengketa tata usaha negara.

 

Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.