Pajak Bagi Pekerja Freelance

Penerimaan negara bersumber dari pungutan pajak warga negara yang hidup dalam suatu negara dan hal ini berlaku hampir di seluruh negara di dunia. Uang hasil pungutan pajak tersebut dapat dipergunakan oleh pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah demi terselenggaranya kepentingan umum. Dikarenakan pajak adalah sumber pendapatan yang penting, maka pemerintah dalam melakukan pemungutan pajak harus didasarkan keadilan serta memberikan kepastian hukum bagi para wajib pajak. Hal ini tertuang di dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang.”

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) memberikan definisi mengenai pajak, yang berbunyi sebagai berikut:

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ketentuan mengenai perpajakan mengatur mengenai jaminan atau kepastian tentang terpenuhinya kewajiban dan hak dalam perpajakan. Terbitnya aturan perpajakan terutama yang mengatur mengenai pajak penghasilan, mendorong pelaku usaha untuk lebih termotivasi melakukan pembayaran pajak sesuai dengan peraturan yang sudah berlaku demi meningkatkan kemakmuran rakyat. Semakin berkembangnya teknologi dan informasi saat ini, memberikan dampak terhadap berbagai pekerjaan salah satunya profesi pekerjaan freelance. Freelance adalah suatu profesi yang bekerja pada suatu instansi atau perusahaan tanpa terikat kerja atau perjanjian kerja jangka panjang. Namun, meskipun tidak terikat dengan perjanjian jangka panjang, profesi freelance tetap menghasilkan uang dari pekerjaan yang dilakukan.[1]

Adanya penghasilan yang didapatkan oleh Freelance, mengaibatkan pekerja tersebut dapat dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (UU PPH) yang beberapa ketentuannya telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pekerja freelance dapat dikategorikan sebagai subjek pajak penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 2 UU PPH. Selain itu, penghasilan yang diterima oleh pekerja Freelance juga dapat dikategorikan sebagai objek pajak penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 3 Angka 1 UU HPP yang merubah ketentuan Pasal 4 Ayat (1) huruf a UU PPH yang berbunyi:

(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pufl, termasuk:

  1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;

Dalam pelaporan pajaknya, pekerja Freelance menggunakan sistem self assessment, yakni sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.[2] Self assessment memiliki ciri-ciri yaitu Pajak yang terutang harus dihitung sendiri oleh wajib pajaknya dan setelah wajib pajak menghitung pajak terutang atas penghasilannya maka wajib pajak diwajibkan untuk membayarkan pajak dan melaporkannya sendiri.

Adapun pengenaan pajak untuk pekerja Freelance mengikuti ketentuan Pasal 21 Ayat (1) huruf a UU PPH sebagai bukan pegawai dikarenakan tidak menerima imbalan atas pekerjaan yang berkesinambungan atau hanya sesekali saja sebagaimana berbunyi:

(1) Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:

  1. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;

Adapun tarif pajak yang ditetapkan atas penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak menurut ketentuan Pasal 3 Angka 7 UU HPP yang merubah ketentuan Pasal 17 Ayat (1) UU PPH yakni antara lain sebagai berikut:

  • 0 – Rp 60.000.000 dikenakan tarif pajak 5%
  • Rp 60.000.000 – Rp 250.000.000 dikenakan tarif pajak 15%
  • Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 dikenakan tarif pajak 25%
  • Rp 500.000.000 – Rp 5.000.000.000 dikenakan tarif pajak 30%
  • Di atas Rp 5.000.000.000 dikenakan tarif pajak 35%

Tarif pengenaan pajak yang ditentukan dalam Pasal 3 Angka 7 UU HPP ini menjadi acuan bagi pengenaan pajak pekerja Freelance. Ada perhitungan yang harus diperhatikan untuk menghitung pajak penghasilan pekerja Freelance menurut ketentuan Pasal 21 UU PPH. Selain itu, penghitungan penghasilan pekerja Freelance juga dihitung dengan ketentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang diatur Pasal 3 Angka 3 UU HPP. Misalnya seorang pekerja Freelance yang belum menikah bekerja sebagai desain grafis di Jakarta. Penghasilan pekerjaannya sebesar Rp 10 juta dalam sebulan. Maka total penghasilan brutonya dalam setahun, Rp 10 juta x 12 bulan, yaitu Rp 120 juta. Kemudian, cara menghitung pajak pekerja Freelance dengan memakai Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN) dengan cara sebagai berikut:

  • Penghasilan Kena Pajak : Penghasilan bruto dalam setahun – PTKP. Jadi Rp 120 Jt – Rp 54 Jt = Rp 66 Jt
  • PPh terutang :
  1. 5% x Rp 60 Jt = Rp 3 Jt
  2. 15% x Rp 6 Jt = Rp 900 Rb
  • Jumlah PPh terutang setahun Rp 3,9 Jt
  • Jumlah PPh terutang sebulan: Rp 3,9 Jt : 12 bulan = Rp 325 Rb

Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal 21 UU PPH dan pengaturan pengenaan tarif pajak dalam Pasal 3 Angka 7 UU HPP, pekerja Freelance dapat dikenakan pajak. Sebagai catatan dalam ketentuan perpajakan tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa pekerja Freelance dikenakan pajak, namun dikarenakan pekerjaan ini memiliki penghasilan maka menurut ketentuan perpajakan yang berlaku dapat dikenakan pajak.

 

Penulis: Rizky Pratama J, S.H

Editor: R. Putri. J, S.H., M.H., CTL., CLA & Mirna. R., S.H., M.H., CCD

 

 

[1] Mustofa, Pekerja Lepas (Freelancer) Dalam Dunia Bisnis, Jurnal Mozaik Vol. X Edisi 1 Juli 2018

[2] Sony Devano & Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan: Konsep, Teori dan Isu, Kencana, Jakarta, 2006, halaman 45

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.