Obral Gelar Profesor Oleh Universitas, Begini Syarat Pengangkatan Profesor

Obral Gelar Profesor

Gelar Profesor merupakan gelar yang sangat terhormat di bidang pendidikan, sebab orang yang memiliki gelar tersebut dianggap sebagai orang dengan keilmuan yang cukup tinggi. Gelar Profesor sendiri merupakan jenjang jabatan akademik dosen tertinggi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (selanjutnya disebut “UU 12/2012”).

Namun demikian, saat ini seakan banyak universitas yang melakukan obral gelar profesor.[1] Obral tersebut terjadi terutama pada gelar Profesor Kehormatan yang diberikan kepada pihak diluar akademsi, yang saat ini begitu banyak diberikan kepada para politisi atau pejabat.[2]

Dasar Hukum Pengangkatan Profesor

Sebagaimana disebutkan di atas, Profesor merupakan gelar yang diberikan kepada seorang dosen dan merupakan jenjang jabatan akademik dosen tertinggi. Pasal 72 ayat (3) UU 12/2012 menyatakan:

Dosen yang telah memiliki pengalaman kerja 10 (sepuluh) tahun sebagai Dosen tetap dan memiliki publikasi ilmiah serta berpendidikan doktor atau yang sederajat, dan telah memenuhi persyaratan dapat diusulkan ke jenjang jabatan akademik profesor.

Selain memiliki wewenang untuk membimbing calon doctor, seorang dosen yang telah menduduki posisi sebagai Profesor juga berhak untuk pensiun pada umur 70 (tujuh puluh) tahun. Hal tersebut berbeda dengan usia pensiun bagi dosen-dosen yang belum menduduki jabatan profesor.

Syarat Pengangkatan Profesor

Dalam UU 12/2012 telah disebutkan bahwa seorang dosen dapat diangkat menjadi Profesor manakala telah memiliki pengalaman kerja 10 (sepuluh) tahun sebagai dosen tetap dan memiliki publikasi ilmiah serta berpendidikan S-3. Syarat lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Jabatan Fungsional Dosen Dan Angka Kreditnya (selanjutnya disebut “Permen PAN & RB 46/2013”).

Pasal 26 Perman PAN & RB 46/2013 mengatur syarat kenaikan jabatan Profesor adalah sebagai berikut:

1) ijazah Doktor (S3) atau yang sederajat;

2) paling singkat 3 (tiga) tahun setelah memperoleh ijazah Doktor (S3);

3) karya ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi; dan

4) memiliki pengalaman kerja sebagai dosen paling singkat 10 (sepuluh) tahun.

Di samping itu, ada pula syarat kredit dosen atau yang sering disebut dengan KUM, dimana dosen harus mengumpulkan hingga 850 (delapan ratus lima puluh) poin atau 1.050 (seribu lima puluh) poin untuk dapat diangkat sebagai Profesor.[3]

 

Syarat Pengangkatan Profesor Kehormatan

Berbeda dengan gelar profesor dalam jenjang dosen, Gelar Profesor Kehormatan diberikan kepada orang yang tidak memiliki profesi dosen. Dasar hukum tentang pengangkatan profesor kehormatan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 38 Tahun 2021 Tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan Pada Perguruan Tinggi (selanjutnya disebut “Permenristekdikti 38/2021”).

Pasal 1 butir 2 Permenristekdikti 38/2021 mengartikan Profesor Kehormatan sebagai:

Profesor Kehormatan adalah jenjang Jabatan Akademik profesor pada perguruan tinggi yang diberikan sebagai penghargaan kepada setiap orang dari kalangan nonakademik yang memiliki kompetensi luar biasa.

Jabatan Profesor Kehormatan diberikan oleh Menteri melalui Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Pengajuan jabatan Profesor Kehormatan sendiri memang diajukan oleh Perguruan Tinggi itu sendiri, yang mana berdasar pasal 2 ayat (3) Permenristekdikti 38/2021, yaitu:

a. memiliki peringkat akreditasi A atau unggul; dan

  1. menyelenggarakan program studi program doktor atau doktor terapan sesuai dengan bidang kepakaran calon Profesor Kehormatan dengan peringkat akreditasi A atau unggul.

Pihak yang dapat menerima gelar Profesor Kehormatan diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Permenristekdikti 38/2021, yaitu orang yang memiliki kompetensi atau prestasi luar biasa. Tidak ada batasan atau penjelasan lebih lanjut tentang pengertian “kompetensi atau prestasi luar biasa” tersebut. Di samping itu, 3 syarat untuk dapat memperoleh gelar Profesor Kehormatan adalah:

a. memiliki kualifikasi akademik paling rendah doktor, doktor terapan atau kompetensi yang setara dengan jenjang 9 (sembilan) pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia;

  1. memiliki kompetensi luar biasa dan/atau prestasi eksplisit dan/atau pengetahuan tacit luar biasa;
  2. memiliki pengalaman yang relevan dengan prestasi luar biasa yang mendapat pengakuan nasional dan/atau internasional; dan
  3. berusia paling tinggi 67 (enam puluh tujuh) tahun.

Penilaian atas persyaratan tersebut di atas dilakukan oleh Perguruan Tinggi yang bersangkutan melalui tim ahli yang ditentukan oleh Perguruan Tinggi. Kemudian dipertimbangkan dalam Senat. Pertimbangan tersebut kemudian akan menjadi dasar penetapan oleh pimpinan Perguruan Tinggi.

Menteri hanya memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi. Apabila ternyata berdasar evaluasi yang ada, seseorang sudah tidak layak untuk menyandang gelar Profesor Kehormatan, maka Menteri berhak memerintahkan kepada Perguruan Tinggi untuk mencabut gelar tersebut.

Perlu diketahui bahwa gelar atau jabatan Profesor Kehormatan hanya berlaku paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun. Hak Profesor Kehormatan selama menyandang gelar tersebut adalah:

  1. Nomor Urut Pendidik (NUP);
  2. honorarium; dan
  3. pencantuman Jabatan Akademik Profesor.

Sedangkan kewajiban seseorang dengan Gelar Profesor Kehormatan adalah:

  1. menjaga nama baik dan kehormatan Perguruan Tinggi yang bersangkutan; dan
  2. memiliki kinerja dan kontribusi dalam pelaksanaan Tridharma pada Perguruan Tinggi yang bersangkutan.

Melihat hak dan kewajiban Profesor Kehormatan tersebut di atas, jelas bahwasanya salah satu hak Profesor Kehormatan adalah “honorarium” dan kewajibannya adalah “memiliki kinarja dan kontribusi dalam pelaksanaan Tridharma pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Oleh karena itu, pemberian gelar Profesor Kehormatan seyogyanya tidak dapat dilakukan secara sembarangan kepada pihak-pihak tertentu hanya untuk tujuan yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi.

Di samping itu, pengeritan “luar biasa” atas prestasi dan kompetensi yang menjadi syarat pengangkatan Profesor Kehormatan seharusnya juga diperjelas kembali. Jangan sampai pengertian kata-kata “luar biasa” tersebut membuat disalahartikan oleh beberapa pihak dan menjadikan banyaknya obral gelar profesor di banyak universitas.

 

Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.

 

[1] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240719131022-20-1123231/ogah-dipanggil-prof-rektor-uii-turut-kritik-kampus-obral-gelar

[2] Galih Priatmojo, https://jogja.suara.com/read/2024/07/18/162922/obral-gelar-dr-hc-moral-dan-etika-kampus-dipertanyakan

[3] https://duniadosen.com/cara-mendapatkan-gelar-profesor/#5_Memenuhi_KUM

 

Baca juga:

Dugaan Plagiat Dalam Karya Ilmiah Dekan Unas Kumba dan Ancaman Hukumannya

Profil 8 Hakim Konstitusi Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024

Wamenkumham Eddy Hiariej Jadi Tersangka, Ini Profesor Hukum Lain yang Pernah Tersandung Kasus Hukum

 

Tonton juga:

Obral Gelar Profesor| Obral Gelar Profesor| Obral Gelar Profesor| Obral Gelar Profesor| Obral Gelar Profesor| Obral Gelar Profesor| Obral Gelar Profesor| Obral Gelar Profesor| Obral Gelar Profesor| Obral Gelar Profesor| Obral Gelar Profesor|

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.