Macam-Macam Putusan Pidana

Macam-macam putusan pidana yang dapat dijatuhkan oleh Majelis Hakim dalam perkara pidana terdiri atas beberapa. Masing-masing jenis putusan pidana tersebut memiliki karakteristik yang berbeda.

 

Mengenai putusan yang akan dijatuhkan pengadilan, maka tergantung hasil musyawarah hakim berdasarkan penilaian yang diperoleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di pengadilan.[1] Sebelumnya, ada beberapa jenis dan bentuk putusan dalam perkara pidana yang dapat dijatuhkan sesuai dengan hasil penilaian hakim, diantaranya sebagai berikut:

  1. Putusan bebas

Putusan bebas berarti terdakwa dijatuhi atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum (vrijspraak). Dasar hukum putusan bebas diatur dalam Pasal 191 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi:

Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa dakwa diputus bebas.

 

Putusan bebas diberikan apabila tidak memenuhi asas pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Artinya tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa dan sekaligus kesalahan yang tidak cukup terbukti itu, tidak diyakini oleh hakim. Selain itu, hakim juga dapat memberikan putusan bebas apabila tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian.[2] Artinya, kesalahan terdakwa hanya didukung oleh salah satu alat bukti saja, sedangkan menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup membuktikan kesalahan seorang terdakwa, harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah.

 

  1. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum

Putusan lepas dari segala tuntutan hukum diatur dalam Pasal 191 Ayat (2) KUHAP yang berbunyi:

Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan képada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.

 

Putusan lepas dapat diberikan oleh hakim, apabila hal yang didakwakan kepada terdakwa memang terbukti secara sah dan meyakinkan. Tetapi sekalipun terbukti, hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana. Artinya, meskipun telah terbukti dan memenuhi ketentuan Pasal 183 KUHAP, tetapi perbuatan yang didakwakan, tidak diatur dan tidak termasuk ruang lingkup hukum pidana.

 

  1. Putusan pemidanaan

Putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 193 KUHAP yang menyatakan bahwa “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.” Pemidanaan tersebut berdasarkan penilaian pengadilan (hakim) pada saat persidangan.

 

Artinya, pemidanaan tersebut diberikan apabila menurut pendapat dan penilaian pengadilan, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kesalahan tindak pidana yang didakwakan kepadanya sesuai dengan sistem pembuktian dan memenuhi sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah dalam Pasal 183 KUHAP.[3]

 

  1. Penetapan tidak berwenang mengadili

Selain putusan yang berkaitan dengan pokok perkara (putusan bebas, lepas dari segala tuntutan, dan pemidanaan), hakim juga dapat memberikan putusan terkait dengan kewenangan mengadili. Hal tersebut dikarenakan dalam perkara pidana memungkinkan adanya kesalahan terhadap wewenang mengadili suatu perkara. Pasal 147 KUHAP telah memperingatkan hal tersebut sebagaimana yang berbunyi:

Setelah pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dari penuntut umum, ketua mempelajari apakah perkara itu termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya.

 

Oleh karena itu, apabila pengadilan berpendapat bahwa perkara pidana itu tidak termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya, pengadilan akan mengeluarkan surat penetapan yang berisi pernyataan tidak berwenang mengadili sebagaimana ditentukan dalam Pasal 148 Ayat (1) KUHAP.

 

  1. Putusan dakwaan tidak dapat diterima

Penjatuhan putusan yang menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima mengacu pada ketentuan Pasal 156 Ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa:

Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.

 

Putusan dakwaan tidak dapat diterima berkaitan dengan eksepsi atau keberatan yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa. Eksepsi atau keberatan ini dapat berupa tidak berwenang mengadili secara kompetensi absolut ataupun kompetensi relatif, tidak dapat diterima karena beberapa hal seperti tindak pidana telah kadaluwarsa, perkara ne bis in idem, apa yang didakwakan terhadap terdakwa bukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran, tidak terdapat kesesuaian dengan tindak pidana yang dilakukannya dan bukan merupakan tindak pidana akan tetapi termasuk perselisihan perdata.[4]

 

  1. Putusan dakwaan batal demi hukum

Putusan hakim berupa dakwaan batal demi hukum didasarkan pada ketentuan Pasal 143 Ayat (3) KUHAP bahwa “surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum” dan Pasal 156 Ayat (1) KUHAP bahwa

Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.

 

Alasan yang mendasar untuk membatalkan surat dakwaan Pasal 143 Ayat (2) huruf b KUHAP. Surat dakwaan tidak menjelaskan secara terang segala unsur konstitutif yang dirumuskan dalam pasal pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Jadi, jika pengadilan menilai dakwaan tidak jelas dan tidak memuat satu per satu unsur dalih yang disebut dalam pidana yang didakwakan, putusan yang dijatuhkan menyatakan dakwaan batal demi hukum.

 

Berdasar uraian tersebut di atas, maka macam-macam putusan pidana yang dapat dijatuhkan oleh Majelis Hakim dalam perkara pidana terdiri atas putusan bebas, putusan lepas, putusan pemidanaan, penetapan tidak berwenang mengadili, putusan dakwaan tidak dapat diterima, dan putusan dakwaan batal demi hukum. Keenam jenis putusan tersebut memiliki pengertian dan efek yang berbeda satu sama lain, tidak terkecuali bagi eksekusinya.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

[1] M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, halaman 347.

[2] Ibid.

[3] Ibid.

[4] Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Perspektif Teoritis dan Praktik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, halaman 88.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.