Kewajiban Penjamin Perorangan (Borgtocht)

Jaminan perorangan (Borgtocht)  dalam praktik dapat memberikan tambahan keyakinan kepada pihak kreditur (bank) untuk memberikan kredit kepada debitur. Apabila terjadi permasalahan kredit macet, maka orang yang menjadi penjamin ikut bertanggung jawab, yaitu penjamin harus membayar hutang debitur jika debitur tidak memiliki kemampuan lagi atau debitur sama sekali tidak mempunyai harta benda yang dapat disita. Jaminan perseorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perseorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya.[1]

Jaminan perorangan ini diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Menurut ketentuan Pasal 1820 KUH Perdata menyebutkan bahwa:

Suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya  si berhutang mana kala orang ini sendiri tidak memenuhinya.

Dari rumusan tersebut, terdapat tiga pihak yang dilibatkan dalam perjanjian ini yakni debitur, kreditur dan penjamin atau penanggung sebagai pihak ketiga. Penanggungan ini timbul demi kepentingan kreditur yakni untuk menjamin akan terbayarnya piutang apabila debitur sendiri tidak dapat melaksanakan kewajibannya. Pada dasarnya selama penanggungan hutang, si penjamin bertanggung jawab hanya untuk pemenuhan prestasi berupa sejumlah uang. Ini adalah asas umum di dalam perjanjian penanggungan hutang.

Dalam jaminan penanggungan hutang apabila penanggung dituntut memenuhi kewajiban, selama debitur memiliki harta benda sendiri yang dapat disita oleh kreditur, maka penanggung dapat menangkis tuntutan kreditur dengan meminta kreditur untuk terlebih dahulu menyita barang milik debitur. Sedangkan untuk menjadi penanggung atau menjamin suatu usaha, harus melihat ketentuan sebagai berikut:

  1. Penanggung mesti cakap bertindak dalam hukum.
  2. Penanggung cukup mampu (dilihat dari segi aspek ekonomi) demi bisa menunaikan perutangan yang bersangkutan.
  3. Penanggung mesti menetap di negara Indonesia.[2]

Ruang lingkup penjamin tidak boleh melebihi perjanjian pokok, sesuatu perjanjian yang dijamin oleh seorang penjamin hanya meliputi sepanjang yang ditentukan dalam perjanjian pokok. Karena itu kewajiban si penjamin tidak lebih dari kewajiban yang dibebankan kepada debitur utama tadi sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1822 KUH Perdata yang berbunyi:

Seorang penanggung tidak dapat mengikatkan diri untuk lebih,maupun dengan syarat-syarat yang lebih berat, daripada perikatan si berutang. Adapun penanggungan boleh diadakan untuk hanya sebagian saja dari utangnya, atau dengan syarat-syarat yang kurang. Jika penanggungan diadakan untuk lebih dari utangnya, atau dengan syarat-syarat yang lebih berat, maka perikatan itu tidak sama sekali batal, melainkan ia adalah sah hanya untuk apa yang diliputi oleh perikatan pokoknya

Dalam pasal 1832 KUH Perdata ditentukan bahwa jaminan dapat diadakan tanpa diminta oleh orang yang terikat, bahkan tanpa sepengetahuannya. Selain itu dapat pula diadakan jaminan tidak hanya yang berhutang, melainkan pula terhadap penjamin lainnya. Perlu diketahui bahwa sifat dari jaminan perorangan ini antara lain sebagai berikut:

  1. Bersifat Acessoir sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1821 KUH Perdata.
  2. Bersifat Tegas yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 1823 KUH Perdata.
  3. Dapat dialihkan, jika penjamin meninggal dunia maka hal ini pindah ke ahli warisnya sebagaimana diatur Pasal 1826 KUH Perdata.
  4. Bersifat umum memiliki arti bahwa semua kekayaan penjaminan merupakan agunan kredit bagi debitur, akan tetapi karena terikatnya secara umum, maka tidak melahirkan hak Prefensi untuk penagih terhadap benda-benda jaminan, artinya jaminan kepada kreditur tidak lebih dari apa yang menjadi perikatan debitur bersangkutan sebagaimana diatur Pasal 1822 KUHPerdata.

Lebih lanjut, penjamin dapat ditagih saat terjadinya wanprestasi yang dilakukan oleh debitur. Merujuk ketentuan Pasal 1820 KUH Perdata yang mengatur tentang pemenuhan perjanjian hutang yakni pembayaran atas sejumlah perhutangan debitur. Jikalau si penjamin menepati perjanjiannya, maka pada saat bersamaan ia membayar hutang orang yang dijamin. Penjamin bertanggung jawab sebagai pengganti disaat debitur tidak memenuhi perjanjian tersebut. Isi prestasi penjamin adalah sama dengan isi prestasi debitur.

Penjamin baru melaksanakan kewajibannya manakala debitur telah dinyatakan lalai untuk membayar hutangnya dan harta benda debitur disita terlebih dahulu untuk melunasi hutangnya dan apabila kurang barulah tanggung jawab penjamin muncul untuk melunasi sisa hutang debitur kepada kreditur. Jadi penjamin mempunyai hak untuk meminta dilakukan proses lelang terhadap semua harta kekayaan di penghutang dahulu. Jika kekayaan si penghutang tidak cukup untuk menutup hutangnya, maka disini saatnya pihak penanggung yang wajib melunasinya.

Dengan demikian tanggung jawab penjamin dalam hal debitur wanprestasi baru kelihatan apabila debitur benar-benar sudah dianggap tidak mampu lagi untuk melaksanakan prestasi yang dibuatnya. Atau dengan perkataan lain penjamin mensubrogasi kedudukan kreditur terhadap debitur yang dijaminnya.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: Mirna R., S.H., M.H., CCD & R. Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA

 

[1] Hasanudin Rahmat, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, halaman 164

[2] J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Pribadi (Tentang Perjanjian Penanggungan dan Perikatan Tanggung Menanggung), PT Citra Aditya Bakthi, Bandung, 1996, halaman 37.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.