Kerusuhan dan Gas Air Mata Dalam Sepak Bola

Kerusuhan laga derbi antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya yang berlangsung pada hari Sabtu 1 Oktober 2022 menimbulkan duka mendalam bagi dunia sepak bola Tanah Air. Pertandingan yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan Malang itu menjadi tragedi sepak bola terbesar dalam sejarah Indonesia. Tragedi Kanjuruhan terjadi pasca laga yang saat itu kemenangan untuk Persebaya Surabaya. Kejadian itu menyebabkan 127 orang meninggal dunia sejauh ini dan masih terdapat 180 orang yang menjalani perawatan di berbagai fasilitas kesehatan.[1] Kejadian ini diawali sesaat setelah pertandingan usai, suporter yang awalnya berada di tribun stadion turun ke lapangan untuk memberikan semangat, saran dan kritik kepada para pemain Arema FC.[2]
Mengetahui hal tersebut, petugas keamanan berusaha melindungi pemain hingga masuk ke dalam ruang ganti pemain. Suporter yang turun ke lapangan semakin banyak, sehingga petugas keamanan mengambil tindakan pengamanan dengan menembakkan gas air mata ke arah lapangan, Tribun Selatan (11, 12, 13) dan Tribun Timur (Tribun 6). Suporter yang berada di Tribun tersebut berusaha keluar melalui pintu secara bersamaan sehingga berdesakan-desakan, banyak yang tergencet dan terjatuh serta mengalami sesak nafas.[3] Kondisi inilah yang mengakibatkan ratusan nyawa Suporter tersebut hilang.
Dari kronologi di atas, diketahui terdapat beberapa hal yang perlu dicermati dalam kaitannya dengan Suporter. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Keolahragaan (UU Keolahragaan) mengatur terkait dengan kedudukan supporter. Dalam Pasal 1 Angka 10 UU Keolahragaan menyebutkan bahwa Suporter adalah perseorangan atau kelompok masyarakat yang mendukung dan memiliki perhatian khusus terhadap cabang olahraga tertentu. Dalam penyelenggaraan olahraga terdapat Suporter yang berperan aktif memberikan semangat, motivasi, dan dukungan baik di dalam maupun di luar pertandingan olahraga. Dalam Pasal 55 Ayat (5) UU Keolahragaan mengatur mengenai hak Suporter yang berbunyi:
(5) Suporter Olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki hak:
- mendapatkan perlindungan hukum, baik di dalam maupun di luar pertandingan Olahraga;
- mendapatkan pembinaan dari organisasi atau badan hukum Suporter Olahraga yang menaunginya;
- mendapatkan kesempatan prioritas memiliki klub melalui kepemilikan saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- memberikan dukungan langsung atau tidak langsung, baik di dalam maupun di luar pertandingan Olahraga.
Dalam ketentuan ini, mengisyaratkan bahwa Suporter harus mendapatkan perlindungan hukum baik di dalam maupun di luar pertandingan olahraga. Perlindungan hukum adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi dari ancaman, gangguan dan kekerasan dari pihak manapun. Merujuk pendapat dari Philpus M. Hadjon mengemukakan bahwa:
Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal yang lainnya..[4]
Hal ini dapat dimaknai bahwa hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak dari seseorang dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut. Maka dalam UU Keolahragaan merupakan regulasi (aturan) yang harus diperhatikan baik dalam penanganan di dalam maupun di luar pertandingan. Sementara itu, penanganan yang dilakukan oleh aparat keamanan dengan menembakkan gas air mata merupakan tindakan yang bertentangan dengan aturan sepakbola internasional yang diatur dalam FIFA Stadium Saferty and Security Regulations. Ketentuan tersebut tegas dinyatakan dalam Pasal 19 yang berbunyi.
No firearms or ‘crowd control gas’ shall be carried or used (senjata api atau ‘gas pengendali massa’ tidak boleh dibawa atau digunakan).
Berkaitan dengan hal tersebut, jika dilihat dalam Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian (Perkapolri 1/2009) mengatur bahwa penggunaan gas air mata dalam penggunaan kekuatan tersebut terdapat prosedur yang berlaku, berbunyi sebagai berikut:
(1) Tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian terdiri dari:
- tahap 1: kekuatan yang memiliki dampak deterrent/pencegahan;
- tahap 2: perintah lisan;
- tahap 3: kendali tangan kosong lunak;
- tahap 4: kendali tangan kosong keras;
- tahap 5: kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri;
- tahap 6: kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat.
(2) Anggota Polri harus memilih tahapan penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai tingkatan bahaya ancaman dari pelaku kejahatan atau tersangka dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Penggunaan kekuatan untuk melakukan pengamanan terhadap suatu peristiwa yang dilakukan oleh masyarakat dan memberikan ancaman bagi ketertiban umum terdapat tahapan penanganan yang harus diperhatikan. Tahapan penggunaan kekuatan inilah yang seharusnya diperhatikan oleh aparat keamanan. Penggunaan kekuatan ini merupakan bagian dari menjalani tugasnya sebagai penjaga ketertiban dan tentunya memiliki keterbatasan. Namun di saat yang bersamaan masyarakat memerlukan jaminan terkait keamanan jiwa dan raga serta terhindar dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh siapapun. Lantas bagaimana jika perbuatan penggunaan kekuatan dengan gas air mata oleh aparat kepolisian yang mengakibatkan ratusan nyawa hilang?
Sanksi bagi penggunaan gas air mata yang telah dilarang oleh FIFA dapat dikenakan sanksi disiplin bagi negara tersebut dalam hal ini tentunya Indonesia, yang dinyatakan sebagai berikut:
Violations of these regulations may be subject to disciplinary measures in accordance with the FIFA Disciplinary Code, provided these regulations are applicable in accordance with article (Pelanggaran terhadap peraturan ini dapat dikenakan tindakan disiplin sesuai dengan Kode Disiplin FIFA, berdasarkan ketentuan yang berlaku sesuai dalam peraturan ini)
Kejadian penanganan terhadap Suporter sepakbiola pernah terjadi di Stadion Hillsborough pada 15 April tahun 1989. Kala itu, Liverpool melawan Nottingham Forest dalam laga semifinal Piala FA di Hillsborough Stadium. Namun, pertandingan tersebut terpaksa dihentikan karena membeludaknya suporter hingga ke area pertandingan. Sebanyak 766 penonton pun dilaporkan mengalami luka-luka dan 96 pendukung Liverpool dinyatakan meninggal dalam tragedi tersebut. Penyelidikan pada 2016 menemukan kesalahan polisi dalam membuka pintu keluar sebelum kick-off menyebabkan kecelakaan fatal. Awalnya, polisi mengklaim para supprter yang mendobrak gerbang. Akan tetapi, klaim tersebut tidak benar.[5]
Dengan demikian penanganan terhadap kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan merupakan suatu bentuk kesalahan prosedur dalam pengamanan yang dilakukan oleh aparat keamanan. Adanya kericuhan ini menunjukkan bahwa pengamanan terhadap ketertiban umum di Indonesia masih cenderung bertindak tanpa prosedur yang berlaku. Padahal secara regulasi yang berlaku mengatur tindakan-tindakan yang harus dilakukan.
[1] Arini Nuranisa, Pilu, Ini Kronologi Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Versi Polisi dan Suporter, https://hot.liputan6.com/read/5085794/pilu-ini-kronologi-kerusuhan-di-stadion-kanjuruhan-versi-polisi-dan-suporter
[2] Nur, Kesaksian Aremania: Suporter Peluk Pemain Arema FC Sebelum Tembakan Gas Air Mata, https://www.kliktimes.com/news/pr-7294996390/kesaksian-aremania-suporter-peluk-pemain-arema-fc-sebelum-tembakan-gas-air-mata
[3] Febriyan, Eksklusif, Detail Kronologi Tragedi Kanjuruhan Versi Polisi, https://nasional.tempo.co/read/1640703/eksklusif-detail-kronologi-tragedi-kanjuruhan-versi-polisi
[4] Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia. Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya. Penanganan oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Surabaya, PT Bina Ilmu. 1987.Hal, 25.
[5] Jefry Hutabarat, Beragam Kerusuhan dalam Sepak Bola Berikut Sanksinya, Bagaimana dengan Tragedi Kanjuruhan?, https://www.liputan6.com/bola/read/5085892/beragam-kerusuhan-dalam-sepak-bola-berikut-sanksinya-bagaimana-dengan-tragedi-kanjuruhan
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanKawasan Industri dan Pertanggungjawaban Pembuangan Limbah
Pengertian dan Tata Cara Pemberian Amnesti

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.