Kasus Rachel Venya: Konsekuensi Hukum Apabila Kabur dari Karantina Covid-19
Baru-baru ini ramai diperbicangkan oleh publik mengenai kaburnya Rachel Venya dari karantina Covid-19. Rachel Venya disebut hanya menjalani masa karantina selama 3×24 jam, dimana seharusnya bagi orang Indonesia yang baru kembali dari luar negeri wajib karantina selama 8×24 jam.[1] Ketentuan mengenai karantina Warga Negara Indonesia (WNI) Pelaku Perjalanan Internasional diatur dalam ketentuan Kedua Keputusan Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pintu Masuk (Entry Point), Tempat Karantina dan Kewajiban RT-PCR Bagi Warga Negara Indonesia Pelaku Perjalanan Internasional (selanjutnya disebut Kepkasatgas Covid-19 12/2021) yang menyatakan bahwa seharusnya masa karantina yaitu:
- Karantina dengan jangka waktu 8×24 jam dari negara asal dengan eskalasi kasus positifnya rendah; dan
- Karantina dengan jangka waktu 14×24 jam dari negara asal dengan eskalasi kasus positifnya tinggi.
Ramainya kasus tersebut bermula dari seorang pengguna Instagram yang komentar diunggah ulang oleh akun @playitsafebaby. Isi komentar yang diunggah adalah sebagai berikut:
“Kenapa gue kesal sama dia (Rachel)? Karena dia dengan mudahnya lolos karantina, sedangkan banyak disini para TKW yang sudah berumur terpaksa karantina 8 hari, ada orang tuanya yang meninggal, anak meninggal tapi terpaksa harus 8 hari, sedangkan ini orang dengan enaknya cuma 3 hari”[2]
Orang yang berkomentar mengklaim bahwa dirinya salah seorang petugas administrasi yang memasukkan data Rachel Venya ketika menjalani isolasi Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) di Wisma Atlet Pademangan.[3] Perilaku Rachel Venya mengundang kritik dari berbagai kalangan.[4] Ketua Satuan Petugas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mewanti-wanti kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk tetap mematuhi aturan karantina selepas bepergian dari luar negeri. Sementara itu, Juru Bicara Satuan Petugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa Rachel Venya bisa dikenakan sanksi penjara hingga denda ratusan juta sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (selanjutnya disebut UU 4/1984) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (selanjutnya disebut UU 6/2018).
Pasal 1 angka 1 UU 6/2018 menyatakan bahwa kekarantinaan kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor resiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Kedaruratan kesehatan masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 UU 6/2018. Covid-19 telah ditetapkan sebagai pandemi wabah penyakit menular oleh WHO sejak tahun 2020 yang lalu, oleh karena itu pemerintah Indonesia menetapkan beberapa aturan guna melakukan penanggulangan dan pencegahan penularan Covid-19. Salah satu bentuk aturan pemerintah yaitu menetapkan adanya kekarantinaan kesehatan bagi setiap orang baik yang sudah terinfeksi Covid-19 maupun bagi orang yang berpotensi tertular Covid-19. Sebagaimana ketentuan dalam bagian kedua Kepkasatgas Covid-19 12/2021, bahwasannya bagi WNI yang baru datang dari perjalanan ke luar negeri wajib melakukan karantina selama 8 (delapan) hari atau 14 (empat belas) hari. Dalam Peraturan Kepkasatgas Covid-19 12/2021 tidak memuat sanksi atas pelanggaran terhadap peraturan Kepkasatgas Covid-19 12/2021. Namun, dalam konsideran mengingat Kepkasatgas Covid-19 disebutkan bahwa peraturan tersebut berada dibawah ketentuan UU 6/2018.
Pasal 9 ayat (1) UU 6/2018 menyatakan bahwa setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Pelanggaran atas ketentuan tersebut dapat dikenakan pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 93 UU 6/2018 yang menyatakan bahwa:
“Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka apabila Rachel Venya terbukti melakukan pelanggaran atas kekarantinaan kesehatan, maka ia dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 93 UU 6/2018.
[1] https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20211015062515-234-708061/kronologi-rachel-vennya-kabur-karantina-hingga-minta-maaf
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaanhukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.