Kasus Mafia Tanah di Maboet Dinyatakan Tidak Cukup Bukti Setelah Ditetapkannya Empat Tersangka

Baru-baru ini, Kepolisian Daerah Sumatera Barat sudah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan (SP3) Nomor B/2055/VIII/2022/Ditreskrimum pada tanggal 10 Agustus 2022 terkait kasus mafia tanah milik masyarakat adat Maboet di Padang, Sumatera Barat seluas 765 Hektar.[1] Alasan pengeluaran SP3 karena tidak cukup bukti, namun selama proses penyidikan berlangsung, telah ditetapkan empat tersangka yang diduga sebagai mafia tanah milik masyarakat adat Maboet. Para tersangka tersebut telah menjalani masa tahanan selama kurang lebih dua bulan dan pada saat di penjara, salah satu tersangka meninggal karena penyakit paru-paru yang dideritanya. Kasus itu berawal dari salah seorang korban yang bernama Budiman membuat laporan ke Polda Sumbar pada 18 April 2020, terkait dugaan pemalsuan surat-surat kepemilikan tanah masyarakat adat Maboet. Berdasarkan dari laporan tersebut, polisi telah menetapkan empat tersangka yang diduga terlibat atas laporan dugaan pemalsuan surat tanah.[2]
Mafia tanah merupakan kejahatan bidang pertanahan yang melibatkan sekelompok orang dengan cara kerja sama untuk memiliki ataupun menguasai tanah milik orang lain secara tidak sah dengan menggunakan cara-cara yang melanggar hukum yang dilakukan secara terencana, rapi, dan sistematis. Menurut ketentuan Petunjuk Teknis Nomor 1/JUKNIS/D.VII/2018 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah (JUKNIS Pemberantasan Mafia Tanah) menyebutkan Mafia Tanah adalah:
“individu, kelompok dan/atau badan hukum yang melakukan tindakan dengan sengaja untuk berbuat kejahatan yang dapat menimbulkan dan menyebabkan terhambatnya pelaksanaan penanganan kasus pertanahan.”
Pada tahun 2021 tercatat dalam kurun waktu tiga tahun sebelumnya telah terjadi 130 kasus dari sengketa hingga konflik pertanahan yang diserahkan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).[3] Kementerian ATR/BPN melakukan kerja sama dengan lembaga hukum terkait dan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Tanah dalam upaya untuk menumpas mafia tanah yang ada di Indonesia. Dasar hukum tindak pidana pertanahan dan tentang mafia tanah adalah:[4]
- Pasal 242 KUHP tentang Sumpah palsu di pengadilan
- Pasal 167 KUHP tentang Memasuki Perkarangan Tanpa Izin yang Berhak
- Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat
- Pasal 264 KUHP tentang Pemalsuan akta autentik
- Pasal 266 KUHP tentang Memasukkan keterangan palsu kedalam akta autentik
- Pasal 385 KUHP tentang Penggelapan hak atas tanah barang-barang bergerak/penyerobotan tanah
Selanjutnya, syarat seseorang dijadikan tersangka tertuang dalam Pasal 1 butr 14 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara pidana (KUHAP) jo Putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014 tentang Permohonan Pengujian KUHAP terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), yang memutus bahwa penetapan tersangka harus berdasarkan minimal 2 alat bukti sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya.[5] Selain itu, dalam menetapkan tersangka juga dilakukan gelar perkara sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri No. 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. Fungsi gelar perkara adalah untuk menetapkan status seseorang sebagai tersangka.
Pada kasus mafia tanah milik masyarakat adat Maboet, polisi menyebutkan kurangnya alat bukti untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut, selain itu jika dimintakan keterangan dari tersangka sudah tidak dapat dilakukan. Sebelumnya polisi menetapkan empat tersangka, namun salah satunya yaitu Mamak Kepala Waris (MKW) Maboet, Lehar telah meninggal dunia pada saat ditahan, hal tersebut merupakan salah satu alasan tim kepolisian menghentikan penyidikan kasus tersebut.[6] Setelah Kepolisian Daerah Sumatera Barat sudah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan (SP3) No. B/2055/VIII/2022/Ditreskrimum pada tanggal 10 Agustus 2022, dua tersangka lainnya M Yusuf dan Yasri dikeluarkan dari penjara setelah ditahan selama 78 hari.
Tindak Penyidik dalam mengeluarkan SP3 terhadap kasus mafia tanah milik masyarakat adat Maboet dianggap telah tepat oleh Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan. Pengeluaran SP3 itu karena telah dilakukan 2 kali gelar perkara, baik secara internal dan khusus yang melibatkan eksternal, karena kurang bukti dan tidak dipenuhinya unsur-unsur pidana, sehingga terbit Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3).[7] Selain itu, Mantan Kapolda Sumbar Irjen Pol (Purn) Fakhrizal mengatakan pengeluaran SP3 sangat tepat dan perlu diberi apresiasi karena membuat adanya kepastian hukum dan rasa keadilan terhadap 4 orang tersangka Alm Mkw Lehar, Yusuf, Yasri dan Eko yang dituduh sebagai Mafia Tanah dengan pasal Penipuan dan Pemalsuan atas laporan Saudara Budiman.[8]
Berdasarkan ketentuan KUHAP, penyidik memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan atau mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penydikan (SP3). Alasan dihentikan penyidikan tersebut yakni:
- Penyidik tidak menemukan cukup bukti sesuai pasal 184 KUHAP jo Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014;
- Penyidik menemukan bahwa kasus tersebut ternyata bukanlah suatu tindak pidana;
- Dihentikan demi hukum, karena:
- Tersangka dengan kasus yang sama sudah pernah diadili sebelumnya dan sudah dijatuhi hukuman (nebis in idem), (Pasal 76 KUHP)
- Tersangka meninggal dunia, (Pasal 77 KUHP)
- Perkara telah daluwarsa. (Pasal 78 KUHP)
Penyidikan merupakan salah satu rentetan proses hukum acara pidana. Namun demikian, seseorang belum dapat dinyatakan bersalah manakala belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang dalam hal ini terhadap orang tersebut melekat sebutan “narapidana”. Oleh karena itu, meski seseorang telah menjadi tersangka, namun belum tentu seseorang tersebut bersalah. Di samping itu, meski telah terdapat tersangka dalam suatu perkara pidana, namun belum tentu perkara tersebut kemudian berlanjut ke pengadilan karena hal-hal berdasar hukum termasuk namun tidak terbatas adanya SP3 dan/atau restorative justice yang saat ini banyak digalakkan oleh instansi-instansi penegak hukum.
[1] https://radarsumbar.com/sudah-dihentikan-polda-sumbar-satu-tersangka-kasus-mafia-tanah-di-padang-masih-dipenjara/
[2] https://radarsumbar.com/polda-sumbar-hentikan-kasus-mafia-tanah-kaum-maboet-di-padang-ini-alasannya/
[3] https://ppid.atrbpn.go.id/files/20200922104418NAV/cms/newsletter/FA_atr-bpn_newsletter_2021-april-fix1.pdf
[4] https://stpn.ac.id/headlines/studi-kasus-pertanahan-membedah-tindak-pidana-pertanahan-dan-mafia-tanah.html
[5] https://ejournal.uksw.edu/alethea/article/download/3551/1434/
[6] Ibid 1
[7] https://tribratanews.sumbar.polri.go.id/index.php/2022/08/15/tak-ditemukan-unsur-pidana-polda-sumbar-terbitkan-sp3-kasus-mafia-tanah-di-padang/
[8] https://covesia.com/news/116211/kasus-mafia-tanah-kaum-maboed-di-sp3-begini-tanggapan-fakhrizal
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanResensi Buku: Hukum Ketenagakerjaan Oleh Dr. Lanny Ramli, S.H.,...
Resensi Buku: Hukum Pidana Korupsi di Indonesia (Edisi Revisi)...

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.